Mohon tunggu...
ade jahran
ade jahran Mohon Tunggu... -

pekerja swasta..

Selanjutnya

Tutup

Nature

Lingkungan Hidup

31 Januari 2012   01:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:15 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

p { margin-bottom: 0.08in; }

Ketika Alam Tak Lagi Lestari

Oleh Ade Jahran

Banten yang memiliki kekayaan alam cukup melimpah yang semestinya untuk kesejahteraan masyarakat, tampaknya mulai terkoyak dengan banyaknya berbagai perusakan lingkungan, mulai dari penambangan pasir laut, galian pasir yang mencemari sungai, pengeboman batu di gunung dan bukit, maraknya alat penangkap ikan berbahaya, dan lain-lain. Sedianya alam yang ada untuk kesejahteraan manusia, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Alam dirusak manusia. Sehingga tak heran bila adanya kerusakan di darat dan laut itu disebabkan karena ulah manusia itu sendiri. Dalam konteks ini, penulis akan mengulas tentang galian pasir di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang yang diduga mencemari Sungai Cibanten.

Menarik ketika membaca artikel yang ditulis oleh Mochamad Naim, pemerhati masalah sosial politik dan dosen Untirta yang dimuat Radar Banten edisi Selasa 22 November 2011. Artikel yang berjudul Bisnis Pasir Laut untuk Siapa? itu menyoroti bagaimana pengerukan pasir laut di Pantai Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Tulisan itu menanggapi gejolak masyarakat yang pro-kontra keberadaan pengerukan pasir itu. Itulah faktanya bahwa pengerukan pasir tak mampu menyejahterakan rakyat secara keseluruhan.

Begitu halnya dengan galian pasir yang ada di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Limbah yang diakibatkan galian pasir dibuang ke Sungai Cibanten. Akibatnya ribuan warga yang biasa memanfaatkan air itu menjerit karena tak lagi bisa memanfaatkan untuk kepentingan sehari-hari seperti mandi, memasak, mencuci pakaian dan lain-lain. Bahkan ribuan haktare sawah juga terancam tak bisa dimanfaatkan karena air di sana keruh. Meski galian pasir berada di wilayah Kabupaten Serang, namun yang merasakan dampaknya adalah warga Kota Serang seperti di Kecamatan Cipocokjaya, Serang Kota, dan Kasemen.

Penulis tak habis pikir dengan kebijakan Bupati Serang Taufik Nuriman yang mengizinkan galian itu. Padahal orangnomor satu di Kabupaten Serang itu sering dalam sambutannya mengatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia itu sendiri. Saat ini, Bupati seolah-olah membela tiga perusahaan galian pasir tersebut, sementara ribuan warga dikorbankan. Memang para pejabat sudah turun ke lapangan melakukan sidak dan uji lab, tetapi lagi-lagi tak ada action yang berarti. Jadi sangat wajar bila masyarakat mempertanyakan kebijakan itu.

Misalnya bagaimana kajian analisis dampak lingkungan (amdal)? Apakah kajian amdal tak dijalankan dengan baik? Atau memang ada unsur lain? Toh Bupati Serang Taufik Nuriman bersikukuh tak mau mencabut izin galian pasir? Meski ada desakan dari petani, pengguna air, Pemkot Serang, maupun pihak lain. Lalu apalah artinya program pemerintah yang ingin melestarikan lingkungan dengan menanam ribuan bahkan jutaan pohon? Apakah yang merusak alam itu rakyat kecil ataukah kebijakan pemerintah yang salah kaprah?

Bila mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pada pasal 3 disebutkan bahwa tujuan dibuatnya UU ini adalah untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, keserasian, keselarasan. Kemudian mencapai keseimbangan lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan mengantisipasi isu lingkungan global.

Jelas bahwa lingkungan hidup untuk dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu. Untuk itu pemerintah yang memiliki kebijakan agar berhati-hati dalam mengeluarkan izin galian pasir. Bisa dilihat bagaimana menderitanya masyarakat yang berada di bantaran aliran Sungai Cibanten dan Irigasi Cibanten yang terkena langsung dampak akibat galian pasir.

Kemudian bila dilihat pada pasal 97 UU PPLH disebutkan, bagi orang atau perusahaan yang melanggar UU ini bisa dipidana. Ayat (1) berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah). Kemudian pada ayat (2) disebutkan apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun