Ditambah lagi, surat yang ditujukan untuk para Camat di seluruh Indonesia tersebut, berisi keterlibatan perusahaannya sendiri, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) pada program pemerintah dalam penanggulangan Covid-19 di desa-desa.
Belakangan, Andi Taufan Garuda Putra akhirnya meminta maaf serta mencabut surat tersebut. Uniknya, permohonan maaf tersebut juga ia tuliskan dalam bentuk surat, namun kali ini tidak dilengkapi dengan kop atau header apapun.
Namun demikian, belum jelas seputar apakah ada sanksi bagi Andi atas kesalahannya serta kepastian program tersebut akan tetap berjalan atau tidak, mengingat hal ini telah memicu kegaduhan di masyarakat dan bahkan di antara pejabat publik lainnya.
Selain kasus surat berkop Setkab, perhatian publik juga menyoroti beberapa stafsus milenial Presiden Jokowi yang menyandang status Chief Executive Officer (CEO) atau pemilik bisnis pribadi.
Selain Andi dengan Amartha yang bergerak di bisnis peer to peer landingnya, terdapat nama Putri Tanjung sebagai CEO Creativepreneur, Billy Mambrasar sebagai CEO Kitong Bisa, dan Belva Devara sebagai CEO Ruang Guru.
Khusus nama terakhir, saat ini sedang hangat dibicarakan seputar bisnisnya yang dinilai seolah mendapatkan privilege dalam keterlibatan pada program andalan Presiden Jokowi beranggaran cukup besar yaitu Kartu Prakerja.
Inilah yang saat ini menjadi polemik terhangat dikarenakan isu mencuat ketika eksekusi program telah berjalan. Lantas hal tersebut memantik pertanyaan mengenai apakah ada keterkaitan antara jabatan sebagai stafsus milenial dengan keuntungan mendapatkan “proyek” pemerintah tersebut? Dan apakah Stafsus Milenial hanya untuk ajang eksistensi dan mendapat profit saja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H