Mohon tunggu...
Ade Yayang Latifah
Ade Yayang Latifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya seorang mahasiswa sastra Indonesia di Universitas Pamulang

Nama saya Ade Yayang Latifah. Saya adalah seorang disabilitas, dan saya seorang mahasiswa sastra Indonesia. Hobi saya adalah bernyanyi, minat saya adalah public relation dan dunia public speaking. Konten paforit saya adalah berita terbaru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Unsur Sosial pada Novel Janji Karya Tere Liye

12 Desember 2023   21:31 Diperbarui: 12 Desember 2023   22:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Novel "Janji" karya Tere Liye menggambarkan perjalanan hidup tiga individu yang dikenal sebagai Tiga Sekawan di Pesantren Kahar, Baso, dan Hasan. Kejenakaan mereka mencapai titik puncak ketika tindakan nakal mereka memanggil perhatian Buya, seorang guru dan pengurus pesantren. Tiga Sekawan dihadapkan pada keharusan mengakui kesalahan mereka, namun alih-alih mengakui, mereka malah mencari alasan yang bervariasi. Bahkan, ada desas-desus di kalangan santri bahwa Buya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan hewan, membuatnya mampu dengan mudah mengetahui ulah nakal Tiga Sekawan. Sebelum Buya menjatuhkan hukuman kepada Tiga Sekawan, ia berbagi kisah tentang masa lalu ayahnya dan kehadiran Bahar Safar, seorang santri yang lebih nakal dari mereka bertiga. Bahar Safar, yang pada masa lalu pernah membakar pesantren, menjadi poin krusial dalam perubahan dinamika sosial di novel ini. Buya sendiri melanggar janjinya dengan mengeluarkan Bahar, meskipun Bahar memperingatkan bahwa Buya tidak akan mengeluarkan santrinya dengan alasan apapun. Melalui cerita perjalanan hidup Bahar, pembaca diajak untuk merenungkan nilai-nilai sosial yang melibatkan keadilan, penyesuaian, dan perubahan. Buya, sebelum wafat, bermimpi tentang Bahar dalam sebuah perjalanan di gurun pasir yang sangat simbolis. Perjalanan ini tidak hanya memengaruhi keputusan Buya untuk memberikan hukuman kepada Tiga Sekawan untuk mencari Bahar, tetapi juga membuka mata pembaca terhadap perbedaan citra sosial Bahar di antara sesama santri dan masyarakat luas. Cerita perjalanan hidup Bahar menjadi sebuah kisah yang memperlihatkan kompleksitas nilai sosial. Pembaca disuguhkan pada sebuah perjalanan spiritual dan moral di mana Bahar, yang awalnya dianggap sebagai pelanggar aturan yang serius, mengalami transformasi menjadi pribadi yang penuh kasih dan dermawan. Mimpi Buya tentang Bahar di gurun pasir memberikan dimensi simbolis yang mendalam, menciptakan lanskap batin yang mempertanyakan norma sosial dan pandangan stereotip. Perjalanan Buya dalam mewujudkan mimpi tersebut menjadi tonggak awal bagi petualangan Tiga Sekawan, yang diutus untuk mencari Bahar. Pergeseran fokus dari ketidakpatuhan Tiga Sekawan ke perjalanan pencarian Bahar memberikan kesempatan bagi pembaca untuk menyaksikan bagaimana konsep sosial dan moral dapat mengalami pergeseran ketika kita melibatkan diri dalam pengalaman dan pembelajaran. Dengan adanya perbedaan citra sosial Bahar di antara sesama santri dan masyarakat luas, novel ini memberikan gambaran tentang dualitas persepsi sosial. Meskipun Bahar dianggap sebagai tokoh kontroversial di pesantren, di masyarakat umum, ia menjadi contoh positif yang menunjukkan kebaikan hati dan kemurahan jiwa. Hal ini membuka diskusi mengenai sejauh mana norma sosial dapat bersifat relatif dan kontekstual, serta sejauh mana kita mampu mengganti stereotip dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap sesama manusia. Dengan demikian, cerita ini menciptakan sebuah narasi yang mendorong pembaca untuk tidak hanya melihat dari satu perspektif, tetapi untuk membuka pikiran terhadap kompleksitas kehidupan sosial. Perjalanan pencarian Tiga Sekawan juga menjadi representasi perubahan masyarakat yang bisa terjadi melalui upaya pemahaman dan keadilan. Dengan demikian, "Janji" oleh Tere Liye tidak hanya sekadar sebuah novel, melainkan juga cermin bagi masyarakat untuk merenung dan berdialog mengenai nilai-nilai sosial yang diusungnya. Tiga Sekawan, yang semula dikenal sebagai anak nakal di pesantren, mengalami perubahan pandangan sosial ketika mereka mengeksplorasi kehidupan Bahar di masyarakat. Bahar yang awalnya dianggap nakal ternyata menjadi sosok pekerja keras dan dermawan yang mencurahkan upayanya untuk kebaikan masyarakat. Transformasi hidup Bahar yang diawali dengan lima pesan dari Buya menggambarkan bagaimana pandangan sosial dapat berubah melalui pengalaman dan pembelajaran. Lima pesan dari Buya menjadi kunci perubahan dalam hidup Bahar, dan hal ini menciptakan kontrast antara pandangan sosial di lingkungan pesantren dan masyarakat umum. Kesempatan kedua yang diberikan oleh Buya kepada Bahar, bersama dengan kesediaan Bahar untuk mematuhi lima pesan tersebut, menegaskan bahwa setiap individu memiliki kapasitas untuk memperbaiki jalan hidupnya. Transformasi ini bukan hanya mengubah pandangan Tiga Sekawan terhadap Bahar, tetapi juga menggugah pertanyaan-pertanyaan dalam benak mereka mengenai nilai-nilai sosial, keadilan, dan peluang perubahan. Melalui perjalanan ini, pembaca diajak untuk mengkritisi sudut pandang yang terlalu sempit dan untuk membuka diri terhadap kemungkinan perubahan. Bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berubah dan berkontribusi positif terhadap masyarakat, mengajarkan bahwa penilaian sosial seharusnya tidak hanya melihat pada kesalahan masa lalu, melainkan pada potensi perbaikan dan transformasi yang bisa terjadi. Dengan demikian, novel ini memberikan pesan kuat tentang pentingnya memberikan kesempatan kedua, memahami individu dalam konteks yang lebih luas, dan memberikan nilai yang berkelanjutan kepada masyarakat. Konflik Antar-Generasi: Unsur sosial tercermin melalui konflik antar-generasi yang melekat pada cerita. Pandangan dan nilai-nilai yang bertentangan antara generasi menciptakan ketegangan yang membawa pemahaman mendalam tentang dinamika sosial. Konflik ini tidak hanya memunculkan perbedaan dalam cara pandang, tetapi juga mengungkapkan kompleksitas hubungan di antara anggota masyarakat yang berasal dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Dalam menggali akar permasalahan antar-generasi, novel ini memberikan gambaran yang lebih luas tentang tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan zaman dan nilai-nilai yang berkembang. Selain itu, konflik antar-generasi juga menjadi cermin bagi pembaca untuk merenung tentang pentingnya dialog dan pemahaman saling menghargai dalam membangun harmoni sosial. Solidaritas dan Persahabatan: Meskipun penuh dengan konflik sosial, "Janji" juga mengeksplorasi tema solidaritas dan persahabatan sebagai bentuk tanggapan positif terhadap tantangan sosial. Hal ini menciptakan keseimbangan yang menarik dalam narasi. Saat Tiga Sekawan memulai perjalanan mereka untuk mencari Bahar, pembaca disuguhkan dengan dinamika hubungan persahabatan mereka yang semakin menguat. Meskipun awalnya terkenal sebagai pelaku kenakalan, tiga karakter utama ini menemukan kekuatan dalam persatuan mereka untuk mencari kebenaran dan memenuhi tugas yang diberikan oleh Buya. Dalam perjalanan panjang mereka, solidaritas menjadi fondasi yang mendukung Tiga Sekawan melalui berbagai rintangan. Mereka belajar saling menghargai, saling mendukung, dan menemukan kekuatan sejati dalam kebersamaan. Tema solidaritas ini memberikan dimensi positif pada kisah yang sebelumnya dipenuhi dengan ketidakpatuhan dan konflik. Persahabatan yang terjalin di antara Tiga Sekawan juga menjadi instrumen penting dalam memahami perubahan sosial. Mereka tidak hanya menghadapi perubahan dalam diri mereka sendiri, tetapi juga mempengaruhi lingkungan sekitar mereka dengan membawa pesan-pesan positif. Solidaritas mereka menjadi daya pendorong untuk mengatasi ketidaksetujuan dan tantangan yang mereka hadapi di perjalanan mencari Bahar. Dengan menekankan tema solidaritas dan persahabatan, "Janji" tidak hanya menghadirkan realitas konflik sosial, tetapi juga memberikan harapan bahwa melalui persatuan dan dukungan bersama, masyarakat dapat mengatasi kesulitan dan mencapai perubahan yang positif. Ini mengajak pembaca untuk merenungkan kekuatan positif yang dapat dimiliki oleh hubungan antarmanusia dalam merespons permasalahan sosial dan membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama. Pemberdayaan Masyarakat: Tere Liye menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi masalah sosial. Karakter-karakternya memberikan inspirasi bahwa perubahan dapat dimulai dari tindakan individu dan kekuatan kolektif. Dalam novel ini, masyarakat dihadapkan pada tantangan besar yang memerlukan keterlibatan aktif dari setiap individu untuk mencapai solusi yang berkelanjutan. Penekanan pada pemberdayaan masyarakat menjadi landasan untuk menyuarakan suara mereka, memahami perbedaan, dan menciptakan perubahan positif. Karakter-karakter yang dihadirkan oleh Tere Liye menjadi model bagi pembaca untuk menyadari bahwa meskipun permasalahan sosial kompleks, setiap individu memiliki potensi untuk berkontribusi dalam menciptakan dampak positif. Gagasan ini menciptakan narasi pemberdayaan, di mana keberanian dan tindakan positif dari satu individu dapat menginspirasi orang lain untuk ikut ambil bagian dalam perubahan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat bukan hanya tentang memberikan kekuatan pada individu, tetapi juga tentang menciptakan sinergi dan solidaritas di antara mereka. Melalui novel ini, Tere Liye mengajak pembaca untuk mengintip ke dalam kehidupan karakter-karakternya yang tidak hanya menunjukkan resistensi terhadap masalah sosial, tetapi juga menjadi agen perubahan. Pesan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam proses perubahan sosial menggugah kesadaran tentang tanggung jawab bersama dalam mengatasi tantangan bersama. Dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat, Tere Liye memotivasi pembaca untuk melibatkan diri aktif dalam upaya kolektif untuk mencapai perubahan yang positif dalam masyarakat. Dalam novel tersebut dituliskan: Kita semua adalah pengembara di dunia ini. Ada yang kaya, pun ada yang miskin. Ada yang terkenal, ternama, berkuasa, juga ada yang bukan siapa-siapa. Ada yang seolah bisa membeli apapun, melakukan apapun yang dia mau, hebat sekali. Ada yang bahkan bingung besok harus makan apa. Tapi sesungguhnya di manakah kebahagiaan itu hinggap? Di manakah hakikat kehidupan itu tersembunyi? Apakah seperti yang kita lihat dari luar saja? Inilah kisah tentang janji. Kita semua adalah pengembara di dunia ini. Dari hari ke hari. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu kejadian ke kejadian lain. Terus mengembara. Dan kita pasti akan menggenapkan janji yang satu ini: mati. Ada 2 unsur sosial dalam novel Janji karya Tere Liye, yaitu unsur kasih sayang dan tanggung jawab. 1.Kasih sayang -Pengabdian Selain rasa hormat dan kasih sayang, pengabdian merupakan bentuk serah diri seseorang atas sebuah ikatan dan bentuk kesetiaan. Hal tersebut dapat dilihat dari ikatan antara Bahar dan Delima yang didasari oleh rasa cinta antar keduanya, dan bentuk kesetiaan yang dilakukan adikkakak yang bekerja dengan Bahar di Rumah Makan Demila. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut. "Pak Sueb mengajak mereka menapaktilasi Rumah Makan Delima tersebut. Masih berdiri gagah di sana, dua adik-kakak itu yang meneruskannya. Dan mereka mewarisi semangat sedekah membara milik Bahar." Liye (2021:480) Kutipan tersebut mencerminkan bahwa dua saudara, sebagai penerus Rumah Makan Delima, meneruskan semangat berdonasi yang ditanamkan oleh Bahar. Tindakan yang dilakukan oleh kedua saudara tersebut didasarkan pada kesetiaan mereka kepada Bahar. Selain itu, Rumah Makan Delima, yang didirikan oleh Bahar, juga menjadi wujud dari cinta yang mendalam terhadap mendiang istrinya. -Tolong menolong Sebagai individu yang hidup dalam masyarakat, manusia tidak dapat eksis secara independen. Kehadiran bantuan antar sesama merupakan suatu bentuk bantuan yang sangat diperlukan oleh individu yang membutuhkan. Dalam novel "Janji" karya Tere Liye, nilai kerjasama dapat ditemukan dalam hubungan persahabatan antara Bahar dan Bos Acong, serta persahabatan antara Hasan, Kaharuddin, dan Baso yang saling melengkapi satu sama lain. Ketika salah satu dari mereka menghadapi kesulitan, teman-temannya selalu siap memberikan pertolongan dengan cepat. Hal serupa terjadi pada hubungan antara Bahar dan Bos Acong, di mana Bos Acong menganggap Bahar bukan hanya sebagai teman minum, tetapi juga sebagai sosok yang mampu mengubah cara berpikir dan memberikan warna cerah pada kehidupannya. Situasi ini tercermin dalam beberapa kutipan yang menunjukkan respons Kaharuddin ketika melihat Hasan menerima pukulan dari para centeng Bos Acong. Dengan tanggap, Kaharuddin segera membantu temannya dan turut serta dalam menanggapi situasi tersebut dengan tindakan fisik. -Kekeluargaan Kekeluargaan adalah ikatan hubungan antara individu, seperti halnya dalam sikap Bahar yang merespon orang-orang di sekitarnya sebagai anggota keluarga sendiri. Sebaliknya, orang-orang di sekitar Bahar juga melihatnya sebagai teman terbaik bahkan seolah-olah menjadi bagian dari keluarga mereka, karena adanya keterikatan yang erat di antara mereka. Berikut adalah beberapa kutipan yang dapat mengonfirmasi keberadaan nilai kekeluargaan. "...Orang-orang yang seolah peduli, mereka melakukannya tidak tulus. Tapi Bahar, dia benar-benar teman terbaikku dulu. Bagaimana mungkin aku akan menghabisinya gara-gara uang seratus-dua ratus juta?" Liye (2021:165) 2.Tanggung jawab -Rasa memiliki Dalam novel "Janji," terlihat dari kisah antara Bahar dan Delima bahwa cinta Bahar terhadap Delima tetap kuat, bahkan hingga Bahar menamai rumah makannya dengan nama istrinya. Sebagai contoh, pada kutipan berikut, "Bahar berlari melintasi etalase kaca yang pecah berhamburan, kalung, gelang, cincin emas yang berserakan dan sedang dikumpulkan pegawai. Bahar meraung kencang saat menyaksikan tubuh istrinya meringkuk di lantai toilet, dia berteriak, memeluk tubuh dingin istrinya" (Liye, 2021:352). Kutipan tersebut mencerminkan rasa memiliki Bahar terhadap istrinya, Delima. Bahar, yang memohon kepada Tuhan agar tidak merenggut Delima dari kehidupannya, merespons dengan rasa sakit yang mendalam saat melihat istrinya menderita di lantai toilet. -Disiplin Sebagaimana peraturan-peraturan yang diterapkan di sekolah agama, Buya mengajarkan kepada murid-muridnya pentingnya disiplin dalam perilaku dan kegiatan sehari-hari. Jika aturan-aturan yang telah ditetapkan dilanggar, Buya akan memberikan hukuman sebagai upaya membentuk watak dan karakter yang teratur pada para murid. Beberapa kutipan dalam novel mencerminkan eksistensi nilai disiplin, seperti pada kutipan, "Tetapi, kesalahan yang kalian buat amat serius. Kalian menuangkan garam ke gelas teh orang penting di negeri ini, juga ke gelas teh pembantu-pembantunya. Aku menghukum kalian, sekaligus mendidik kalian" (Liye, 2021:32). Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana Buya menjelaskan pentingnya disiplin di sekolah, di mana dia mendidik murid-muridnya tentang tata cara menghormati tamu. Buya dengan tegas mendisiplinkan ketiga muridnya agar mampu mengontrol diri dan memilah perilaku yang baik dan yang tidak baik. -Empati Dalam novel "Janji" karya Tere Liye, sikap empati para tokoh tercermin dalam usaha mereka untuk memahami perasaan orang lain dan kemudian memberikan bantuan atau dukungan. Sebagai contoh, pada kutipan berikut, "Ayah bergegas mengangkat tubuh Nenek Bahar yang renta dari tanah berdebu. Bilang, tentu saja dia akan menerima siapa pun. Sekolah ini terbuka bagi siapa pun yang hendak belajar. Berlinang air mata Nenek Bahar mengucapkan terima kasih. Tapi Bahar tidak, matanya menatap kesal" (Liye, 2021:25). Kutipan tersebut menggambarkan empati Ayah Buya terhadap Nenek Bahar, di mana Ayah Buya sadar ketika Nenek Bahar dengan berlinang air mata memohon agar cucunya diajarkan membaca kitab dan akhlak terpuji. Akibatnya, Ayah Buya tergerak untuk mengangkat tubuh Nenek Bahar dan menyatakan keterbukaan sekolah agama tersebut bagi siapa pun yang ingin belajar. Berdasarkan evaluasi terhadap nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel Janji karya Tere Liye, dapat disarikan bahwa terdapat sejumlah nilai sosial yang tercermin di dalamnya. Nilai-nilai tersebut mencakup pengabdian, tolong-menolong, kesetian, kekeluargaan, disiplin, rasa memiliki, empati, keadilan, kerjasama, toleransi, kepedulian, dan demokrasi. Melalui karya ini, pembaca diingatkan akan peran penting nilai-nilai sosial dalam kehidupan berkomunitas, terutama dalam konteks perilaku manusia. Novel Janji karya Tere Liye bukan hanya sebuah karya fiksi, tetapi juga memiliki dimensi kemanusiaan yang mendalam yang meresap ke dalam pemikiran pembaca. Novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat dengan penuh nilai-nilai sosial, memberikan kontribusi signifikan dalam membantu pembaca memahami kompleksitas manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai suatu realitas sosial, novel ini membuka wawasan pembaca terhadap dinamika dan realita dalam kehidupan bermasyarakat. "Janji" karya Tere Liye bukan sekadar kisah cinta yang manis, tetapi juga sebuah cermin kehidupan sosial yang penuh warna. Dengan memainkan peran sebagai pengamat tajam masyarakat, Tere Liye mampu menggambarkan realitas sosial dengan kepekaan yang menggetarkan. Novel ini memberikan pembaca kesempatan untuk merenung, mengidentifikasi diri, dan mungkin menginspirasi perubahan sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun