Mohon tunggu...
Ade Irma Mulyati
Ade Irma Mulyati Mohon Tunggu... Guru - SDN Jaya Giri Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat

Mau berbagi itu indah karena menabur kebahagiaan, dengan ikhlas memberi semoga menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Alasan Mengapa Guru Suka Menulis

3 Agustus 2023   15:13 Diperbarui: 3 Agustus 2023   15:14 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya dapat pertanyaan saat bercengkrama dengan beberapa guru muda di sebuah perhelatan. "Mengapa ibu sebagai guru suka menulis?" Pertanyaan sederhana tetapi bermakna mendalam dan akan menjadi acuan bagi mereka para guru muda dalam bertindak di masa yang akan datang. Siapa tahu mereka sedang berproses menemukan jati diri dan menentukan hobi yang selayaknya ditekuni. 

Mereka perlu jawaban yang rasional dan bisa dicerna secara sederhana tetapi bermakna. Andaikan saya menjawabnya hanya dengan "karena saya suka". Saya jamin mereka belum puas dengan apa yang saya ucapkan. Mereka akan terus bertanya dan bertanya lagi dengan serangkaian kalimat yang panjang dan lebar. 

Yang saya khawatirkan mereka akan menyimpulkan hanya yang suka saja yang bisa menulis. Sedangkan yang tidak hobi tidak perlu menekuninya. Padahal menulis hanya salah satu dari keterampilan berbahasa yang bisa dipelajari dan ditekuni. Asalkan memiliki keinginan mau dan mampu untuk menggerakkan diri memulai secara rutin dengan beberapa menit setiap hari untuk membuat kalimat. Lambat laut menjadi penulis juga. Mereka perlu berlatih menggabungkan kalimat-kalimat, menjadi sebuah paragraf yang runtut dan padu. Tindakan ini semakin menajamkan menjadi penulis dengan terus-menerus. 

Pada tahap awal perlu dilakukan secara rutin selama 21 hari dengan durasi 10-15 menit. Ke depannya dilakukan setiap hari dengan durasi yang ditambah. Pada akhirnya akan menjadi kebiasaan. 

Sebagai jawabannya, saya tuliskan 5 alasan mengapa guru suka menulis, yakni:

1. Menjadi guru sebuah panggilan jiwa dan pilihan hidup. Dengan posisi seperti itulah maka kesadaran untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat perlu ditekuni dan didalami serta dijadikan pembiasaan rutin harian. Dengan selalu mencari dan menggali pengetahuan baru dan terbarukan. Selama berproses tersebut terkadang memiliki tips dan trik untuk menjalaninya. 

Perjalanan bertransformasi inilah yang bisa dijadikan sumber ide menulis. Dengan mengungkapkan pengalaman pribadi yang dituturkan secara narasi sangat memudahkan untuk dirangkai menjadi paragraf utuh. Ungkapan demi ungkapan disusun dalam bentuk puisi, pantun, sajak maupun karangan lainnya. Pada awalnya akan terasa berat dan sulit mengembangkan ide, tetapi dengan ditekuni dan terus berproses akan ada hasilnya di kemudian hari. Dengan serangkaian usaha dan upaya tersebut maka menjadi teman dalam berproses menjadi guru pembelajar sepanjang hayat.

2. Menjadi guru penuh kisah selama menjalaninya. Ada sedih, senang, membanggakan, bahkan terkadang membuat hati seperti diremas-remas. Ada saatnya dimana kita ingin curhat. Tetapi bingung kepada siapa mengungkapkan uneg-uneg agar terbebas, tetapi rahasia diri kita pun tetap terjaga. Andaikan mengutarakan ke orang lain, belum ada jaminan mereka akan tutup mulut. 

Terkadang ada perasaan khawatir pembicaraan kita akan sampai ke telinga orang lain juga. Bukankah privasi diri akan terbuka dan diketahui oleh orang lain. Pada akhirnya pilihan untuk curhat jatuh ke tulisan. Dengan menumpahkan curhatan kita ke dalam rangkaian kalimat setidaknya hanya kita dan diary yang tahu. Trik untuk menyamarkan dengan penokohan. Jadi diri tetap terjaga, kita bisa curhat bebas dan siapa tahu ada orang lain yang sedang memiliki kegalauan yang sama bisa mengambil makna dari yang pernah kita alami sebagai solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapi.

3. Menjadi guru sarat dengan pengalaman hidup yang terkadang bisa menambah pengetahuan bagi orang lain. Jika pengalaman saat menangani anak yang ada hambatan dalam pembelajaran perlu didokumentasikan dalam sebuah tulisan. Siapa tahu pengalaman kita itu cocok dengan yang sedang mereka hadapi. Apalagi pengalaman guru senior yang sudah malang melintang menjadi guru sudah tentu memiliki kisah unik yang asyik untuk dibagikan ke para guru muda. Karena sejatinya guru itu selalu belajar dari luang dan dari daluang (belajar dari pengalaman dan dari buku atau perkuliahan)

4. Menjadi guru dengan bercengkrama bersama anak anak semakin mempertajam kompetensi pedagogik. Seni memainkan peran dihadapan anak-anak perlu pengetahuan mendalam terkait karakteristik siswa sesuai dengan usianya. Sehingga guru bisa memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, bakat minat dan profil siswa. Semakin dalam informasi dan pengetahuan terkait siswa maka memberikan kesempatan siswa mengembangkan potensi secara optimal dan sekolah bisa merancang program berpusat pada murid yang dengan iklim sekolah yang ramah anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun