Pasaman adalah salah satu daerah kabupaten yang memiliki tradisi ikonik tersendiri dari daerah-daerah di Sumatera Barat. Pasaman, juga memiliki segudang keanekaragaman tradisi. Baik itu dalam ruang lingkup adat, budaya, maupun upaca agama. Oleh sebab itu tidak heran bahwa Pasaman juga disebut sebagai daerah penghasil keragaman budaya di Minangkabau.
Keragaman budaya tersebut tentu akan membawa dampak yang begitu besar bagi daerah itu sendiri. Dengan keberagaman suatu daerah akan lebih mudah dikenali oleh orang banyak. Ada banyak hal yang sangat dikenal di Pasaman. Seperti tradisi marpanger ( balimau ) , perang-perangan pistol ketika lebaran, mamantai bantiang ( prosesi penyembelihan sapi ) dan masih banyak hal-hal unik lainnya yang perlu kita tilik karena ciri khasnya.
Kali ini kita akan lebih berfokus kepada tradisi Mamantai Bantiang ( Prosesi penyembelihan Sapi ) di Pasaman. Mamantai ( penyembelihan ) Bantiang ( Sapi ) adalah sebutan bagi masyarakat daerah Pasaman terhadap acara penyembelihan sapi. Acara mamantai ini biasanya dilaksanakan ketika di penghujung puasa ramadhan atau satu hari menjelang idul Fitri. Hal ini dilakukan tentu tidak asal-asalan saja. Banyak makna yang tersirat dari tradisi Mamantai ini.
Di salah satu daerah kecil di Pasaman, tepatnya di Kampung Tongah, Jorong Petok, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman acara ini menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakatnya. Biasanya ketika acara penyembelihan dilakukan seluruh orang-orang kampung berduyun-duyun ke lokasi untuk menyaksikan proses penyembelihan, dan pembagian daging secara merata.
Tidak hanya di satu daerah itu saja, daerah-daerah lain di Pasaman juga ikut serta melaksanakan tradisi Mamantai dengan ciri khas yang unik untuk tiap-tiap daerah. Biasanya di daerah lain tidak hanya sapi yang menjadi hewan yang disembelih, tapi ada juga kerbau, dan kambing. Prosesnya pun tidak selalu di akhir Ramadhan, ada yang melaksanakan di waktu-waktu lain namun untuk namanya tetap tradisi Mamantai.
Tradisi Mamantai ini dilakukan rutin setiap tahunya. Biasanya untuk pembelian sapi masyarakat satu kampung di daerah tersebut melakukan iuran per keluarga. Hal ini dilakukan karena keputusan dari Niniak Mamak masyarakat setempat yang sudah turun-temurun. Anehnya, bagi masyarakat yang melanggar aturan-aturan adat seperti nikah sasuku, berzina dan lain-lain itu haram bagi keluarganya untuk ikut serta membeli daging sapi dari prosesi mamantai, karena ini sudah menjadi aturan yang mutlak bagi masyarakat setempat.
Setelah daging sapi dibagikan ke masyarakat biasanya mereka akan memasak dirumahnya masing-masing. Hal ini diperuntukkan agar setelah melaksanakan sholat idul Fitri setiap keluarga bisa melaksanakan syukuran dan makan bersama. Sehingga hal ini menjadi momen juga untuk setiap keluarga menikmati hari yang suci atau lebaran.
Ada sesuatu hal yang sangat berharga yang bisa kita ambil dari acara ini, disini kita dapat mengambil beberapa hikmah dan pembelajaran yang sangat menarik. Yang pertama kita bisa melihat betapa kompaknya masyarakat di daerah tersebut, mereka bisa mengumpulkan uang bersama-sama untuk membeli sapi agar acaranya terlaksana. Yang kedua ada sisi poin lebih terhadap konsekuensi yang diberikan untuk orang-orang yang melanggar hukum adat tidak diikut sertakan untuk membeli sapi. Hal inilah yang menjadi nilai-nilai berharga dari acara itu mamantai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H