Mohon tunggu...
Adel Kalibar
Adel Kalibar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Penyair

Menulis Membentuk Keabadian - Hidupmu adalah bait puisimu https://adelbertus88.wordpress.com/ https://www.kompasiana.com/adelbertus

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Negeri Tanda Tanya?

14 Januari 2014   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Adelbertus Asisi

Sebuah negeri dimana kita berpijak sekarang ini, yang telah membuat kita bangga tinggal didalamnya, yang telah menaruh harapan besar bagi kita semua. Sebuah negeri bagaikan taman safari yang selalu kita junjung tinggi, tetapi tidak tahu kah kalian ternyata masih penuh dengan tanda Tanya yang sangat besar. Masalah demi masalah terus bermunculan di negeri tercinta ini. Para pemimpin yang katanya sebagai ujung tombak penegak keadilan negeri ini malah membuat negeri ini mengalami kemunduran secara teratur. Semakin litanya jaringan “tikus-tikus” negeri ini seakan merekan telah membentuk suatu “kerajaan” sendiri yang sangat sulit sekali di tembus oleh pihak luar. Betapa litanya mereka sehingga segala bentuk hukum-pun tidak mempunyai arti dimata mereka. Masih panas di telinga kita tentunya beberapa kasus koruptor yang dilakukan oleh penegak keadilan di negeri ini yang membuat kondisi semakin semrawut. Pertanyaanya, kapan negeri ini benar-benar bersih dari segala permainan seperti ini?, sebuah teater yang sedang di pertunjukan yang di perankan oleh tokoh-tokoh utama negeri ini sehingga akan berakhir tanpa sebuah ending. Kita sedang menonton sebuah teater yang sedang mencapai klimaks dan tidak akan pernah selesai. Banyak keluhan dan tindakan yang dilakukan hanya bersifat sporadis dan lama-kelamaan hilang. Wewenang yang diberikan hanyalah menjadikannya sebagai kasur yang membuatnya tidur dengan nyenyak. Mau dibawa kemana negeri ini, jika didalamnya terus dipertunjukan sebuah teater tanpa ending.

Dari masa ke masa, kondisi berbangsa dan bernegara mengalami kemunduran yang sangat drastis. Mulai dari krisis moral pemimpinnya, pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, hingga hilangnya akal sehat para pemangku kepentingan. Kewajiban dalam memberikan tanggung jawab yang berkeadilan terhadap warga Negara pun jadi terabaikan. Dari beberapa kasus yang kita jumpai sekarang ini semuanya berkaitan bagaimana pemerintah dalam kesehariannya memberikan pelayanan yang setengah hati, sehingga semua pratik negatif yang terjadi, baik kekerasan aparatur Negara, pembinaan Negara terhadap ulah sekelompok masyarakat, serta krisis moral yang semakin mengkhawatirkan.

Korupsi sudah menjadi isu yang menjadi pembicaraan sehari-hari masyarakat Indonesia. Para koruptor sudah menjadi artis dadakan yang menghiasi pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik. Bahkan kalau dilakukan survei berkaitan siapa yang lebih terkenal artis sinetron atau koruptor sekelas Akhil Mohtar, maka jawabannya bisa saja Akhir Mohtar. Ini menunjukan bahwa Indonesia bisa dibilang negeri para koruptor, disana mereka membentuk “kerajaan” sendiri, sehingga mereka semakin liat untuk di tembus. Mereka lebih dikenal dari pada artis sinetron sekalipun.

Tidak ada tindakan yang lebih tegas dan hukum yang tegas pula untuk masalah yang satu ini. Coba kita lihat sekarang ini, dengan banyaknya koruptor yang dijebloskan ke penjara, pelaku belum tentu kapok. Pada prinsipnya, efek jera dari sanksi yang diberikan tidak berdampak pada menurunya jumlah para koruptor. Mereka sudah mengetahui permainan hukum yang dimainkan oleh para penegak keadilan bagi mereka yang korupsi, jadi membuat mereka leluasa untuk bertindak dan tidak berpikir panjang untuk menjadikan diri mereka menjadi sang koruptor yang handal. Hal ini menunjukkan bahwa harus ada sanksi yang tegas yang mengatur dan memberikan efek jera sehingga ada ketakutan untuk melakukan korupsi terhadap uang Negara.

Korupsi telah berada dalam denyut nadi dan nafas kehidupan negeri ini, membuat negeri ini menjadi negeri tanda Tanya ?. sehingga tidak heran jika popularitas bangsa ini tetap bertahan sebagai Negara yang terkorup didunia. Bagaimana tidak, bahwa setiap dimensi sosial telah menjadi ruang terbuka manifestasi serta implementasi dari praktik busuk ini. Korupsi bukan menjadi monopoli bagi penguasa dilembaga eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif melainkan telah berubah kearah milik publik secara luas. Dengan kepemilikan secara meluas tersebut membuat korupsi mendapat legalisasi darimasyarakat sehingga upaya pemberatasanya pun mengalami hambatan kesulitan.

Jangan salahkan masyarakat kemudian berpandangan, jikalau bangsa ini sudah mengalami krisis moral. Krisis moral yang mengantarkan pada hilangnya akal sehat dan lahirnya para pelaku yang menyesatkan bangsa yang besar ini. Hal ini didukung oleh fakta yang menunjukkan grafik para koruptor semakin hebat dan mengkhawatirkan setiap tahunnya. Triliunan uang negeri ini ludes akibat keserakahan segelintir orang yang memiliki kepentingan dan kekuasaan.

Semakin korupsi merajalela dan menguasai negeri tercinta ini, semakin jauh cita-cita para pendahulu bangsa kepada Indonesia yang berkeadilan, berprikemanusiaan, dan berketuhanan. Siapa yang menyangkal, jikalau kemudian ada wacana bahwa semakin besar kesempatan korupsi disebuah Negara maka Negara itu menuju ambang kehancuran. Sebuah bentuk dari kegagalan dalam memberikan sisi baik bagi masyarakat sehingga sekali lagi masyarakat kemudian merasa tertipu, dihadapkan kepada persoalan korupsi yang dilakukan oleh pemangku kekuasaan.

Membangun kesadaran adalah satu diantara misi negeri ini untuk menuju masyasrakat yang berkeadilan, berprikemanusiaan, dan berketuhanan. Dengan kesadaran itu pulalah maka bangsa ini akan semakin dihormati bukan malah dikucilkan, dengan pemerintah semakin tegas dan hukum menjadi panglima, maka Indonesia akan menuju babak baru dalam masyarakat yang bermartabat dan bermoral. Semoga. ****

Penulis,

Adelbertus, S.Pd.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak

Kalimantan Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun