07-04-2020
Gilang,
Hari ini legenda Malin Kundang datang kepadaku dengan bentuk berbeda.
Tidak seperti yang pernah engkau baca. Engkau tentu masih ingat ketika kelas 5 SD guru Bahasa Indonesia-mu memberi tugas untuk membuat cerita legenda yang ada di Indonesia. Dan aku sarankan agar engkau menulis tentang Malin Kundang. Setelah mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan atasnya, akhirnya jadi juga tugas bahasa Indonesia-mu. Aku yang bercerita, engkau yang menuliskannya di atas kertas ukuran A4.
Kenapa aku lebih memilih legenda Malin Kundang daripada legenda lainnya? Karena pertimbanganku engkau dapat belajar banyak bagaimana seharusnya sikap seorang anak terhadap orang tua yang telah membesarkannya, teristimewa pada ibunya.
Inti dari cerita Malin Kundang: Seorang anak durhaka yang tidak mau bertemu dengan ibunya. Ya, anak yang tidak mau bertemu dan mengaku bahwa wanita di depannya adalah ibu kandungnya.
Gilang,
Malin Kundang di era milenial tahun 2020, jika seorang anak yang merantau, kemudian ketika lebaran akan tiba mereka pulang ke rumah untuk menemui dan mengakui orang tuanya. Dia akan menjadi anak durhaka.
Pelabelan durhaka ini bukan datang dari sang ibu, tetapi dari lembaga-lembaga yang berkepentingan supaya penyebaran Covid-19 bisa lebih terhambat. Mereka ramai-ramai meneriakan di berbagai media: Jika sayang keluarga di rumah, jangan mudik. Dengan kata lain: Jika mudik, maka tidak sayang keluarga.
Gilang,
Tiga hari yang lalu engkau minta ke mamah mu buat masak. Engkau kangen masakan mamahmu. Karena sudah hampir beberapa bulan ini mamah mu jarang masak karena kesibukannya mengurus adik-mu -- Genta---dan juga mengurus pekerjaan di rumah.