Sungai itu tidak begitu besar. Tetapi agak dalam. Konon,  itu sungai buatan untuk  irigasi. Dibangun pada masa kolonial Belanda. Ya, itu warisan Belanda. Restan Kolonialisme. Sawah-sawah penduduk yang dilewati di-air-i olehnya. Itu yang saya dengar dari cerita orang-orang tua di kampung saya.
Tahunnya sekitar 1988-an. Waktu itu saya kelas 3 SMP. Â Saya bersama empat orang kawan saya: Dudi, Nana, Toni, dan Darman pernah satu ketika berenang di sungai itu. Dan sungai itu juga yang nyaris membuat saya celaka. Sungai sisa-sisa kolonialisme di kampung asal saya.
Begini ceritanya:
Ketika kami sudah sampai di pinggir sungai yang sekaligus pematang sawah itu, dengan bersegera kawan-kawan saya itu membuka baju kemudian melompat ke sungai. Mereka berenang sambil bercanda. Tidak mau lama tertinggal dengan keasyikan mereka, saya pun membuka baju. Dengan gaya perenang ulung, saya melompat mengikuti kawan-kawan saya. Saya nyebur ke sungai.
Dan.....Saya pun tenggelam. Megap-megap di tengah-tengah kawan-kawan saya. Yang terdekat dari jangkauan saya ketika itu: Nana. Jadi, Â saya memegang pundak Nana, dan menekan sekeras-kerasnya supaya saya bisa keluar dari air sungai untuk menghirup nafas di udara. Dari bawah Nana berontak karena dia juga membutuhkan udara segar buat paru-parunya supaya bisa bernafas. Dengan satu kali hentakan dari Nana, saya pun masuk lagi ke air. Masuk air sambil megap-megap lagi. Dudi, Toni, dan Darman menyaksikan kejadian seperti itu bersegera menolong saya. Dibawanya saya ke pinggir sungai. Nyaris saja.
"Kamu engga bisa renang ya, De?" Â Nana bertanya sambil menyelidik.
Saya hanya nyengir saja tanpa menjawab.
Ya, saya tidak bisa berenang. Keturunan  orang pelaut ini tidak bisa berenang! Dan karena ketidakbisaannya ini hampir saja celaka.
Saya pernah diceritai oleh guru SD saya bahwa nenek moyang kita adalah pelaut-pelaut ulung. Mereka menaklukkan samudra dengan berlayar. Bahkan ada juga lagunya tentang itu. Lagu: Nenek moyang-ku orang pelaut. Entah judulnya apa saya lupa lagi. Atau itu judulnya: Nenek moyangku orang pelaut.
Lirik lengkapnya seperti ini:
"Nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa