Mohon tunggu...
Adela Dwi Rizki Damayanti
Adela Dwi Rizki Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nursing Student

Mahasiswa STIKes Mitra Keluarga (201905003)

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Sehat

Apakah Dampak Kekerasan Pada Anak di Masa Depan? Dan Bagaimana Kesehatan Mentalnya?

22 Oktober 2022   12:31 Diperbarui: 22 Oktober 2022   17:38 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukan anda, bahwa angka kekerasan pada anak di Indonesia masih marak terjadi di sekitar kita?

Menurut data hasil Rekapitulasi KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tahun 2011-2018, sebanyak 73,7% anak-anak Indonesia berumur 1-14 tahun mengalami pendisiplinan dengan cara kekerasan atau emosional (violent discipline) atau agresi psikologis dan hukuman fisik dari di dalam lingkungan rumahnya. Dan didapatkan jumlah kasus anak yang melanggar hukum pada tahun 2017 sebanyak 10.186 dan kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga 5.628 dan data pengaduan kasus anak semakin meningkat pada 2017 jika dibandingkan dengan tahun 2011 (Ariani, hajeng Wulandari, 2021). Berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) pada tahun 2021, diketahui 3 dari 10 anak laki-laki (34%) pernah mengalami perilaku kekerasan, dan 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun (41,05%) pernah mengalami berbagai bentuk kekerasan baik secara verbal, fisik maupun seksual semasa hidupnya. Sedangkan pada tahun 2018, tercatat sebanyak 62,31% atau 6 dari 10 anak laki-laki, dan sebanyak 62,75% atau 6 dari 10 anak perempuan mengalami berbagai bentuk kekerasan semasa hidupnya.Walaupun menurut survey di atas kekerasan anak pada tahun 2021 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2018, tetapi tetap saja kekerasan pada anak terutama pada anak perempuan masih tinggi dan kekerasan belum dapat dihilangkan.

Menurut Ikha Ardianti (2022), kekerasan adalah segala bentuk tindakan atau perbuatan yang merugikan dan menyebabkan kerugian fisik, psikis atau ekonomi pada individu atau kelompok. Sedangkan menurut WHO (2002), kekerasan atau penganiayaan pada anak didefinisikan sebagai segala bentuk kekerasan fisik atau emosional, pelecehan seksual, penelantaran atau pengabaian, eksploitasi anak, dan segala bentuk ketidakadilan yang menimpa anak secara aktuak maupun potensial yang dapat membahayakan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak atau martabat yang berhubungan dengan hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan yang mempengaruhi masa depan anak (Ariani, hajeng Wulandari, 2021).

Jenis-jenis kekerasan pada anak terbagi menjadi empat tipe, antra lain;

Menurut Abbasi et al ., (2015), Kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan penelantaran atau pengabaian.

1. Penyiksaan Fisik (Physical Abuse)

Bentuk penyiksaan fisik seperti cubitan, pemukulan, menyundut, tendangan, membakar, dan segala tindakan fisik yang dapat membahayakan anak.

2. Kekerasan Seksual (Sexual Abuse)

Pelecehan seksual merupakan tindakan dimana anak dapat terlibat dalam sebuah aktivitas seksual, namun tanpa anak sadari atau pemaksaan pada anak, dan anak tidak mampu untuk mengkomunikasikannya, serta tidak mengerti maksud dari hal yang telah diterimanya tersebut.

3. Pengabaian atau Penelantaran (Child Neglect)

Bentuk kekerasaan anak dengan melakukan sifat pasif, yaitu bersikap acuh atau mengabaikan anak, baik itu dalam bentuk fisik, emosi, ataupun sosial.

4. Penyiksaan Emosi (Emotional Abuse)

Penyiksaan emosional adalah setiap tindakan meremehkan dan mempermalukan seorang anak. Seperti membandingkan anak, meremehkan anak atau tidak menghargai anak.

Anehnya kekerasan pada anak sering terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, yaitu rumah, sekolah dan lingkungan tempat anak-anak sering melakukan interaksi social, dan lebih parahnya kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menjaga dan mengasihi mereka, seperti keluarga, guru, atau orang dewasa yang seharunya menjaga anak-anak. Kekerasan ini biasanya terjadi karena adanya dalih “mendisiplinkan” anak agar tidak manja, padahal alasan itu tidak relevan untuk digunakan karena dapat menimbulkan dampak yang besar bagi anak.

Dampak yang akan terjadi pada anak-anak dengan kekerasan, antara lain; 

  • Perasaan harga diri rendah, atau anak sering merasa minder jika berinteraksi social,

  • Depresi, karena anak berfikir bahwa tidak ada lagi yang dapat ia percaya dan menolongnya,

  • Kemungkinan hiperaktif, anak-anak yang sudah mengalami kekerasan emosional pada usia toddler kemungkinan akan menjadi anak yang hiperaktif,

  • Mudah merasa cemas,

  • Mudah marah atau memiliki emosional yang tidak stabil,

  • Memiliki rasa takut terhadap lingkungan sekitar atau lingkungan baru,

  • Anak yang hidup dengan kekerasan semasa dewasanya biasanya akan menjadi pelaku kriminal, seperti melakukan seks bebas, ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang, atau menjadi pelaku kekerasan (Ariani, hajeng Wulandari, 2021).

Peran Pemerintah Dalam Menangani Anak Dengan Kekerasan

Memberikan bantuan berupa pendampingan, memulihakan trauma, sebagai motivator bagi korban, memberikan pelayanan konseling, serta memberikan bantuan untuk keadilan hokum (Luth, Rani Maswati, 2022).

Peran pemerintah untuk anak-anak yang mengalami tindak kekerasan telah diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu;

Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum atau yang menjadi korban tindak pidana diatur dalam pasal 64 ayat (3) melalui upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga, upaya perlindungan dan pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial, dan pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, anak korban kekerasan, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui berbagai upaya seperti sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi, baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sesuai pada ayat (1) pasal 21, negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak. (Presiden Republik Indonesia, 2014).

Pencegahan Kekerasan Pada Anak

1. Peran Pemerintah

Kemen PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) mengaktivasi layanan call center SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) 129, layanan ini berupaya untuk menangani kasus kekerasan terhadap anak dimulai dari pengaduan hingga pendampingan anak korban kekerasan. Ada 6 (enam) layanan yang diberikan pada SAPA ini, diantaranya pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban.

Pemerintah membentuk PATBM yang merupakan program pemerintah untuk PPPA sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah kekerasan kepada anak yang terjadi di masyarakat, memberi perlindungan anak, mencegah kekerasan terhadap anak dan menanggapi kekerasan

2. Peran Orang Tua/Pengasuh

  • Mengenalkan anak tentang kesehatan reproduksi termasuk mengenali bagian-bagian tubuhnya serta fungsi bagian tubuh tersebut. Dan menjelakan kepada anak untuk tidak mengizinkan oranglain menyentuh daerah sensitifnya, yaitu; daerah leher, daerah, daerah dada, daerah alat kelamin, dan daerah anus.

  • Berikan pengertian tentang sentuhan yang harus dihindari oleh anak-anak. Pada setiap bagian tubuh yang pribadi, jelaskan sentuhan yang salah dan buruk. Sentuhan yang menyenangkan dan baik adalah ciuman pipi antara orangtua dan anak saat pamit ke sekolah atau kalau berpergian, berpelukan dengan saudara jika bertemu dan berpisah, dan berjabat tangan dengan orang lain.

  • Ajarkan anak untuk menolak dan mengatakan TIDAK saat menerima sentuhan buruk dan tidak nyaman dan mewaspadai tawaran atau diiming-imingi sesuatu.

  • Ajarkan anak untuk berani meminta bantuan, serta untuk tidak takut memberitahu orangtua atau guru jika terjadi kekerasan seksual kepadanya (Sosial, n.d.).

Kesimpulan

Kekerasan pada anak adalah segala bentuk perlakuan buruk yang dapat merugikan anak, baik kekerasan dalam bentuk fisik, emosional, seksual, dan penelantaran atau pengabaian. Kekerasan yang di alami oleh anak biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat mereka, seperti keluarga, guru, dan orang dewasa yang ada disekitar mereka dengan dalih untuk mendisiplinkan anak. Anak yang mengalami kekerasan akan berdampak pada kehidupannya, anak akan merasa tidak ada tempat yang aman untuk mereka, anak akan merasa tidak percaya diri jika ada di lingkungan social, dan anak akan memiliki emosi yang tidak stabil atau anak akan lebih mudah marah. Oleh karena itu peran pemerintah dan keluarga sangat dibutuhkan pada hal ini, pemerintah harus ikut serta dalam langkah pencegahan kekerasan pada anak dengan memberikan program-program pencegahan. lalu untuk keluarga khusus orangtua harus memiliki pendidikan atau pemahaman tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik dan bener agar orangtua mampu menahan emosinya jika berhadapan dengan anak serta orangtua harus berperan aktif dalam kehidupan anak, ajak anak untuk berkomunikasi terbuka dengan orangtua, agar orangtua paham tentang apapun yang terjadi pada anak.

Referensi 

Ariani, hajeng Wulandari, S. (2021). Kekerasan dan Penelantaran Anak. Universitas Brawijaya Press. https://books.google.co.id/books?id=10V%5C_EAAAQBAJ

Luth, Rani Maswati, M. (2022). PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DI TENGAH PANDEMI COVID-19. 6(1), 87–103.

Presiden Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang No 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Cell, 3(4), 1–15.

Sosial, D. R. S. A.-D. J. R. S. K. (n.d.). Pencegahan kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi terhadap anak penguatan kapabilitas anak dan keluarga.

https://dosenpsikologi.com/macam-kekerasan-pada-anak

https://mediacenter.palangkaraya.go.id/peran-masyarakat-cegah-kekerasan-terhadap-anak-melalui-patbm/

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3220/upaya-kemen-pppa-wujudkan-penanganan-kasus-kekerasan-terhadap-anak-secara-utuh 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Sehat Selengkapnya
Lihat Indonesia Sehat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun