Dalam menghadapi krisis iklim yang semakin mendesak, laporan dari Climate Action Tracker (CAT) menyoroti perlunya tindakan tegas dari pemerintah untuk menghentikan deforestasi dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Penilaian dari Climate Action Tracker (CAT) menunjukkan bahwa tindakan pemerintah Indonesia masih belum memadai karena 3 faktor utama. Pertama, meskipun Indonesia telah meningkatkan target pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions (NDC), penilaian CAT menempatkan target tersebut dalam kategori "Critically Insufficient," yang berarti langkah-langkah yang diambil saat ini tidak cukup untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris. Kedua, ketergantungan yang tinggi pada batu bara sebagai sumber energi utama terus menjadi penghalang besar bagi upaya pengurangan emisi. Ketiga, kebijakan dan tindakan iklim yang ada tidak konsisten dengan batas suhu 1,5°C, dan jika seluruh negara mengikuti pendekatan Indonesia, pemanasan global dapat mencapai lebih dari 4°C.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2023 tercatat mencapai sekitar 145.000 hektar, menunjukkan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya yang lebih tinggi. Peningkatan anggaran subsidi energi dalam RAPBN 2025 menjadi Rp 204,5 triliun menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga akses energi bagi masyarakat. Subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 114 triliun, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yang mencerminkan upaya untuk menanggulangi dampak inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Sementara itu, subsidi listrik juga naik menjadi Rp 90,2 triliun, seiring dengan peningkatan jumlah penerima subsidi. Namun, penting untuk memastikan bahwa subsidi ini tepat sasaran agar anggaran negara lebih efisien dan efektif.
Selain itu, dalam perbandingan global menunjukkan bahwa Indonesia tertinggal dalam komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca. Meskipun Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 31,89% pada tahun 2030, bantuan internasional mencapai 43,20%, realisasi pengurangan emisi masih lambat dibandingkan negara lain yang lebih agresif dalam penerapan kebijakan iklim. Sektor energi di Indonesia yang masih bergantung pada batu bara (67,21% dari  energi pembaruan), menjadi tantangan besar dalam mencapai target tersebut. Selain itu, meskipun ada kemajuan dalam inisiatif seperti Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang diterapkan sejak tahun 2010, menunjukkan beberapa kemajuan, namun pengurangan emisi secara keseluruhan belum memuaskan. Data menunjukkan bahwa laju deforestasi meningkat pada tahun-tahun awal implementasi REDD+, meskipun Indonesia berhasil mencegah lepasnya sekitar 70 juta ton emisi karbon, namun hanya berkontribusi sekitar 3% dari total target nasional.
Dengan data yang menunjukkan deforestasi  dan emisi karbon yang terus meningkat,  dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan mengganggu ekosistem, meningkatkan risiko bencana alam seperti kebakaran hutan dan banjir serta kesehatan masyarakat yang terancam akibat polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Inilah saatnya bagi pemerintah untuk mengambil langkah proaktif dalam menciptakan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Pemerintah harus bertindak tegas menghentikan deforestasi termasuk kebijakan penghentian deforestasi ilegal dan investasi dalam energi bersih serta beralih ke energi terbarukan. Selain itu, pemerintah dapat mengimplementasikan solusi yang berbasis pada penilaian CAT akan mendukung pencapaian target dalam perjanjian Paris dan menjaga keberlangsungan lingkungan serta ekonomi masyarakat, meliputi:
1. Pengurangan Emisi : Mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan, terutama dari sektor energi dan deforestasi.
2. Transisi Energi : Beralih dari energi fosil, seperti batu bara, ke sumber energi terbarukan yang lebih bersih, seperti tenaga surya dan angin.
3. Kebijakan yang Ambisius : Menetapkan target pengurangan emisi yang lebih ambisius dan konsisten dengan batas suhu 1,5°C.
4. Penerapan REDD+ : Memperkuat implementasi program REDD+ untuk mengurangi deforestasi dan meningkatkan pengelolaan hutan.
5. Kerjasama Internasional : Bekerjasama dengan negara lain untuk pertukaran teknologi hijau dan dukungan finansial dalam proyek keberlanjutan.
6. Pendidikan dan Kesadaran Publik : Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya aksi iklim dan perlunya perubahan perilaku untuk mendukung kebijakan pemerintah.
Dengan menerapkan solusi ini, Indonesia dapat lebih efektif dalam melawan tantangan perubahan iklim dan memenuhi komitmennya dalam Perjanjian Paris. Keberhasilan mitigasi perubahan iklim akan sangat bergantung pada keberanian pemerintah untuk melakukan transformasi energi dan meningkatkan investasi dalam teknologi bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H