Iklan yang terasa mewah di zamannya itu membuat sepupu saya sampai menjilat layar televisi karena begitu nyatanya es krim di depan mata dia.
Ya, Iklan itu adalah iklan es krim Viennetta. Es krim produksi dari Wall's itu memang menjadi jajanan mahal. Waktu itu satu bungkusnya dibandrol dengan harga 30 ribu. Itu setara dengan beras 10 liter. Atau setara dengan Mie ayam 20 mangkok.
Hanya anak sultan (Baca: anak orang kaya) yang bisa mencicipinya.
Waktu pun kemudian berjalan. Anak-anak di era 90-an itu , juga sepupu saya, kini menjadi orang yang punya penghasilan. Karena mereka kini sudah pada bekerja atau mempunyai bisnis sendiri.
Kemudian terdengar sas sus, di Change.org, ada petisi yang meneriakkan: Â "Kembalikan Es Krim Wall's Viennetta !" Dan ini ditandatangani oleh lebih dari 70 ribu orang.
Ya, mereka yang menandatangani petisi itu adalah anak-anak yang hidup di era 90-an yang memiliki mimpi ingin merasakan es krim Viennetta. Ini adalah dendam.
Dendam pun berbalas, Wall's kemudian meluncurkan kembali pada April 2020 ini Viennetta-nya. Dan orang pun ramai-ramai menyerbu Indomaret dan Alfamart terdekat untuk melampiaskan dendam-nya.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gelfand, seorang profesor psikologi di Universitas Maryland , bahwa budaya kolektivitas pada satu masyarakat,  cenderung memiliki keinginan untuk balas dendam. Karena  balas dendam seperti sebuah penyakit menular, dia  mudah menyebar ke orang lain.
Dan dendam memang tidak melulu harus berdarah. Dendam bisa dalam bentuk jilatan pada sepotong es krim.
Salam