Mohon tunggu...
Ade Kumalasari
Ade Kumalasari Mohon Tunggu... Editor - Student at Goethe Universität

I-want-to-go-around-the-world-in-80-days Sagittarius | Write from Frankfurt am Main, Germany. http://www.travelingprecils.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Buaya-buaya Darwin

19 September 2013   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:41 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_279837" align="aligncenter" width="400" caption="Buaya yang berenang dua meter dari perahu kami. Glek!"][/caption] "Ngapain sih ke Darwin?" tanya Si Ayah ketika saya mengusulkan agenda jalan-jalan ke ibukota Northen Territory, Australia ini. "Pengen lihat buaya," jawab saya kalem. Darwin seringkali tidak diperhitungkan sebagai tujuan wisata oleh turis Indonesia yang lebih memilih mengunjungi kota-kota di pantai timur Australia. Padahal lokasi Darwin paling dekat dari Indonesia, bisa ditempuh dalam 2 jam 45 menit penerbangan dari Denpasar. Atau bisa juga terbang dengan Silk Air via Singapura. Yang tertarik dengan wisata budaya, khususnya tentang suku aborijin, atau suka dengan wisata alam, Darwin merupakan tujuan wisata yang patut dimasukkan 'bucket list'. Kota ini juga menjadi gerbang ke dua Taman Nasional: Litchfield dan Kakadu. Di dalam kota Darwin, kita bisa melihat buaya di Crocosaurus Cove, seperti kebun binatang mini khusus buaya. Di taman buaya ini, kita bisa 'memancing' buaya, berfoto dengan bayi buaya, atau kalau berani, berenang bersama buaya. Tapi saya lebih memilih untuk melihat buaya di habitat asalnya, di Taman Nasional Kakadu, tiga jam naik mobil dari Darwin. Yang tidak ingin jauh-jauh ke Kakadu, bisa juga ikut pesiar menyusuri sungai Adelaide (65 km dari pusat kota) untuk melihat Jumping Crocodile. Turis dibawa naik kapal dan operator 'memancing' buaya sungai agar melompat menangkap makanan yang mereka berikan. Tapi sekali lagi, saya tidak begitu tertarik melihat atraksi 'sirkus' seperti ini. Saya lebih suka melihat margasatwa tanpa 'mengganggu' mereka. Selain di penangkaran, sungai dan taman nasional, buaya Darwin juga bisa ditemui di... pasar! Tentu saja dalam wujud siap disantap :) Mindil Beach Market, pasar di tepi pantai ini merupakan tempat populer bagi pengunjung maupun penduduk lokal untuk menghabiskan sore dan malam mereka. Pantai Mindil terkenal akan pemandangan matahari terbenamnya yang cantik.Pasar kaget ini digelar setiap Kamis dan Minggu sore/malam di musim kemarau.Macam-macam yang bisa dijumpai di Mindil Beach Market, mulai dari jajanan dari berbagai negara, barang kerajinan, lukisan Aborijin, fesyen, aksesoris, lampu hias, sampai tukang tato juga ada di sini. Pasar buka jam 4 sore sampai 9 malam di hari Minggu dan 5 sore sampai 10 malam di hari Kamis. Ketika kami datang, tempat parkir mobil yang luasnya selapangan bola sudah hampir penuh. Begitu mendapat tempat parkir (gratis), kami bergabung dengan orang-orang di riuhnya pasar. Si Ayah dan Big A tidak suka keramaian, sementara saya dan Little A menikmati melihat-lihat barang lucu-lucu yang dijual di sini. Musik didgeridoo dari pengamen Aborijin mengiringi orang yang lalu lalang. Untuk 'menyogok' Big A, saya belikan kentang spiral (potato spuds) yang gurih. Kalau Si Ayah, cukup dibelikan sate kambing di warung Sari Rasa yang juga buka stand di pasar Mindil ini. Nggak 'tega' mau mencicipi hotdog buaya, hehe. Capek melihat-lihat pasar, kami mencari posisi di pantai untuk melihat sunset bersama ratusan orang lainnya. Sunset di Darwin sangat istimewa, belum pernah saya melihat sunset di pinggir pantai secantik ini. Entah karena posisi lintangnya atau apa, matahari sebelum terbenam tampak sangat besar, bulat utuh berwarna kuning. Langit memerah dan perlahan-lahan matahari undur diri dari langit dan hilang di cakrawala. Peristiwa terbenamnya matahari ini hanya beberapa menit saja. Untuk fotografer yang mau mengabadikan momen ini, jangan sampai salah ambil posisi atau salah setting-an, bisa-bisa pulang dengan tangan hampa :p Atraksi alam ini mendapat sambutan luar biasa dari wisatawan yang khusus datang ke Mindil untuk menikmati sunset. Tepuk tangan dan suitan membahana begitu matahari 'berhasil' tenggelam di cakrawala. Ada yang nyeletuk, "well done" dan "good job". [caption id="attachment_279838" align="aligncenter" width="580" caption="Hotdog buaya. Ada yang mau?"]

13795612821839479829
13795612821839479829
[/caption] [caption id="attachment_279839" align="aligncenter" width="580" caption="Sunset spektakuler di pantai Mindil"]
1379561319958255370
1379561319958255370
[/caption] Saking cinta dan bangganya dengan buaya, pemerintah Darwin sampai mengawetkan salah satu buaya terbesar yang pernah ditangkap, dan disimpan di museum. Superstar dari museum di Darwin ini diberi nama Sweetheart, buaya air laut sepanjang 5,1 meter yang sempat menghebohkan Northen Territory (NT) karena menyerang perahu-perahu, antara tahun 1974-1979. Akhirnya buaya raksasa ini ditangkap hidup-hidup, tapi tenggelam ketika transit. Sweetheart 'asli' sampai sekarang menjadi penghuni tetap di museum NT. Big A menolak ketika saya ajak melihat Sweetheart, sementara Little A bersemangat. Akhirnya saya gantian dengan Si Ayah untuk melihat Sweetheart. Di dekat display si buaya ditayangkan film dokumenter tentang penangkapan buaya ini. Memang lumayan membuat bergidik melihat buaya sepanjang 5,1 meter (meskipun sudah mati).  Sayangnya di museum ini dilarang mengambil foto, jadi kami tidak bisa berfoto dengan Sweetheart. Belum puas melihat buaya yang sudah mati, kami menuju Kakadu National Park untuk memulai petualangan ala NatGeo Wild, langsung di alam liar, bukan di TV :) Kakadu National Park adalah taman nasional terbesar di Australia. Letaknya di Northen Territory, sekitar 200 km sebelah timur kota Darwin. Kakadu memperoleh status heritage site dari UNESCO karena alam sekaligus budayanya. Orang Aborijin adalah pemilik asli tanah ini. Mereka 'meminjamkan' tanah Kakadu untuk dikelola pemerintah daerah sebagai taman nasional. Apa yang bisa dilihat di Kakadu NP? Tentu keindahan alam dan marga satwanya yang melimpah. Di Kakadu terdapat 290 jenis burung, 60 jenis mamalia, 50 jenis hewan air tawar, 10.000 jenis serangga dan 1600 jenis spesies tanaman. Yang menjadi raja tentu saja buaya, si penduduk asli :) Kami menginap di Kakadu Lodge di pinggir kota Jabiru. Setelah istirahat dan menata bawaan, kami segera berangkat untuk melihat sunset di Ubirr. Ubirr terkenal dengan lukisan di batu-batu karya orang Aborigin. Mereka melukiskan dongeng asal usul, kisah perjalanan dan hewan-hewan yang hidup bersama mereka: berbagai jenis ikan, kura-kura, possum dan wallaby. Lukisan-lukisan ini berkali-kali dilukis ulang di lapisan yang baru, sejak 40.000 SM. Tidak rugi kami mendaki ratusan tangga alami ke puncak Ubirr. Precils tidak tampak kecapekan sama sekali. Bahkan Little A dengan semangat mendaki sendiri, mengikuti tanda panah oranye yang disematkan di bebatuan. Hadiahnya adalah pemandangan matahari terbenam yang sangat cantik. Di depan kami, sejauh mata memandang, terlihat hamparan ngarai hijau, yang bakalan penuh dengan air di musim hujan. Di belakang kami bebatuan Ubirr berkilau jingga tertimpa cahaya matahari sore, dan semburat pink menghiasi langit.

Hari kedua di Kakadu, kami ke Nawurlandja, Waradjan Cultural Centre dan ke tujuan utama kami di Kakadu: mengikuti Yellow Water Sunset Cruise. Kami berkumpul dulu di Gagudju Lodge Cooinda untuk mendaftar. Tiket sudah saya pesan online jauh hari sebelumnya di website mereka: Gagudju Dreaming. Yellow Water Cruise ini salah satu kegiatan yang kami nanti-nantikan, disarankan banyak traveller sebagai tur yang 'wajib' dicoba di Kakadu National Park. Tur ini akan membawa kami menelusuri Yellow River dengan kapal dan melihat dengan dekat flora dan fauna yang tinggal di habitat ini, termasuk penghuni tetap: buaya! Bisa dibilang seperti menonton tayangan Nat Geo Wild, hanya saja dengan mata kepala sendiri :) Memang harganya tidak murah, tapi pengalaman yang kami dapatkan sebanding dengan harganya. Kami membayar AUD 88 untuk dewasa dan AUD 60 untuk anak-anak untuk tur selama dua jam. Anak di bawah 4 tahun gratis, yay! Ada beberapa pilihan jam tur: dari sunrise, pagi, siang, sore atau sunset. Kata review di tripadvisor, tur sunrise yang terbaik, karena marga satwa mulai terlihat menggeliat bangun mencari makan. Tapi kami memilih ikut tur sunset karena susah bangun pagi :p Tur sunset ini dimulai pukul 4.30 sore. Dari Gagudju Lodge Cooinda kami diantar dengan bus menuju dermaga pemberangkatan perahu. Ada empat perahu yang bersama-sama dengan kami menelusuri Yellow Water. Perahu kami tidak penuh dengan penumpang sehingga ada ruang untuk berpindah-pindah tempat duduk. Kami juga bebas berjalan-jalan kalau ingin memotret atau sekadar mengagumi wildlife. Kami merasa beruntung mendapatkan pemandu yang punya pengetahuan luas tentang kehidupan di Yellow River ini. Lionel, yang banyak omong ini bahkan tahu jadwal nongkrongnya hewan-hewan di sini. Beberapa kali perahu kami diputar agar dapat melihat beberapa hewan yang bersembunyi, seperti beberapa snake bird dan bayi-bayi Jacana. Yellow River dihuni oleh ratusan spesies burung cantik. Salah satu yang menarik perhatian kami adalah burung Jacana, atau yang dijuluki Jesus Bird karena keahliannya berjalan di atas air. Burung ini posturnya kecil, dengan jambul merah di atas kepalanya. Lionel sempat memperlihatkan pada kami keluarga Jacana, penduduk asli Yellow River yang baru saja punya bayi. Ya ampun, si bayi Jacana ini imut dan cantik banget. Dia sedang main-main dan kadang bersembunyi di balik kaki Si Ayah. Kata Lionel, di keluarga Jacana, Si Ayah bertugas mengasuh anak, sementara Si Ibu yang mencari makan. Wow! Ayah The Precils sampai menyesal tidak membawa (karena tidak punya) lensa tele untuk mengabadikan wildlife yang mengagumkan ini. Burung cantik lainnya adalah Jabiru, yang namanya diabadikan menjadi ibukota Kakadu. Burung yang satu ini bongsor, lebih besar daripada burung bangau. Bulunya hitam legam dan langkah kakinya panjang-panjang. Kami beruntung bisa menyaksikan burung langka ini sedang mengais makanan di tepi sungai. Dari 290 spesies burung yang menghuni taman nasional ini, kami sempat berkenalan dengan snake bird yang lehernya persis ular, egret si putih cantik, magpie goose, whistling kite, torresian crow, dan sempat melihat aksi elang laut yang sedang mencari makan. Big A sejak dulu tertarik pada wildlife dan juga terhadap jenis-jenis burung, sementara Little A lebih tertarik pada jenis-jenis tumbuhan. Dia dengan serius mengamati waterlily yang tumbuh di sepanjang sungai, dan kalau ada yang sedang mekar, minta difotokan.
Saya sangat menikmati cruise yang santai ini. Perahu berjalan pelan menyusuri Yellow River. Belum sampai lima menit beranjak dari dermaga, kami sudah ketemu dengan penghuni tetap sungai ini: yak benar, buaya! Yang pertama kami lihat sedang berjemur di antara ratusan bebek yang bernyanyi dengan cerewet (whistling ducks). Kok bisa bebek-bebek ini cuek aja ada buaya yang nongkrong di situ? Ternyata, kata Lionel, buaya nggak doyan bebek karena bulu-bulunya bikin geli tenggorokan :D Selanjutnya, tidak susah menemukan buaya lainnya. Ada yang berkubang di lumpur, ada yang pura-pura jadi batu, dan ada yang dengan kalem berenang di sisi perahu kami! Ketika buaya veteran berenang dengan santai di dekat perahu, orang-orang langsung heboh. Lionel dengan kalem bilang, "Tenang aja, dia cuma lagi patroli wilayahnya kok." Sementara Si Ayah sibuk memotret dan saya sibuk mem-video, Little A dengan kalem bilang, "Mommy, remember, don't pat the crocodile!" Oke, baiklah Nak, akan kuingat nasihatmu :)) Hari itu, terhitung tujuh buaya yang terlihat oleh kami.
Cruise berakhir ketika matahari mulai terbenam. Dari perahu yang tertambat dan bergoyang perlahan, kami menyaksikan air sungai yang berkilauan ditimpa cahaya jingga matahari yang menerobos pohon-pohon di tepi sungai. Sungguh senja yang magis dan indah. Perjalanan singkat di Kakadu menghadiahi kami dua senja terindah: di Ubirr dan di Yellow River. Puas berkenalan dengan buaya dan hewan-hewan liar lainnya, kami kembali ke Darwin membawa sejuta kenangan akan Kakadu, terutama kehidupan marga satwanya yang damai karena tidak diusik oleh tangah jahil manusia :) ~ The Emak http://travelingprecils.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun