Kita tidak hidup sendirian. Kita hidup bersama dengan orang lain. Bila kita hidup sendirian di dunia, maka kata “internalisasi demokrasi dan aktualisasi integrasi” tidak memiliki arti apa-apa. Kedua hal ini harus memiliki dan mendapatkan tempatnya di dalam hati kita. Perjalanan manusiawi ini membutuhkan ruang gerak yang tanpa tekanan. Yang dimaksud ialah sebuah pergerakkan di mana manusia dapat menghadirkan dirinya dalam kedemokrasiannya, secara khusus dalam kebebasannya. Oleh karena itu, [3]mewujudkan demokrasi bukan hanya sekedar membangun sistem, mekanisme, prosedur politik, tetapi juga harus membangun lembaga-lembaga atau institusi yang sifatnya mengandung unsur keadilan. Demokrasi juga bukan sekedar gambaran atau deskripsi tentang kekuasaan yang ada di dalamnya, tetapi bagaimana sistem pemerintahan itu dijalankan. Demokrasi ini menyangkut sebuah pandangan hidup yang menjadi referensi bagi perilaku politik warga masyarakat. Hal ini juga sebagai sebuah pross internalisasi yang mengutamakan kesetaraan, Demokrasi dapat berlangsung dengan memiliki kesepakatan dalam merumuskan hal-hal yang komprehensif dan koheren satu sama lain dalam bingkai “Bhineka Tungga Ika”.
Demokrasi dalam ranah dan pandangan Sokrates
Sokrates kerapkali menentang sistem pemerintahan di Athena pada zamannya. Ia bukan membenci demokrasi, tetapi ia ingin bertumpu dan berlandaskan pada kebenaran yang memerdekakan. Kerapkali kekuasaan itu dipergunakan untuk sebuah ambisi tertentu. Penguasa menjalankan kekuasaannya secara unjust. Kehidupan mereka kerapkali didominasi oleh investasi pikiran dari pemerintah. Di Indonesia pun, hal semacam ini kerapkali terjadi. Kita sering melihat bagaimana situasi politik yang tidak kondusif bagi masyarakat kita, secara khusus dalam perwujudan indonesia yang berdemokrasi. Hukum di negara kita itu tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Sebenarnya, demokrasi yang menjadi unsur yang hakiki itu harus bersifat merata bagi siapa saja. Negara kita dalah sebuah negara hukum. Negara yang kaya akan aturan. Namun,senyatanya aturan hanya sebatas formalitas belaka. Memang ada hitam di atas putih, tetapi hal itu tidak menjamin terwujudnya demokrasi yang ideal secara keidelogisan bangsa indonesia.
Oleh karena itu, sebagai suatu bangsa yang berideologikan pancasila, kita harus memberi ruang dalam kehidupan berdemokrasi. Sistem demokrasi ini hendaknya bukan sekedar sistem formalitas, tetapi sistem real menurut realitas bangsa kita. Socrates ketika mengkritik pemerintah di Athena adalah sebagai suatu langkah untuk menunjukkan kesejatian dari sebuah sistem demokrasi. Bahwa setiap penguasa tidak boleh berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Sistem ini hendaknya mampu memajukan kehidupan suatu negara. Bagi Sokrates, keadilan adalah hal utama yang harus ada dalam sebuah demokrasi. Jika terjadi ketimpangan di dalamnya, maka hanya akan mengaburkan makna dari sebuah sistem demokarsi. Oleh karena itu, sistem demokrasi hendaknya dijalankan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, akan terciptalah sebuah negara yang adil, makmur dan sejahtera.
Penutup
Negara yang berdemokrasi adalah negara yang menganut paham keadilan. Demokrasi juga bukan sekedar gambaran atau deskripsi tentang kekuasaan yang ada di dalamnya, tetapi bagaimana sistem pemerintahan itu dijalankan. Demokrasi ini menyangkut sebuah pandangan hidup yang menjadi referensi bagi perilaku politik dan habitus warga masyarakat. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik kita harus mampu hidup dalam taraf demokrasi yang sejalan dengan ideologi bangsa kita. Untuk mewujudknnya kita perlu menyadari peranan dan tanggungjawab kita sebagai warga negara Indonesia. Sebagaimana diungkapkan oleh Sokrates, bahwa negara yang berdemokrasi adalah negara yang berjalan dalam asas kebenaran, kebebasan yang tetap berada di jalur hukum dan berpusat pada asas keadilan.
Daftar Pustaka