Mohon tunggu...
Ade Aja
Ade Aja Mohon Tunggu... -

Saya seorang yang bercita-cita ingin menjadi penulis dan sedang berusaha mewujudkannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pers Salah Pergaulan

19 Januari 2015   09:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Runtuhnya orde baru menjadi awal era reformasi di segala bidang, termasuk bagi pers tanah air, kebebasan  pers dijamin oleh negara. Tidak ada lagi  pembungkaman atau boikot yang sering terjadi dimasa orde baru. Seluruh warga negara diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat atau pun opininya. Bahkan di negara- negara maju seperti Amerika kebebasan pers telah lama digadangkan. Tapi yang menjadi pertanyaan terbesar saya saat ini adalah, sampai sejauh mana kebebasan itu?

Akhir-akhir ini sejak semakin berkembangnya media komunikasi di dunia menjadikan kita para manusia semakin mudah untuk menyampaikan buah pikirannya secara bebas. Sakingnya bebasnya  terkadang hal yang dilontarkan berisi pesan negatif atau kebencian terhadap seseorang atau suatu kelompok, sebut saja kasus sebuah media di Prancis yang memuat kartun tidak senonoh tentang Nabi Muhammad yang sangat dihormati oleh umat muslim, bahkan untuk menggambarkan wujudnya saja tidak diperbolehkan untuk menghindari fitnah terhadap junjungan umat muslim sedunia tersebut. Lain lagi kasus di negri kita Indonesia tercinta, seorang  pemuda yang membuat gambar tidak senonoh tentang presiden Indonesia, Joko Widodo dan diposting pula ke publik, seolah tidak ada lagi penghargaan untuk warga negaranya sendiri. Ketika hal tersebut ditindak malah muncul komentar bahwa itulah adalah kebebesan pers, kebebasan berpendapat dan menjadi hak asasi si manusia tersebut.

Saat ini kejadian di Prancis tersebut malah meningkatkan Islamphobia di Prancis atau mungkin di seluruh dunia setelah beberapa waktu lalu terjadi penembakan oleh 2 orang yang mengaku muslim di depan gedung media tersebut dan menewaskan Pemimpin redaksi beserta beberapa orang lainnya. Seolah rasa solidaritas sudah tidak ada lagi, setelah kejadian itu media tersebut malah kembali memuat kartun nabi Muhammad di halaman depan. Penghormatan dan toleransi sudah hilang karena kebebasan pers yang selalu dijadikan dalih untuk menyebar kebencian personal, terutama peran media yang semakin canggih yang membuat informasi tersebar lebih luas dalam waktu singkat.

Dari contoh kasus di atas saya ingin menyoroti apakah sudah benar penerapan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang kita anut? Apakah kebebasan yang dijamin konstitusi tersebut menjadi kartu pass untuk menyakiti orang lain? Apakah kebebasan itu membuat kita malah menjadi egois dan memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain dan lingkungan. Melalui tulisan yang tidak seberapa ini saya ingin menghimbau kepada kita semua untuk menggunakan kesempatan berpendapat dngan bijak dan bertanggung jawab, dan stop menyebar kebencian melalui media. Jangan biarkan kebebasan pers membuat pers salah pergaulan. Just Be Smart!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun