Mohon tunggu...
Ade Heryana
Ade Heryana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Cuma penulis yang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gerimis Senja Merona (Puisi Liris)

3 Februari 2020   08:49 Diperbarui: 3 Februari 2020   08:46 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jarum jam mendekati selatan. Degup jantungku masih tak keruan. "Dengan siapa pulanh?" Kusapa hidung bangirmu sore itu. Bibir manismu bisu, namun bentuknya membuat nafas terhenti.

Kereta merta biru meluncur bersama aku dan dia. Seperti biasa gudang kata terkunci rapat. Hingga maling membawa kain putih. "Dungu kamu" celoteh nyamuk di tanganku.

Kuakui kedunguanku. Rasa cinta bak virus corona di lorong Wuhan. Tapi virus ini memabukkan, tidak mematikan. Aku merengek-rengek supaya tertular, meski lumpuh dan layu.

Entah penawar apa yang kudapat. Tetiba niat  menggulung lipat, mendorong nyali yang mampat. "Sadarkah kamu aku selalu meneropongmu, aku ingin jadi pangeranmu". Gudang kata pun terbuka. Diujung jari, nyamuk menangis haru.

Hidung bangirmu bagai kusuma indah, di atas kelopak bibir merah. Pertanda apa ini? Tetiba pelangi memancar di antara kita dalam gerimis senja merona. "Aku permaisurimu, lama aku menunggu".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun