Para tenaga medis, dokter, suster, dan
Seluruh tenaga kesehatan lainnya
Kalianlah mentari kehidupan
Dan senja keindahan dalam kehidupan.
Tetaplah tersenyum dan bungkuslah
Tubuh kalian dengan rapi dan aman
Janganlah duduk di sudut-sudut lorong
Kemudian tangan kalian memeluk
Kedua lutut yang sudah mulai lelah itu.
Jika kalian lelah, beristirahatlah
Namun jangan pernah berhenti.
Karena pekerjaan belum selesai.
Karena tugas Negara belum selesai
Karena hidup tak pernah selesai.
Jika kalian lelah, ingatlah berapa banyak
Jenis orang yang telah kalian sembuhkan.
Jika kalian ingin berhenti, ingatlah
Negara masih membutuhkan kalian.
Jika kalian ingin selesai, ingatlah
Bencana negeri ini belum berakhir .
Jika kalian menangis, ingatlah
Akan air mata dan hujan yang tumpah
Bersama di jalan-jalan raya, di rumah-rumah
Dan di kota-kota, bahkan kampung-kampung.
Doa-doa terus menghujani langkah kaki dan
Pergerakan tangan kalian. Begitu juga dengan
Keselamat dan kesehatan kalian. Agar kalian tetap
Tegar dan air mata hanya sebatas kata-kata dan kiasan.
Ada air mata paling amin
Menunggu di rumah tak berhenti
Isak tagis menyelimuti pagi dan malam.
Berjuang melawan maut bagi banyak
Jenis orang yang tak berdaya dan tak punya daya.
Di antara hidupmu dan deru maut tak terlihat
Jarang jauh, bahkan hanya sebatas telunjuk
Mungkin bahkan sangat dekat dan melekat.
Sebagai pelukan paling amin, ada isak tagis
Yang menguatkan agar kalian tampil lebih kuat.
Kami berada dekat, bahkan sangat dekat
Dengan nadimu sambil bersua dan air mata
Memeluk, memuja kesedihan kalian yang
Berada di pucuk maut.
Adelbertus,
April 2020
"Puisi ini saya persembahkan kepada seluruh tim medis
Dan para dokter dalam menangani korban Covid-19"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H