Oleh: Adel Kalibar
Suatu ketika saya sebagai Bahasa Indonesia hendak mengirimkan satu orang peserta didik saya untuk mengikuti lomba baca puisi tingkat nasional yang diselenggarakan oleh satu di antara Sekolah Menengah Atas (SMA) terbaik yang ada di Yogyakarta. Perlombaan dalam rangka Bulan Bahasa 2022 dan akan diumumkan pada puncak peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022. Waktu tersisa dua hari lagi bagi saya di batas akhir pengiriman karya lomba, karena perlombaan masih diselenggarakan secara online.
Singkat cerita, saya meminta peserta didik saya agar latihan berbasama di ruang kelas. Siswi saya ini yang saya pilih Namanya Gloria Stefani Timisela duduk di kelas 8A. anaknya pintar, cerdas, dan aktif. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia nilainya selalu tinggi dan ketarmpilannya juga bagus. Maka saya yakin memilih dia untuk mengikuti lomba baca puisi ini. Dari sekolah kami sebetulnya mengirimkan dua kandidat yaitu untuk lomba pidato dan baca puisi.
Hari pertama kami akan mulai latihan, saya sudah menyiapkan contoh video pembacaan puisi juara 1 yang diambilnya dari youtube. Gloria kemudian saya minta latihan dan mengikuti sesuai yang ada dalam video tersebut, namun beberapa kali alhasil dia masih belum bisa dan tidak mengerti, sampai akhirnya saya mencari video lain yang mungkin bisa dia ikuti dan masih belum berhasil juga. Kemudian dia mengatakan "sulit Pak, saya tidak bisa. Saya belum pernah ikut lomba baca puisi pak Adel. "
Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore, sudah hampir dua jam kami latihan. Beberapa guru lainnya ikut masuk keruangan tempat kami latihan, kemudian bertaya kepada saya, "bagaimana pak Adel, bisakah Gloria berpuisi?" jawab saya "belum Bu, Gloria masih belum berani bersuara sama sekali."
"Ayo Gloria semangat, kamu pasti bisa. Lihat pak Adel sudah semangat, ayoo bisa yuukk..." Lanjut beberapa guru lainnya memberikan semangat kepada Gloria.
Sesekali saya menbacakan secara langsung puisinya dengan suara yang sedikit lantang dan anak didik say aini masih belum berani bersuara apalagi berekspresi sesuai irama puisinya. Puisi yang saya pilih untuk dia adalah puisi karya Chairil Anwar dengan judul Karawang Bekasi. Saya memilih puisi ini juga sebetulnya sesuai dengan karakter anaknya yang sedikit tegas.
----
Hari berikutnya setelah pengambilan raport tengah semester, kami akan memulai latihan kembali, ini adalah hari terakhir latihan dan besoknya hasil karya dalam bentuk rekaman video akan segera dikirimkan. Kali ini saya tidak akan memutarkan video untuknya. Kami masuk keruang latihan dan nantinya akan langsung diambil rekaman. Gloria saya minta latihan sendiri masih juga belum bisa, saya hampir putus asa.
Kemudian akhirnya dia berkata, coba Bapak dulu, Bapak membacakan puisi perlarik serentak dengan ekspresi gerak dan mimik nanti saya akan mengituki Bapak.Â
Saya terdiam sejenak, kemudian berkata "baiklah, kamu ikuti Bapak" dengan perlahan dan penuh sabar saya membacakan puisi disertai gerak dan mimik yang menunjukan ekspresi yang sesuai. larik demi larik, bait demi bait, dan berulang beberapa kali sampai larik terakhir sambil Gloria juga mengikuti saya mebacakan puisi tersebut. Setelah itu barulah anak ini berani bersuara dan membacakan puisi tersebut dengan baik, sayapun serenta terkejut tenyata Gloria menjadi sangat baik. Tidak perlu waktu lama akhirnya kami berhasil mengambil rekaman video pembacaan puisi yang terakhir setelah di ulang hingga lima kali.