Mohon tunggu...
Adeline Theophilia
Adeline Theophilia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

you’re loved beyond measure

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kembalikan Keasrian Sungaiku

1 Juni 2020   21:16 Diperbarui: 2 Juni 2020   10:13 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia termasuk dalam hal menunjang pembangunan perekonomian.  Akan tetapi sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang, maka baik secara langsung ataupun tidak langsung tentu akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai.  Seperti yang akhir-akhir ini seringkali terjadi di Kota Jakarta, kota yang dijuluki sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia yang sekaligus menduduki status sebagai Ibukota Republik Indonesia. Dengan statusnya yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, justru perlahan memicu adanya kerusakan lingkungan di kota ini.  Masyarakat yang kian lalai dan kurang memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan sekitarnya. Banyaknya lahan yang semula hijau, lalu disulap menjadi bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Tak jarang juga, taman kota yang semula hijau dalam sekejap berubah menjadi pusat-pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, apartemen, tempat-tempat makan, maupun gedung-gedung lainnya yang menjulang tinggi. Juga banyaknya masyarakat yang seringkali mendirikan usahanya di sepanjang bantaran sungai. Hal-hal inilah yang lalu menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yaitu adanya ketidakseimbangan ekologi dan memicu terjadinya pencemaran lingkungan yang pada akhirnya justru berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat sendiri.

Pencemaran sungai umumnya berasal dari limbah domestik maupun limbah non domestik seperti limbah dari perumahan, rumah sakit, perkantoran, pabrik dan industri. Sebanyak 13 sistem aliran sungai yang mengalir di wilayah DKI Jakarta sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Dengan demikian sungai di Jakarta ini merupakan tempat limpahan akhir dari buangan-buangan tersebut. Padahal sungai sendiri mempunyai banyak peranan yang sangat penting, antara lain sebagai sumber air minum, perikanan, peternakan, pertanian, serta usaha perkotaan lainnya. Seharusnya, pencemaran air sungai dan lingkungan sekitar perlu dikendalikan seiring dengan laju pembangunan yang terjadi di Kota Jakarta ini, agar peranan sungai dapat dipertahankan kelestariannya. Namun mirisnya, yang terjadi saat ini justru seolah kebalikannya.

Kondisi Kritis Sungai Jakarta

 Kepedulian masyarakat akan menjaga kebersihan lingkungan rasanya sudah hampir luntur. Seperti yang kini terjadi pada salah satu sungai terdalam di Kota Jakarta, Sungai Pesanggrahan. Kondisinya saat ini semakin menurun akibat masyarakat yang terus saja mencemari sungai dengan berbagai aktivitas yang dilakukannya. Seperti yang terjadi pada beberapa deretan usaha laundry konveksi yang berada persis di depan Sungai Pesanggrahan ini yang terletak di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.Salah seorang mandor disana mengakui setiap harinya mereka dapat mencuci hingga 2000 pakaian yang dikirim dari berbagai usaha konveksi yang sudah menjadi langganannya. Dalam mencuci pakaian tentunya digunakan obat-obatan dan rinso yang fungsi dan kandungannya kurang lebih sama dengan detergen. Setiap mesin cuci yang ada disana dapat mencuci hingga 120 potong pakaian dengan berbagai macam warna. Maka mesin cuci yang digunakan cukup banyak. Lalu, dapat dibayangkan kemana banyaknya hasil air cucian atau limbah tersebut mengalir? Ya. Beliau mengakui selama usaha laundry konveksi ini berdiri, mereka membuang air bekas cucian produk konveksi tersebut dengan dialirkan langsung ke Sungai Pesanggrahan tanpa terlebih dahulu diolah dengan baik. Alasannya selain mudah dilakukan, namun juga cepat tidak perlu memakan waktu banyak, tidak ribet dan tidak perlu mengeluarkan kocek yang besar untuk pengolahan limbahnya. Hal yang sama ternyata juga dilakukan oleh keempat usaha laundry konveksi lainnya yang berada di sekitar Sungai Pesanggrahan ini. Ini baru 5 dari usaha yang berada di sekitar Sungai Pesanggarahan yang diketahui membuang limbahnya langsung ke sungai, sedangkan masih banyak usaha-usaha lainnya yang mungkin saja melakukan hal yang serupa dengan mereka.

Kejadian yang serupa juga terjadi di Kali Cakung. Kelalaian masyarakat Jakarta terhadap kebersihan dan kesehatan sungai seolah sudah menjadi budaya. Sejumlah pengrajin tempe dan tahu yang mendirikan usaha di pinggiran Kali Cakung, Semper Barat, Jakarta Utara juga menjadi bagian dalam pencemaran yang terjadi di Kali Cakung. Seperti Sarbini yang sudah hampir 35 tahun menjadi pengrajin tempe dan selama itu juga beliau menjadi bagian dalam pencemaran air Kali Cakung. Setiap harinya beliau mengakui membuang air bekas cucian bahan baku pembuatan tempe langsung ke Kali Cakung. Menurutnya, membuang limbah pembuatan tempe tersebut adalah hal yang biasa, dengan alasan bila kalinya besar dan aliran airnya deras tidak akan menimbulkan bau apapun. Sehingga, banyak pengrajin tempe mendirikan usahanya di sepanjang pinggiran kali ataupun sungai yang berukuran besar di Kota Jakarta. Persepsi yang salah inilah yang terus saja menimbulkan peningkatan pencemaran sungai di ibukota.

Sarbini tidak sendiri, Parto seorang pengrajin tahu juga melakukan hal yang sama. Meskipun tempat usahanya tidak langsung berada di pinggiran Kali Cakung, namun setiap harinya beliau tetap mengalirkan air limbah tahu yang dihasilkannya langsung ke Kali Cakung. Persepsi yang dimilikinya ternyata sama dengan Sarbini, beliau bersikeras air limbah tahu yang dihasilkannya tidak akan menghasilkan bau apapun bila aliran sungai lancar karena air limbahnya panas, kecuali mengendap. Sedangkan, menurut penelitian yang telah dilakukan air limbah tahu mengandung bahan organik yang tinggi dikarenakan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu mengandung protein hingga 40-60 %, sehingga kemungkinan dapat menyebabkan tingginya nilai BOD. Limbah tahu juga memiliki kandungan 8640 mg/L COD, 297,5 mg/L total Nitrogen, dimana rasio COD : N yaitu 203 : 7. Limbah dengan nilai COD yang tinggi dan melebihi baku mutu air sungai tentu sangat berbahaya bagi lingkungan karena dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air dan nilai TSS yang tinggi juga akan menghambat masuknya cahaya ke dalam air dan akan mengganggu proses fotosintesis. Sehingga, bila air limbah tahu terus menerus langsung dibuang saja ke sungai selain dapat menyebabkan pencemaran, juga dapat merusak habitat biota dan mengurangi estetika akibat adanya ampas tahu di permukaan. 

Sebagai akibatnya tercatat sejak 2014 lalu hingga saat ini pencemaran sungai di ibukota mengalami peningkatan drastis. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat kualitas air sungai yang tercemar berat meningkat sebesar dua kali lipat, dari 32 % menjadi 65 %. UU tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan setiap usaha yang mengantongi AMDAL & UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. UKL-UPL sendiri adalah upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Sedangkan berdasarkan catatan ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) jumlah industri yang wajib AMDAL & UKL-UPL di DKI sebesar 3,4% dari keseluruhan sebanyak 29.400 industri. Dimana hanya sekitar 998 industri yang memiliki, yang dikategorikan memiliki potensi penghasil limbah yang berisiko besar. Sedangkan sisanya hanya SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup) saja. Sehingga dari segi pengawasan, petugas jauh lebih fokus terhadap industri yang memiliki AMDAL & UKL-UPL saja sedangkan industri lainnya yang hanya memiliki SPPL cukup diabaikan. Padahal, lama-kelamaan dari kumpulan limbah-limbah industri yang berisiko kecil, juga akan memberikan dampak yang besar. Sehingga seharusnya tidak boleh dibedakan pengawasan akan keduanya.

Mewujudkan Kembali Keasrian Sungai 

Mungkin beberapa penanganan telah dilakukan oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara  terhadap limbah industri rumahan seperti milik Sarbini dan Parto, salah satunya sosialisasi. Namun hasilnya masih kurang efektif, hari ini dilakukan sosialisasi kemudian besoknya mereka lupa dan tetap melakukan hal yang sama. Padahal semestinya sebagai ibukota, Jakarta bisa menjadi kiblat dalam pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan sungai. Sehingga saya berharap ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk menangani kasus-kasus yang terjadi saat ini. Memang benar adanya bahwa hal ini tidak bisa diselesaikan oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup sendiri, perlu adanya instansi lain dan pemerintah yang berwenang dalam kelestarian sungai di Jakarta, serta kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat sendiri. Selain itu, pengawasan akan industri baik yang memiliki AMDAL & UKL-UPL maupun yang hanya memiliki SPPL seharusnya tetap mendapat perlakuan yang sama dan dilakukan lebih ketat lagi dari sebelumnya. Adanya aturan pengelolaan limbah, penindakan dan pemberian sanksi yang lebih agresif dari DLH bagi yang masih melanggar juga sangat diperlukan dan diterapkan oleh seluruh pihak dari hulu hingga hilir, seperti pembongkaran saluran limbah illegal bahkan penyitaan agar pengusaha industri jauh lebih jera dan disiplin dalam mengelola serta membuang limbahnya ke sungai.Saya rasa juga diperlukan adanya peningkatan terhadap pemantauan kualitas air sungai secara online monitoring (dengan sensor) seperti yang telah dilakukan BPPT, dilakukan jauh lebih ketat lagi dan terus diterapkan secara optimal serta perlunya pengaplikasian IPAL sederhana baik di wilayah rumah tinggal maupun industri agar syarat baku mutu air limbah yang ada dapat terpenuhi. Namun menurut saya, bila hanya salah satu pihak saja yang berusaha dalam menjaga kualitas dan kesehatan lingkungan, apapun upaya yang dilakukan tidak akan berhasil sehingga diperlukan adanya kerja sama antar DLH, Pemda baik di hulu dan hilir sungai maupun masyarakat, agar masalah pencemaran sungai yang selama ini ada dapat teratasi. Sangat diperlukan kesadaran kolektif masyarakat agar lebih aware dalam menjaga kesehatan dan kualitas air sungai, evaluasi dan pembenahan program-program pemerintah agar berbagai upaya penanganan yang dilakukan berjalan dengan optimal dan penurunan tingkat pencemaran sungai di ibukota dapat tercapai. Terutama saya berharap agar Pemda setempat juga berusaha semaksimal mungkin untuk mengembalikan fungsi dan menjaga keasrian sungai di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun