Hidayah datang di waktu yang tepat_
Terik menjalari seluruh tubuhku, asap rokok berkebul di depan warung. Aku berjalan membeli sabun dengan jajanan es krim di tangan. Saat itu, aku menggunakan setelan hodie putih dengan celana hitam ala casual, disertai sendal jepit dan rambut diikat. Entah mengapa aku berlagak seperti orang keren. Padahal hanya ke warung 100 m di sebrang depan rumah. Yaa, Mungkin inilah efek samping dari pubertasku.
Di langkah pulang, ku merasa ada yang memperhatikanku, ternyata benar gerombolan muslimah sedang melirik ke arah pakaianku. Yups Benar sekali, pakaian mereka sangat berbeda dengan pakaianku. Mereka berpakaian gamis disertai kerudung lebar seperti layangan yang menutupi aurat. Aku tak heran lagi, karena asal kalian tahu, rumah yang baru aku tempati ini berada dekat asrama wanita Pondok Pesantren Darussalam. Dan terkadang aku merasa kalau lingkungan baru ini tidak seperti diriku yang masih penuh bar-bar. Hehe. Tetapi di sisi lain aku tahu ini semua merupakan cita-cita orang tuaku untuk menua bersama iman dan taqwa.
Dan ketika gerombolan muslimah itu berjalan melewatiku, salah satu dari mereka berbisik bahwa diriku ini hina. Haha lucunya aku mengetahui bisikkannya karena ia berbisik tepat di sampingku. Aku pun berhenti. Kesal, marah, jengkel, yaa memang ada. Tetapi aku tetap berjalan tanpa menengok ke belakang. Aku hanya bisa mengacuhkan omongan mereka karena aku sadar bahwa ku tak pantas mengelak perkataannya yang benar apa adanya. Yang benar bahwa aku, kamu dan para manusia di bumi ini memang hina di hadapan Allah SWT. Hanya Allah lah yang maha sempurna. Bagaikan sebuah bola Permata yang tak ada tandingannya dengan bola plastik (manusia) yang selalu merasa sempurna.
Ku berjalan kembali empat Lima langkah, yaa terlihat lagi-lagi seorang wanita hijab berwarna putih. Dan kali ini, ia seperti sedang mengawasiku. Aku pun acuh terhadap wanita itu karena terbayang kata hina yang merasuk ke hati dari bisikan muslimah yang tadi. Namun ketika ku ingin melewatinya, wanita itu memanggil "Wahai anak muda tunggu sebentar, maukah kau memaafkan perkataan muslimah tadi?" Aku sedikit kaget dengan pertanyaannya bagaimana ia bisa tahu tentang bisikan wanita muslimah itu, padahal muslimah itu hanya berbisik tepat di sampingku. Kemudian aku bertanya "Mengapa aku harus memaafkannya? Aku kenal saja tidak". Kemudian wanita berhijab putih itu menjawab,
"Wanita muda saya tau engkau adalah wanita mulia yang berhati baik. Maafkan lah wanita tadi, sesungguhnya Allah itu Al-Afuw yang memaafkan dan menghapus dosa-dosa hamba-Nya sampai ke akar. Dengan engkau memaafkan perkataan muslimah itu, maka Allah akan melipat gandakan maaf dari engkau itu. Dan Insyaallah dengan maaf engkaulah yang akan menyelamatkanmu di akhirat, karena maaf engkaulah yang menutupi aurat dirimu yang engkau tampak-an sekarang." Jawab wanita itu sambil tersenyum.Â
Deg... perkataan muslimah yang kali ini sungguh menakjubkan hingga menusuk hati kecilku untuk saling memaafkan. Perkataan itu membuat hatiku berkata "Ya Allah, sang pencipta langit dan bumi. Sang pengampun dan pemberi hidayah. Maafkan lah segerombolan muslimah itu, ampunilah dosa-dosa mereka, tetapkanlah surga kepada mereka. Dan berikanlah mereka hidup dan umur panjang untuk selalu memuja dan memuji engkau yaa Allah. Dan ampunilah Hambamu yang satu ini ya Allah, yang tak bisa menjaga aurat dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran ini. Ampunilah para hambamu ini yaa allah karena tanpa sadar kami telah saling menghakimi satu sama lain, dan selalu merasa bahwa kami lebih baik dan sempurna dari orang lain. Padahal sudah jelas bahwa kesempurnaan hanya milik engkau ya Allah. Sang pencipta dan penguasa pencakar langit, bumi, dan alam semesta." Tanpa sadar aku merenung, meneteskan banyak air mata. Segera ku usap air mata yang ingin terjatuh itu dan menengok ke kanan, melihat wanita muslimah menawan itu berjalan perlahan-lahan menghilang dari hadapan.
"Masyaallah... Sungguh Indah wajah, hati, dan perkataannya. Semoga beliau mendapatkan surga engkau ya Allah. Aamiinn" aku pun kembali berjalan sambil berandai-andai apakah aku bisa menjadi seperti wanita itu??
Ketika di pinggir jalan raya bersiap menyebrang untuk pulang, kulihat seorang wanita tanpa hijab sedang membenarkan riasannya. Wajahnya sungguh cantik, namun ia masih membuka auratnya sepertiku. Aku pun berdoa di dalam hatiku "Yaa Allah, maafkan lah wanita itu dan berikanlah ia hidayah engkau ya Allah, sesungguhnya engkaulah al-Afuw yang memaafkan para hambanya hingga ke akarnya. Aamiinn"
Setelah mengusap wajah sehabis berdoa, ku melihat wanita itu menyebrang tanpa mengamati lampu lalu lintas. Terlihat sebuah mobil truk pengangkut pasir berwarna hijau sedang mengarah kencang ke arah wanita itu. Tanpa pikir panjang, aku berlari ke arah wanita itu sekuat tenaga. Langkah demi langkah tanpa sadar aku lalui dan mendorongnya ke arah trotoar. Kulihat wanita itu terjatuh dengan high heels yang ia gunakan. Dress ketat terbuka yang ia gunakan pun terkena tanah trotoar hingga kotor. Namun ketika itu juga aku merasa ada dentuman keras menabrak ke arah badanku. Entah mengapa aku merasa lemas, tubuhku merasa dingin, napasku terasa sesak, dan perlahan-lahan aku mengantuk. Aku pun menutup mataku dan anehnya terlintas bayangan wanita hijab putih yang menceramahi dan memberikan hidayah kepadaku tadi. Ia menggenggam tanganku dan menarik nya. Aku pun berdiri dan sambil dituntunnya ia mengajakku untuk pergi berjalan bersamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H