Mohon tunggu...
Ade Irma Mulyati
Ade Irma Mulyati Mohon Tunggu... Guru - SDN Jaya Giri Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat

Mau berbagi itu indah karena menabur kebahagiaan, dengan ikhlas memberi semoga menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panday & Empu Profesi Warisan Leluhur yang Dipertahankan

26 November 2022   18:12 Diperbarui: 26 November 2022   18:27 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi yang identik dengan dominannya pemanfaatan mesin dan sumber energi dalam memproduksi sebuah barang hampir menguasai semua aspek kehidupan. Dikatakan sekarang ini ketergantungan pada energi listrik sangat besar.

Untuk hal yang dilakukan saat menyelesaikan pekerjaan rumah atau kegiatan di sekolah seperti untuk penyelesaian administrasi menggunakan teknologi. Sehingga pada setiap kegiatan pasti terlihat pemanfaatan teknologi baik secara skala besar maupun sederhana.

Bisa jadi andaikan di rumah tidak ada rice cooker akan terjadi kesulitan saat menanak nasi. Apakah yakin ibu muda masih bisa menanak nasi menggunakan dandang? Rasanya berat untuk berkata iya, soalnya di rumah pun anak saya sendiri masih kesulitan melakukannya. Walaupun sudah berulang kali diajari. 

Apalagi untuk melakukan pekerjaan berat yang berkaitan dengan proses mengolah besi menjadi peralatan pertanian, alat masak atau alat untuk pertukangan. Sudah semakin sedikit profesi tersebut ditemukan. Untungnya di tempat saya kecil dulu, di daerah Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ada daerah yang penduduknya masih berprofesi menjadi panday.

Istilah panday diberikan untuk pekerjaan pertukangan yang membuat alat-alat rumah tangga dari besi. Kalau di daerah Jawa Tengah ada juga yang menyebutnya Empu. Barang kerajinan yang dihasilkan seperti golok, cangkul, pisau dan parang.

Prosesi itu biasanya dikerjakan bersifat turun temurun. Andaikan kakek atau orang tuanya menjalani profesi menjadi panday besi, maka akan ada salah satu dari keturunannya yang meneruskan usaha tersebut. 

Sebenarnya ada perasaan senang bahwa masih ada generasi yang meneruskan usaha menjadi panday. Hal ini dimaksudkan agar warisan leluhur tidak punah.  Mereka tergolong pekerja keras dan memperoleh keahlian secara turun-temurun temurun. 

Hanya saja ketika saya menyaksikan betapa berat dan besar tenaga yang dikeluarkan saat melakukan kegiatan membuat peralatan dari bahan mentah sampai menjadi benda yang diinginkan. Sepertinya tidak sebanding dengan hasil yang diterima.

Tidak menutup kemungkinan jika proses pembuatan barang lebih mudah, akan menarik minta generasi muda untuk menggelutinya. Besalen yang biasa digunakan sebagai bengkel kerja akan terlihat rapi dan bersih. Karena mereka akan bekerja di bengkel panday yang mengkolaborasikan unsur tradisional dengan pemanfaatan alat-alat modern.

Ada tahapan ketika melakukan aktifitas menjadi panduan saat mengolah besi menjadi cangkul, yakni:

  • Pemotongan besi sesuai ukuran benda yang direncanakan. Memotong besi pasti perlu tenaga besar dan kuat. Andai dilakukan secara manual tak terbayang lama. Banyak waktu dan tenaga yang dihabiskan. Jika menggunakan alat bantu pasti mengefektifkan prosesnya. 
  • Proses pembakaran. Untuk menyalakan api tungku perlu keterampilan khusus. Saat mendorong alat pemompa udara perlu keseimbangan. Hal ini dilakukan agar api yang dikeluarkan konstan tanpa terputus-putus. Perlu latihan berulang-ulang, karena saya sudah mencoba dan ternyata belum berhasil dengan baik. Karena saat membakar besi perlu bara api dari arang yang membara, sehingga besi berubah menjadi merah.
  • Aktivitas pembentukan besi menjadi bentuk yang diinginkan. Proses ini dilakukan dengan memukul-mukul besi menjadi pipih. Tak terbayang besi yang berubah warna jadi merah ditempa sekuat tenaga, berulang-ulang. Pasti berat ya. Semoga pengrajin panday selalu diberikan kesehatan.
  • Proses pengasahan. Besi sudah menyerupai bentuk yang diinginkan. Tetapi diperlukan panday yang memiliki "sense of art". Tidak sembarangan orang yang bisa melakukan. Sepertinya ada hubungan batin dalam bentuk rasa cinta dan ketulusan saat seseorang membentuk sebuah benda. Orang yang paham pasti bisa membedakan hasil satu orang dengan yang lainnya. Terkadang ada pemesan yang spesial hanya mau dikerjakan orang orang pilihannya.
  • Proses "memupuk" cangkul. Proses ini adalah proses akhir setelah cangkul dibentuk. Caranya dengan membakar permukaan cangkul dengan kaca di bara arang sampai meleleh rata. Setelah itu cangkul di pukul hingga bagian kaca yang tidak digunakan lepas. Hasil akhir cangkul tidak akan lengket jika digunakan menggali tanah.

Menyaksikan pengrajin panday berproses dari awal hingga akhir, sepertinya alangkah baiknya mereka berdamai dengan teknologi. Mereka yang berkecimpung dalam usaha panday atau empu, mulai ada keinginan untuk menggabungkan atau memanfaatkan antara skill pribadi dengan pemanfaatan teknologi. 

Terutama dalam melakukan pemotongan besi yang awalnya dikerjakan secara manual mulai menggunakan gerinda. Dengan penggunaan gerinda akan mengefektifkan waktu dan tenaga pekerja. Bukankan memotong besi menjadi mudah dan cepat. Kemudian saat penghalusan/finishing menggunakan alat-alat seperti penghalus mesin. 

Melalui proses beradaptasi dengan teknologi maka hasil produksi akan meningkat. Hanya saja yang menjadi kendala adalah paska produksi dalam hal pemasaran. Panday tradisional hanya akan bekerja di besalen jika ada pemesan yang datang. Berarti ke  depannya perlu dikembangkan sebuah upaya untuk meningkatkan daya saing hasil produksi tetap menarik minat pengguna agar tetap mencintai alat-alat yang dibuat pengrajin panday. 

Perlu kerja keras dan kepedulian dari pihak yang berkepentingan agar terus Memfasilitasi para pengrajin panday bisa bertahan di tengah pesatnya kemajuan teknologi. Mereka perlu pembinaan dan pemahaman agar mulai melek pada sisi teknologi dan teknik-teknik pemasaran yang lebih menguntungkan. 

Mereka perlu kepedulian agar keberadaannya bisa dipertahankan.

KBB, 26112022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun