Mohon tunggu...
Ade Ira Cahyanti
Ade Ira Cahyanti Mohon Tunggu... Perawat - A nurse

life is about how useful you are

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Tawur, Tebar Uang Koin Dicampur Beras Kuning

23 Juni 2020   19:06 Diperbarui: 23 Juni 2020   19:10 2871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: pixabay.com)

Baru-baru ini Aku menyaksikan berita di salah satu stasiun televisi yang membahas soal uang koin seribu rupiah bergambar kelapa sawit yang konon dijual dengan harga yang sangat fantastis. 

Rasa penasaran membawaku untuk mencari tahu tentang harga uang koin ini di salah satu aplikasi belanja online. Aku dikejutkan dengan tawaran harga uang koin keluaran tahun 1993 ini yang dibandrol hingga jutaan bahkan puluhan juta rupiah oleh oknum-oknum tertentu. 

Entah apa yang menyebabkan uang koin ini pada akhirnya dijual dengan harga selangit padahal uang koin Rp 1000 rupiah tahun emisi 1993 masih berlaku hingga sekarang. 

Soal uang koin seribuan yang memiliki 2 lingkaran ini, lingkaran luar koin berwarna perak sedangkan lingkaran dalamnya berwarna keemasan juga ternyata mengingatkanku tentang sebuah tradisi unik yang pernah ku jumpai di masa kecil tetapi sudah sangat jarang dijumpai di zaman now.  

Bicara soal tradisi, rasanya setiap daerah di Indonesia memiliki banyak tradisi yang unik dan beragam. Sesuai dengan Semboyan Bangsa Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. 

Di Era serba digital dan modern seperti saat ini, tak menutup kemungkinan beberapa daerah masih mampu mempertahankan kekentalan tradisinya. Mungkin sebagian besar dari kita pernah mengingat sebuah peristiwa tebar uang koin yang dicampur dengan beras kuning maupun beras putih. 

Ya!! ternyata tradisi ini diketahui masih tetap bertahan di beberapa daerah hingga sekarang. Tradisi seperti ini disebut dengan tradisi Tawur atau Sawur (melempar/menebarkan) yang khas di Tegal, sering juga disebut dengan Tawurji (bukan tawuran lho ya) oleh masyarakat Cirebon, dan tak berbeda jauh dengan istilah tradisi Udik-Udikan pada masyarakat Cilegon. 

Tradisi tawur ini memiliki arti dan kisah tersendiri untuk ku kenang. Dulu, sekitar 15 tahun yang lalu masyarakat disekitar tempat tinggalku tak jarang mengadakan tradisi seperti ini. 

Uang koin pecahan 100 rupiah, 200, 500 hingga 1000 rupiah akan diaduk aduk menjadi satu dengan beras yang sudah dicampur kunyit sehingga warna nya akan menjadi kuning (disebut dengan beras kuning) dan menebarkannya ke arah kerumunan masyarakat yang sudah bersiap diri untuk mengambilnya. 

Tapi yang diambil itu uang koinnya, bukan beras kuningnya hehehe. Biasanya tawur akan dilakukan pada sore hari, karena pada saat itu masyarakat lebih sering bercengkrama dan berkumpul di sore hari.

Acara tawur ini terasa semakin heboh karena riuh dan sorai-sorainya serta berbagai macam kelucuan terjadi saat berebut uang koin yang bertebaran kemana-mana. Diperlukan insting dan kecepatan untuk bisa mendapatkan uang koin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun