Rindu yang terbersit senja ini bagaikan kelopak yang merekah menunggu waktu mekar. Tapi malu rasanya sebab sudah terlewat diungkapkan. Bahkan untuk melanjutkan dalam sebait syair tak sanggup dituliskan. Sebab dua belas purnama menunggu kepastian.
Rindu yang hidup mengalir bagaikan tetesan air di kelopak anggrek. Bergerak perlahan melaju menunggu tertetes searah gravitasi. Akhirnya jatuh juga menjadi sebuah tangisan. Bercucuran menunggu mengering di saat mentari tepat di ubun-ubun tadi siang. Apakah akan sirna mengering kehausan seiring malam datang?
Adakah bayangan rindu yang berkelebat. Di pelupuk mata sejenak memberikan sepatah harapan bahwa "saat melambai selamat tinggal", kita pantas rayakan kemenangan atau kesedihan. Setelah setahun bergelut dalam ketidaknyamanan, tapi kita semua bersabar. Dan saatnya menikmati mekarnya anggrek di esok pagi dengan senyuman dan ucapan "selamat datang harapan".Â
Biarkan tetesan air di pelepah anggrek selalu datang menemani. Di sela-sela nuansa pagi tatkala menyambut mentari. Seperti bulir rindu yang selalu menghantui dan mendekati. Dalam syair dan diam ada doa yang tersampaikan pada sebuah kenangan. Nyamanlah dengan kesendirian karena itu menjadi pilihan yang tak biasa berbagi hati dan perasaan.Â
Bandung Barat, 25 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H