Mohon tunggu...
Adelia Adistya
Adelia Adistya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi semester 4 Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Navigasi Berdaulat: Mengarungi Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kebebasan Navigasi Indonesia

23 Mei 2024   17:45 Diperbarui: 23 Mei 2024   18:02 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara maritim yang berdaulat. Dalam upaya menjaga kedaulatan wilayah perairannya, Indonesia masih menghadapi tantangan geopolitik yang kompleks akibat sengketa di wilayah Laut China Selatan. Laut China Selatan dikenal sebagai sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan menjadi jalur perdagangan internasional yang strategis. Ancaman konflik di kawasan ini bukan hanya sekedar kemungkinan, melainkan sebuah realitas yang terus-menerus mengintai kebebasan navigasi yang merupakan hak kedaulatan bagi Indonesia. Kawasan ini juga telah menjadi subjek klaim territorial yang tumpeng tindih oleh beberapa negara seperti China, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Taiwan.

 

Salah satu klaim yang cukup agresif dilakukan oleh China melalui 'Nine-Dash Line' yang berdasarkan pada sejarah. Klaim ini berbeda dengan klaim dari negara-negara lain, yang sebagian besar menggunakan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) sebagai landasan hukum dalam menentukan batas Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE). Klaim 'Nine-Dash Line' China tidak hanya menyebabkan pertentangan terkait integritas teritorial negara-negara di kawasan, tetapi juga mengancam prinsip kebebasan navigasi yang telah dijamin oleh hukum internasional UNCLOS. Dalam UNCLOS menetapkan bahwa kapal-kapal dari semua negara berhak berlayar di ZEE negara lain. Namun, berhenti dan berlabuh hanya diperbolehkan dalam keadaan tertentu, misalnya force majeure. Tidakan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati untuk melindungi kepentingan negara bendera kapal dan negara pantai.

 

Hingga saat ini telah terjadi beberapa insiden yang secara langsung merugikan integritas kedaulatan wilayah perairan Indonesia seperti pengejaran kapal nelayan oleh kapal penjaga pantai asing khususnya kapal penjaga pantai China. Kejadian ini telah menjadi bukti nyata pelanggaran kedaulatan dan memicu ketegangan diplomatis yang signifikan antara China dan Indonesia. Masuknya kapal-kapal asing tanpa izin ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna, telah menunjukkan betapa pentingnya menjaga kedaulatan navigasi wilayah Indonesia.

 

Secara resmi, Indonesia telah menetapkan untuk tidak menjadi negara pihak dalam sengketa teritorial di wilayah Laut China Selatan. Akan tetapi, Indonesia tidak dapat mengabaikan dampak dan ancaman yang mungkin ditimbulkan akibat hadirnya ketegangan sengketa teritorial di wilayah Laut China Selatan. Hal tersebut karena sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berada dalam area yang diklaim oleh China. Selain itu, secara letak geografis wilayah tersebut berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia. Klaim 'Nine-Dash Line' China, juga menimbulkan ambiguitas dalam akses dan pengelolaan sumber daya alam, yang berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi Indonesia, khususnya di sektor perikanan dan energi.

 

Keadaan ini selanjutnya menimbulkan sebuah pertanyaannya terkait bagaimana Indonesia dapat mempertahankan hak navigasinya tanpa terjebak dalam pusaran konflik yang lebih besar di kawasan Laut China Selatan?. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan meninjau pendekatan multilateral dan diplomasi yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan navigasinya. Indonesia harus terus mempertegas respon yang terukur dari Indonesia untuk melindungi hak-haknya tanpa memicu konflik lebih lanjut. Kemudian Indonesia perlu menjalin kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lain untuk memastikan bahwa semua pihak menghormati hukum internasional. Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama maritim dengan negara-negara lain, dan terus mendorong dialog dan kerja sama regional untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.

 

Di tengah ketegangan ini, Indonesia juga harus terus mengedepankan diplomasi yang efektif dan upaya kolaboratif antar semua pihak terkait bahkan komunitas Masyarakat. Indonesia harus membangun kapasitas pertahanan maritimnya tidak hanya dalam hal kapabilitas militer, tetapi juga dalam penegakan hukum dan keamanan laut misalnya melalui badan keamanan laut. Hal ini termasuk peningkatan patroli di ZEE, pengembangan infrastruktur kelautan, dan peningkatan kerjasama dengan mitra internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun