Dalam banyak diskursus pendidikan modern, seringkali kita mendengar pesan untuk "jangan menghafal, tapi pahami." Meski demikian, menyepelekan proses menghafal berarti mengabaikan fondasi utama dari seluruh proses berpikir. Menghafal merupakan langkah awal---tahap di mana pengetahuan pertama kali ditanamkan ke dalam ingatan. Tanpa fondasi hafalan yang kuat, kemampuan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan ide-ide baru akan terhambat. Artikel ini mengajak kita untuk melihat kembali peran vital menghafal, bukan sebagai kegiatan mekanis semata, melainkan sebagai pondasi esensial bagi perkembangan proses berpikir ke tingkat yang lebih tinggi.
Benjamin S. Bloom adalah seorang psikolog pendidikan terkemuka yang dikenal luas karena mengembangkan Taksonomi Bloom, sebuah kerangka kerja untuk mengklasifikasikan tujuan dan tingkatan berpikir dalam proses pembelajaran. Taksonomi ini menguraikan bagaimana seseorang dapat berpikir mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Dalam taksonomi Bloom, terdapat enam tahapan berpikir, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Tahap pertama, yakni mengingat (atau menghafal), merupakan fondasi dasar dalam proses berpikir. Tanpa kemampuan untuk mengingat informasi secara tepat, kita akan kesulitan melanjutkan ke tahapan berpikir berikutnya yang menuntut pemahaman mendalam serta aplikasi praktis.
Menghafal dijadikan dasar karena sebelum seseorang bisa memahami atau menerapkan suatu konsep, ia harus terlebih dahulu mengetahui dan mengingat informasi dasar yang mendasarinya. Proses menghafal memungkinkan kita menyimpan data penting yang nantinya akan diandalkan ketika menghadapi masalah. Saat dihadapkan pada situasi kompleks, informasi yang telah dihafal membantu mempercepat pemecahan masalah tanpa harus terus-menerus mencari atau menghitung ulang data yang sebenarnya sudah tersimpan dalam ingatan. Selain itu, hafalan yang kuat juga berperan sebagai fondasi untuk analisis dan kreativitas. Tanpa referensi yang cukup dari hafalan, kita akan kesulitan menganalisis secara mendalam atau menciptakan solusi baru yang inovatif.
Sebagai kesimpulan, meskipun menghafal sering dianggap sebagai proses yang paling melelahkan dan membosankan karena memerlukan repetisi yang terus-menerus, mengabaikannya sama dengan mengabaikan fondasi utama dalam proses berpikir. Banyak orang mungkin cenderung melewatkan tahapan ini, namun dengan pendekatan yang tepat, proses menghafal bisa dibuat lebih efektif dan menyenangkan. Penting untuk diingat bahwa menghafal saja tidak cukup; setelah informasi tersimpan dalam ingatan, kita harus melangkah ke tahap-tahap selanjutnya---memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Inilah yang membedakan seorang ahli, yang mampu mengintegrasikan hafalan dengan pemahaman mendalam dan aplikasi praktis, dengan seseorang yang hanya berhenti pada tingkat hafalan semata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI