Mohon tunggu...
Adelia Alifatunnisa
Adelia Alifatunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Untuk memenuhi tugas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apakah "Indonenglish" hanya sekedar campuran kata-kata?

24 September 2024   13:33 Diperbarui: 24 September 2024   13:42 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika seorang influencer Instagram memposting kontennya dan tertera caption 'Outfit of the day aku hari ini super comfy banget!', ia tidak hanya berbagi informasi tentang pakaiannya, tetapi juga merepresentasikan sebuah fenomena kebahasaan yang semakin mengakar di Indonesia. Di tengah arus globalisasi yang tak terbendung, bahasa Indonesia menghadapi tantangan baru: fenomena "Indonenglish". Sebuah fenomena di mana penggunaan bahasa Indonesia  dan Inggris bercampur dalam percakapan sehari-hari dan ini menjadi tren yang tidak dapat dihindari di kalangan generasi muda Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Fenomena ini tidak hanya memperlihatkan perubahan dalam cara berkomunikasi, tetapi juga memperlihatkan perubahan sosial dan perubahan budaya di Indonesia.

Esai karya Bapak Bernando J Sujibto yang berjudul "Sensasi Indonenglish Vs Pemajuan Kebudayaan" ini membahas suatu fenomena "Indonenglish" yang merupakan bagian dari praktik budaya popular. Penulis mendefinisikan "Indonenglish" ini adalah praktik berbahasa campuran, antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Penulis menjelaskan bahwa penggunaan Indonenglish awalnya terbatas pada kota-kota besar saja dan dipopulerkan oleh selebritas. Namun, semakin berkembangnya teknologi dan media sosial hingga hari ini, fenomena ini telah menyebar luas ke berbagai pelosok negeri. Penulis juga memperlihatkan dampak apa saja yang akan terjadi terhadap kebudayaan dan identitas nasional  jikalau dari penggunaan bahasa campuran ini semakin beragam dan tersebar luas di Indonesia.

Dalam esai yang ditulis oleh Bapak Bernando J Sujibto ini, Beliau memperkenalkan saya beberapa kosakata baru seperti sebutan "Indonenglish" yang ternyata perpaduan bahasa Indonesia dan Inggris yang pernah saya dengar dari teman semasa SMA. Selain mengetahui sebutan "Indonenglish," saya juga diperkenalkan dengan "Captive mind." Sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Syed Hussein Alatas untuk menjelaskan bagaimana masyarakat yang sering kali merasa inferior dan terjebak dalam cara berpikir yang terbatas. "Captive mind" dalam esai ini ternyata produk nyata yang dimana kita dipengaruhi oleh bahasa Inggris dari budaya luar. Apabila pengaruh dari budaya luar tersebut masuk dan tidak terkendali, maka akan berdampak sangat membahayakan untuk kebudayaan dan identitas nasional. Sebagaimana jika penggunaan "Indonenglish" ini semakin meluas dan sering digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah tersingkirnya bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional kita. Jika hal tersebut terjadi, maka Indonesia akan kehilangan identitasnya bahasanya, yaitu bahasa Indonesia.

Menurut saya, esai yang ditulis oleh pak Bernando J Sujibto sudah berhasil menarik perhatian para pembaca dikarenakan mengangkat isu yang relevan dan penting dalam konteks kebudayaan dan bahasa Indonesia. Penulis juga berhasil menjabarkan argumennya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Secara keseluruhan, penulis berhasil memberikan wawasan yang mendalam mengenai dinamika sosial dan budaya di Indonesia, serta mengajak pembaca untuk lebih peduli terhadap pemajuan kebudayaan nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun