Kekerasan sesksual terhadap anak adalah isu yang sangat serius dan mendesak yang memerlukan perhatian dan tindakan kolektif dari seluruh masyarakat. Setiap tahun, ribuan anak menjadi korban kekerasan seksual, yang tidak hanya merusak masa depan mereka tetapi juga mengganggu perkembangan mental dan emosional mereka. Kasus ini sering kali tersembunyi di balik dinding ketakutan, stigma sosial, dan tekanan psikologis. Banyak korban, terutama anak-anak, merasa takut untuk berbicara karena ancaman dari pelaku, rasa malu, atau ketidakpercayaan terhadap lingkungan sekitar. Topik ini penting untuk dibahas karena kekerasan dan pemerkosaan pada anak merusak fisik dan psikologis korban, sering tersembunyi karena stigma dan lemahnya penegakan hukum, serta membutuhkan perhatian masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, melindungi hak anak, dan mencegah kasus serupa di masa depan.
Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa kelompok usia yang paling rentan adalah remaja berusia 13-17 tahun, di mana banyak kasus kekerasan seksual terjadi. Selain itu, anak-anak berusia 6-12 tahun dan bahkan di bawah 5 tahun juga menjadi korban. Salah satu faktor yang memperburuk situasi ini adalah kenyataan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak kebanyakan adalah orang-orang yang dikenal oleh korban. Laporan dari Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) yang mencatat pola pelaku dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan bahwa sekitar 38% kasus dilakukan oleh tetangga, 18% oleh teman, dan 11% oleh anggota keluarga. Hal ini menyoroti bahwa kekerasan sering terjadi di lingkungan yang seharusnya aman bagi anak.
Kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, informasi dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 yang diluncurkan oleh KemenPPPA, jumlah kasus meningkat dari 3,65% pada 2021 menjadi 8,34% pada 2024 untuk anak laki-laki, dan dari 8,43% menjadi 8,82% untuk anak perempuan. Pada tahun 2024, tercatat 8,674 kasus kekerasan seksual dari total 14.193 kasus kekerasan terhadap anak. Faktor-faktor yang berkontriusi terhadap lonjakan ini diantaranya kurangnya perhatian keluarga, lingkungan sosial yang tidak sehat, peningkatan akses informasi negatif, serta kurangnya pengetahuan hukum. Kekerasan seksual terhadap anak dapat menyebabkan trauma psikologis mendalam seperti depresi dan kecemasan, isolasi sosial akibat stigma, serta menghambat perkembangan emosional dan masa depan mereka, termasuk pendidikan dan kemampuan membangun hubungan yang sehat.
kekerasan seksual terhadap anak jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa” mengajarkan kita untuk menghormati martabat setiap individu, termasuk anak-anak. Sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menekankan hak asasi anak untuk hidup aman dan bebas dari ancaman. Selain itu, sila ketiga “Persatuan Indonesia” medorong kita untuk bersatu dalam melawan kekerasan. Oleh karena itu, perlindungan anak harus menjadi tanggung jawab bersama, melibatkan keluarga, sekolah, dan pemerintah, agar prinsip-prinsip pancasila dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengedepankan nilai-nilai ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi penerus bangsa.
Menghadapi kekerasan dan pemerkosaan pada anak memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan nilai-nilai pancasila. Pemerintah harus merumuskan kebijakan yang ketat untuk melindungi anak, termasuk penegakan hukum yang efektif dan penyediaan layanan rehabilitasi bagi korban. Masyarakat juga berperan penting dengan meningkatkan kesadaran melalui pendidikan tentang hak anak dan cara melaporkan kekerasan. Nilai pancasila juga menjadi landasan moral dalam upaya perlindungan ini, pancasila mengingatkan kita bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dan perhatian, sehingga membangun kesadaran bersama untuk melawan segala bentuk kekerasan adalah suatu keharusan. Dengan mengintegrasikan peran pemerintah, partisipasi masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak.
Mengatasi kekerasan seksual pada anak sangat penting dilakukan secara menyeluruh, dengan mencakup aspek hukum, sosial, dan moral. Pendekatan hukum harus ditegakkan dengan tegas untuk memberikan efek jera kepada pelaku, sementara upaya sosial melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan. Selain itu, nilai-nilai moral yang mengedepankan perlindungan dan penghormatan terhadap hak anak perlu dijadikan pedoman dalam setiap tindakan kita. Oleh karena itu, kita harus terlibat aktif dalam melindungi hak dan masa depan anak-anak Indonesia. Setiap langkah kecil yang kita ambil baik melalui edukasi, advokasi, maupun dukungan terhadap korban dapat memberikan dampak besar dalam meciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi generasi mendatang. Bersama-sama, kita bisa menjadi suara bagi anak-anak yang terpendam dan memastikan mereka tumbuh dalam kasih sayang dan perlindungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H