Oleh: Ade Imam Julipar
26-02-20
Selalu ada cerita di balik banjir.
Tetapi kali ini saya tidak akan mengangkat cerita tentang rumah yang terendam sepaha orang dewasa. Atau cerita tentang tidur di pengungsian. Atau juga cerita tentang bagaimana seorang keponakan saya yang terjebak di lantai 2, karena tidak sempat keluar rumah, keburu air sudah tinggi. Bukan. Bukan itu yang akan saya ceritakan.
Hujan dengan intensitas tinggi kemarin bukan hanya merendam sebagian wilayah di Jakarta, tetapi beberapa daerah juga bernasib sama. Juga kampung asal saya pun tersapa banjir. Dimana keluarga besar saya masih banyak yang tinggal di kampung.
Update ketinggian air dan kondisi pengungsi pun terus menerus saya terima hampir per satu jam di Whatsapp grup dari beberapa kawan sekampung . Hingga sampai titik kulminasi pada malam tadi jam 10. Kemudian sambil meng-update status, seorang kawan menulis postingan di facebook yang berbunyi: "Air perlahan menyurut berkat do'a kita semua......"
Dari pernyataan inilah yang memancing saya membuat tulisan.
Coba perhatikan: " Berkat do'a kita semua". Ini yang menjadi pokok pangkal masalahnya. Dengan pernyataan ini seolah-olah, ya seolah-olah do'a yang merubah sebuah situasi.
Jelas pernyataan itu mengandung cacat logika. Atau sesat pikir. Yang dalam istilah ilmu logika disebut: Logical Fallacy.
Memang ada beragam cacat logika. Dan pernyataan: "Air perlahan menyurut berkat do'a kita semua......" adalah salah satu diantaranya. Logical Fallacy dari pernyataan itu disebut Post hoc ergo propter hoc. Atau dalam Indonesia: "Setelah ini, sehingga karena ini"
Walaupun berdo'a sampai menangis keluar darah, bila Tuhan belum menghendaki, segala sesuatu tidak akan terjadi. Jadi, bukan karena orang berdo'a lantas air menjadi surut, tetapi karena Tuhan yang berkehendak supaya air surut. Dan ini bisa diuji secara ilmiah. Karena semua kehendak Tuhan pasti dalam koridor keilmuan. Bukannya Tuhan akan meninggikan orang berilmu beberapa derajat?