Bakat diberikan oleh Tuhan dan merupakan anugerah bagi yang memilikinya. Bakat yang kita miliki harus terus dilatih dan dikembangkan agar tidak hilang dan semakin meingkat skill atau kreativitas dalam melakukan bakat yang dimiliki. Bakat ada banyak sekali ragamnya atau yang dikenal dengan istilah Multiple Intelligence (Kecerdasan Jamak). Menurut Gardner dalam Rose: 150 dan Hoerr 2007: 15, terdapat 8 jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan Verbal-Linguistik (Kecerdasan dalam menggunakan bahasa), kecerdasan Logis-Matematik (Kecerdasan dalam merangkai alasan, mengenal dan mengatur pola – pola), kecerdasan Visual-Spasial (kecerdasan memahami gambar dan bentuk), kecerdasan Berirama-Musik (Kecerdasan berpikir tentang dunia musik), kecerdasan Jasmaniah-Kinestetik (Kecerdasan mengekspresikan ide atau perasaan menggunakan tangan guna mendapati maknanya), kecerdasan Interpersonal (Kecerdasan membaca tanda dan isyarat sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat), kecerdasan Intrapersonal (Kecerdasan pemahaman diri secara menyeluruh guna menghadapi, merencanakan, dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi), dan kecerdasan Naturalistik (Kecerdasan mengenal dan mengklasifikasi berbagai spesies termasuk flora dan fauna dalam suatu lingkungan). Kecerdasan-kecerdasan tersebut, terdapat kecerdasan di bidang akademik dan kecerdasan di bidang non akademik.
Berdasarkan stereotipe yang beredar di masyarakat luas, anak dianggap berbakat apabila ia pintar di bidang akademik. Seperti: sering mendapatkan nilai matematika yang tinggi atau menang dalam lomba Olimpiade Sains). Dari pengalaman saya di SMA, ada teman kelas saya, dia sering dispensasi ketika sedang persiapan mengikuti lomba baik itu saat masih jauh dari hari H lomba maupun saat sudah mendekati hari H lomba. Lomba yang diikuti adalah lomba paduan suara. Suatu hari, ada guru mata pelajaran yang mengatakan kepada murid – murid kelas saya ketika ia melihat surat dispensasi di mejanya dan setelah mendengar penjelasan dari ketua kelas yang mengatakan bahwa ada yang tidak bisa mengikuti Pelajaran hari ini dikarenakan sedang Latihan untuk persiapan lomba. Guru tersebut tidak excited dan malah menyangka bahwa si anak tersebut sengaja melakukan dispensasi untuk menghindari pelajarannya. Dari pernyataan guru tersebut, sebelumnya ia pernah melihat ruang kelas yang dijadikan tempat untuk latihan lomba paduan suara. Disana mereka sedang tidak latihan melainkan sedang mengobrol satu sama lain. Jika mendengar penuturan dari siswa tersebut, saat guru tersebut lewat mereka sedang istirahat, tentu saja mereka berhenti dahulu latihan paduan suaranya. Hal ini sangat berbeda dengan teman kelas saya yang lain, yang melakukan dispensasi untuk mengikuti lomba cerdas cermat Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan guru yang sama, guru tersebut memberikan reaksi yang sangat berbeda. Ia terlihat begitu excited dan mendoakan agar tim cerdas cermat perwakilan SMA saya yang beberapa anggotanya terdiri dari kelas saya, dapat memenangi lomba tersebut.
Mengapa bisa, ketika mengikuti sebuah perlombaan yang berbeda dengan tujuan yang sama. Yaitu untuk mendapatkan penghargaan, namun dipandang berbeda oleh guru. Hal ini bukan hanya sekali dua kali saja saya lihat, tetapi sangat sering, baik itu komentar dari guru ataupun masyarakat. Saya sendiri pun mengalami. Saya pernah mengikuti lomba teater, dan ketika dispensasi untuk latihan, disangka untuk menghindari Pelajaran dan bilang jika saya malas untuk belajar.
Padahal jika dilihat, skill atau kreativitas dari bakat non akademik yang dimiliki, tentu sangat berguna dan sangat diandalkan dalam dunia kerja dibanding bakat akademik. Dosen saya pernah cerita, bahwa teman – teman satu sekolahnya dulu saat dirinya duduk dibangku SMA, yang sering mengikuti olimpiade, cerdas cermat, atau lomba – lomba lainnya yang bersangkutan dengan akademik, saat ini banyak yang “biasa biasa saja”, dalam arti tidak menjadi seseorang yang dikenal luas. Bahkan ada yang kesulitan mencari pekerjaan. Sedangkan untuk teman – teman satu sekolahnya yang saat sekolah biasa – biasa saja, beberapa kali mengikuti lomba namun tidak diapresiasi oleh guru karena lomba yang diikuti seperti lomba olahraga ataupun menggambar, saat ini menjadi seseorang yang luar biasa. Bakat non akademik yang dimiliki, terus diasah. Bahkan skill atau kreativitas bakatnya terasah secara mandiri karena dipakai dalam kehidupan sehari – hari.
Sekarang, bagaimana cara kita menyikapi anak yang mempunyai bakat di bidang non akademik? Semua bakat merupakan anugerah dari Tuhan. Tidak sepantasnya kita merendahkan bakat dari orang lain. Jika kita meremehkan atau merendahkan bakat orang lain, sama saja kita meremehkan atau merendahkan anugerah Tuhan. Jadi, apapun bakat serta Tingkat kreativitas yang dimiliki oleh orang lain, kita harus menghargainya. Marilah menjadi seseorang yang mempunyai rasa toleransi yang tinggi terhadap sesama. Karena dengan belajar menghargai apa yang dimiliki orang lain, dapat mengurangi perbuatan buruk yang ada di dalam diri kita, seperti iri, dengki, merasa tidak adil, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, turut mendukung bakatnya. Mendukung bakat seseorang, bukan hanya berdampak terhadap diri orang lain yang kita dukung, tetapi juga berdampak terhadap diri kita sendiri. Saat kita memberikan dukungan, orang yang diberikan dukungan merasa bahwa ia tidak sendirian dalam mengembangkan bakatnya. Dukungan sangat berarti, terutama saat orang tersebut sedang berada di fase tidak percaya diri dengan bakatnya, baik itu disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Kita pun turut belajar dari orang tersebut mengenai bakat yang dimiliki. Bisa saja karena kita mengetahui proses orang tersebut, kita jadi termotivasi sehingga ikut menyukai dan ikut mempelajarinya.
Mendukung bakat orang lain, membantu kita mendekatkan diri kita dengan orang tersebut. Hubungan dapat tercipta saat kita melakukan komunikasi. Banyak cerita mengenai hubungan antara anak orang kaya yang bisa berteman dengan anak jalanan karena mereka saling mendukung bakat satu sama lain. Atau teman yang tadinya sekedar satu sekolah, hanya mengenal nama, bisa menjadi dekat karena punya kesamaan kesukaan, dan saling mendukung satu sama lain.
Dan yang terakhir, yaitu mengembangkan keterampilan bakatnya guna menjalankan kehidupannya. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bakat non akademik akan sangat berguna bagi kehidupan sehari – hari. Skill yang dimiliki berguna untuk pekerjaan yang digeluti oleh anak. Maka dari itu, sebelum menekuni pekerjaan, lebih baik dipikirkan secara matang pekerjaan yang ingin digeluti. Apabila sudah mempunyai skill yang bagus, lebih mudah bagi anak untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Bakat yang dimiliki seseorang, baik itu bakat pada bidang akademik maupun non akademik, memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada bakat yang lebih tinggi atau lebih baik. Bakat dikatakan lebih baik jika terus diasah dan dikembangkan sehingga bakat tersebut dapat kita gunakan dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya, semua orang terlahir dengan bakat yang berbeda – beda. Namun, jika tidak diasah bakat dapat hilang. Bagaimana kita mengembangkan bakat yang membuat bakat pada setiap orang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H