Masih terbayang di pelupuk mata. Saat membawa rantang ke rumah panggung bercat biru. Dengan riang berbumbu senyum di kulum melangkah sambil bersenandung. Kerikil di hadapan tampak menghadang di tengah jalan. Kusingkirkan perlahan karena kau membuatku sedikit kurang nyaman.
Rantang bertingkat tiga tahap. Bertumpu satu berpolet belang. Ada guratan merah berselang bunga. Kutenteng saat sehari sebelum lebaran. Kuajak berlari berharap mendapat uang jajan, dan berjodoh bertemu dengan tuan.
Rantang bertingkat tiga bertumpuk. Bergelantung digenggam di pergelangan tangan. Melenggang menemani langkah menghampiri sepucuk harapan. Akankan bersua dengan sebuah senyum menawan.
Rantang putih bergaris merah. Membawa jalan menatap sebuah senyuman menawan. Selalu datang setiap temaram. Setia menemani di atap dinding kamar. Apakah kau sedang ada di dalam.
Rantang bertingkat sengaja dipersembahkan. Tanda kita masih berkawan. Bersahabat tak lekang dihembus zaman. Kau masih tersenyum dengan anggukan sopan. Dengan pelan kau katakan"besok aku akan disandingkan, bungkuslah cintamu di rantang yang kau genggam."
Bandung Barat, 22-11-020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H