permainan tradisional perlu dikenalkan kepada siswa dengan strategi yang menarik minat mereka. Salah satu hal yang biasa diberikan dikemas dalam pembelajaran berbentuk muatan lokal. Diharapkan dengan kegiatan itu, siswa memiliki keterikatan dengan wilayah tempat tinggalnya beserta budaya yang dimilikinya. Sehingga nantinya bisa diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya daerah seperti adat istiadat, bahasa, dongeng turun temurun yang menyebar di masyarakat, asal usul daerah danDi sekolah biasa dikenalkan beberapa permainan tradisional "Oray-orayan" (ular-ularan). Dengan nyanyian sederhana tetapi menyenangkan. Bentuk penyampaiannya dilakukan seminggu sekali setiap hari Kamis. Di sekolah kami dinamai pembiasaan rutin"Kemis Ngamumule Budaya Sunda (=Kamis Melestarikan Budaya Sunda).Â
Aktor yang terlibat dalam kegiatan pembiasaan adalah guru piket sekaligus penanggungjawab pembiasaan hari Kamis. Para siswa yang masuk sesi pagi bersama-sama melaksanakan kegiatan tersebut. Mereka berbaris di halaman sekolah dengan bersemangat. Terkadang mereka bersorak dan bertepuk tangan. Suasana sekolah pun yang awalnya sepi menjadi hiruk pikuk dengan tawa siswa yang terkadang melakukan kesalahan tetapi tampak menggemaskan.
Saat mempraktekan permainan "Oray-orayan" ada nilai karakter yang ditanamkan, yakni:
1. Taat kepada pimpinan. Dalam permainan ini ada satu siswa yang berperan sebagai kepala ular. Kepala ular inilah yang menjadi pemimpinnya. Sebagai pemimpin mengomandoi siswa lainnya yang bergerak mengikuti kepala ular. Nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada siswa, bahwa sebagai anggota perlu memiliki sifat taat kepada pimpinan.
2. Kekompakan, untuk bisa menjalankan posisi bergandengan terus perlu menyamakan langkah dan gerak. Andai membandel dengan melakukan gerakan sendiri maka akan mengganggu gerakan lainnya. Nilai yang bisa diambil bahwa gerakan yang kompak, seiring sejalan akan memudahkan mencapai tujuan.Â
3. Kolaborasi, hal yang mutlak saat melakukan permainan Oray-orayan. Ternyata permainan ini kurang asyik jika dimainkan sedikit peserta. Justeru dengan banyak siswa yang terlibat akan nampak liukan gerakan semakin indah. Syaratnya setiap peserta yang bergerak di badan ular jangan melepaskan pegangan pundak teman di depannya.Â
4. Saling percaya. Karena pada permainan ini nantinya akan ada pemain yang tertangkap ketika melewati terowongan, mereka secara sukarela melepaskan diri dari barisan dan secara sukarela menentukan pilihan mau masuk ke kelompok mana. Nilai positif yang bisa dimaknai bahwa setiap siswa memiliki pilihan sendiri secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun. Kebebasan menentukan sikap ini menjadi kunci kemandirian di masa yang akan datang.
Terkadang kami pun melakukan modifikasi permainan disesuaikan kondisi halaman sekolah yang minimalis sehingga menantang untuk dilakukan penyesuaian dari pakem permainan. Saya rasa hal ini salah satu bentuk adaptasi dan bersifat situasional.
Pada saat beberapa siswa sedang mempraktekan permainan "Oray-orayan", siswa yang lainnya menyanyikan lagu. Adapun syair yang dinyanyikan sebagai berikut:
"Oray-orayan luar leor mapay sawah. Entong ka sawah parena keur sedeng beukah. Mending ka leuwi di leuwi loba nu mandi. Saha nu mandi, nu mandina pandeuri. Saha nu mandi, nu mandina pandeuri".
Semoga budaya daerah bisa terwariskan dari generasi ke generasi.
KBB, 18-01-2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H