Pagi masih menyelimuti Kota Kembang, tetapi pergerakan masyarakat bagaikan tak berhenti beraktivitas. Pedagang dan pembeli bersinggungan silih berganti. Mobil, becak, motor, berseliweran hilir mudik seperti tak pernah sampai. Semua berjalan tak dihalangi waktu. Kota yang ramai.
Angin dingin dengan dashyat menusuk sendiku sampai terasa ngilu. Menyibakan helai rambut di sela dahi yang sesekali kuusir dengan jemari. Tas yang bergelayut terasa memberatkan.Â
"Ah, tas ini membuatku menjadi bonsai saja," geruruku.
"Uh, dinginnya," sekali lagi aku bergumam sambil menarik jaket yang tersibak angin.Â
Aku terus menelusuri sepanjang Jalan Jamika. Berjalan bergegas menuju Terminal Ciroyom. Lumayan menguras keringat. Tetapi dengan alasan sambil olahraga dinikmati saja dengan santai.
"Ledeng, ledeng..." teriak kernet minibus sambil menghampiriku. Tanpa basa basi kakiku ngeloyor menuju bangku yang masih kosong.
"Permisi, Pak. Numpang lewat," kataku. Lelaki paruh baya yang duduk di pojok menggeserkan badan tanpa menoleh.Â
"Hmm, Alhamdulillah bisa rehat sejenak, sambil menikmati pergumulan baru yang akan dimulai," desisku sambil menggeser duduk agar terasa nyaman di pojok minibus yang terus melaju sampai titik akhir tujuan Ledeng.
"Pos," teriak seseorang berseragam oren di depan pintu.
Aku bergegas membuka pintu dan menerima sepucuk surat berberkode "AR".Â
"Neng, apa kangen Akang? Kapan kau mau mengajak Akang ke rumahmu?" tanyamu.