Dalam hukum Islam, akad atau perjanjian merupakan elemen penting dalam transaksi muamalah, baik itu jual beli, sewa menyewa, atau bentuk kontrak lainnya. Agar suatu akad sah secara syar'i, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yang dikenal dengan rukun akad. Rukun akad ini mencakup tiga elemen utama, yaitu pihak-pihak yang berakad, objek akad, dan ijab qabul. Setiap elemen ini harus sesuai dengan ketentuan syariah agar transaksi tersebut dianggap sah.
1. Pihak-Pihak yang Berakad
Rukun pertama dalam suatu akad adalah adanya pihak-pihak yang berakad. Pihak-pihak ini harus memenuhi beberapa syarat, seperti:
a. Kemampuan mental dan fisik: Pihak yang berakad harus berakal sehat dan mampu melakukan perbuatan hukum. Artinya, orang yang tidak sadar (misalnya orang gila) atau belum dewasa (anak-anak) tidak sah berakad.
b. Iradah (keinginan yang bebas dan sadar): Kedua belah pihak harus memberikan persetujuan secara sadar tanpa paksaan. Jika salah satu pihak dipaksa atau dalam keadaan tertekan, akad bisa batal.
c. Kepemilikan atau hak atas objek akad: Pihak yang terlibat juga harus memiliki hak untuk melakukan transaksi terhadap objek akad tersebut. Misalnya, seseorang yang menjual barang yang bukan miliknya tidak sah melakukan jual beli.
Jika kedua pihak telah memenuhi syarat-syarat ini, maka rukun pihak-pihak yang berakad dapat dikatakan sudah terpenuhi.
2. Objek Akad
Rukun selanjutnya adalah objek akad. Objek akad harus jelas dan dapat diserahterimakan, baik berupa barang, jasa, atau hak tertentu. Agar objek akad sesuai dengan syariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Halal: Objek yang diperjualbelikan atau menjadi bagian dari akad harus halal menurut hukum Islam. Misalnya, menjual barang haram seperti alkohol atau daging babi jelas tidak sah.
b. Jelas dan pasti: Objek akad harus jelas dan tidak menimbulkan keraguan. Dalam jual beli, misalnya, barang yang dijual harus teridentifikasi dengan baik, baik secara fisik maupun karakteristiknya.