Nasib orang tak ada yang tahu. Tak pernah meminta ditakdirkan seperti apa. Semua sudah tersurat. Aku tinggal menengadah. Sering bersimpuh bersyukur diberi kehidupan mengalir seperti air.
Roda jadi saksi berebut peluh bercucuran. Menjadi ladang bakti meracik kehidupan. Kudorong dan kutatap mengumpulkan recehan. Membagi nikmat aroma kopi sesuai pesanan.
Roda berderit didorong perlahan. Memojok di sisi kanan ruang peristirahatan. Sejenak bermimpi berselimut dingin malam. Berharap esok pelanggan berbondong menikmati kopi sajian. Hingga receh terkumpul di "kanjut kundang" menyegerakan kontrakan terlunaskan.
Gemerincing jari-jari berputar perlahan. Seolah enggan beranjak walau satu putaran. Lusuh di sekujur tubuh dengan peluh yang luruh. Merenungi langkah yang harus dilintasi kini. Berharap hanya aku yang mengalami.
Sungguh peluh semakin membanjiri disaat sempitnya lahan berdiri. Roda semakin menenggelamkan peluh di kolong meja. Dalam onggokan gelas usang yang kering memudar tanpa hiasan.
Bersabarlah hidup pasti berubah asal mau berusaha tanpa berkeluh kesah.
Bandung Barat, 03-10-020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H