"Lu, harus move on (mupon), lupain dia.""Cekidot, inilah chart musik minggu ini."
" Woles ajalah"
" Boring abis deh"
"HBD ya. lup yu"
Beberapa kosa kata di atas sering kita jumpai dalam media sosial seperti facebook, twitter, path, instagram, dan media sosial sejenis. Bagi penggunanya, bahasa keinggris-inggrisan atau kebahasaasingan dirasa lebih menarik untuk dituliskan daripada menggunakan bahasa Indonesia. Tentu saja, dengan alasan bahasa tersebut lebih gaul dan populer. Bahasa itu dipilih karen sosial media -sekarang ini- dianggap sebagai media pembicaraan lisan sehingga bahasa yang digunakan pun seringkali menggunakan komunikasi bahasa lisan.
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi dengan fenomena pemakaian bahasa ini, yaitu kekreativitasan pengguna bahasa. Seperti penggunaan kosa kata woles yang berasal dari kosa kata slow yang dibalik. mupon yang merupakan penggabungan kosa kata move on. Ada pula kosa kata lup ya /lup yu dari kosa kata love you. bahasa yang digunakan untuk beberapa kalangan akhirnya menyebar ke banyak pengguna sosial media. Sosial media saat ini memegang peran yang tidak sedikit dalam penyebaran kosa kata baru secara arbitrer. Apakah gejala ini merupakan gejala positif atau negatif, sebaiknya memang perlu dikaji lebih dalam.
Kecenderungan ini merupakan efek globalisasi yang timbul hanya dari sekali klik di media sosial. Bahasa yang muncul juga belum terbukti ketahanannya. Bisa saja timbul dan tenggelam. Bahasa inggris versi Alay-Indonesia ini bisa punah, bisa pula bertahan, bergantung dari penggunanya. Yang perlu dicermati pada fenomena ini adalah pemakaian bahasa yang digunakan ini sesuai pada porsi dan tidak berlebihan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI