Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang masih berada dalam level positif, yaitu tercatat pada 4.71 persen ditriwulan pertama 2015, masih memberikan dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat. Kondisi tersebut masih memungkinan untuk terciptanya peningkatan pendapatan masyarakat perkapita tiap tahunnya. Namun ironisnya, ditengah pertumbuhan daya beli masyarakat dan meningkatkan jumlah masyarakat kelas menengah belum dapat memberikan angin segar terhadap industri asuransi.Hendrisman (2014) mengatakan, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor dan salah satunya adalah minimnya literasi asuransi atau belum sadarnya masyarakat akan pentingnya memiliki asuransi.Â
Padahal, kesadaran berasuransi memberikan keuntungan tersendiri. Hasil survey Swiss re justru mengatakan sebaliknya, kesadaran masyarakat akan produk asuransi tinggi, tetapi tingkat penetrasi masyarakat terhadap pembelian produk asuransi cenderung bervariasi. Williem (2014) menyatakan hal ini terkait dengan kesadaran berasuransi , kemungkinan besar tidak diikuti pembelian produk. Purwanto (2014) menambahkan penetrasi asuransi Indonesia yang masih di bawah 2% terhadap PDB menjadi potensi besar bagi pertumbuhan asuransi di Indonesia
Melihat realitas tersebut maka proses edukasi masyarakat terhadap pentingnya asuransi masih sangat diperlukan mengingat selain potensi pasar Indonesia yang masih sangat besar, resiko kehidupan masih tidak bisa kita hindarkan. Proses edukasi juga bukanlah perkara yang mudah, bahkan ini menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial ketenagakerjaan yang kita kenal dengan BPJS Ketenagakerjaan. Proses edukasi tidak serta merta dilakukan dengan terjun langsung kemasyarakat, namun perlu adanya kajian mulai dari hulu hingga hilir, sehingga apa yang ingin dicapai dapat terwujud secara maksimal.
Community Based Health Insurance (CBI) adalah perwujudan masyarakat yang sadar akan pentingnya asuransi dalam menangani resiko hidup. Di Ethiopia misalkan, sejak 2015 Â Community Based Health Insurance telah menjadi alternatif dalam mengcover hingga 83.6% dari populasi yang berjalan disektor informal[2]. Dalam kajiannya, CBHI berdasar pada keputusan sukarela yang dibentuk dengan mempertimbangkan karakteristik dari setiap komunitas, contohnya disedangagung dengan institusional zakatnya, maupun PIKM Warga Waskita dengan pembayaran premi disetiap bulannya. Fenomena ini wajar mengingat Jaminan sosial dari pemerintah adalah salah satu wujud dari kebijakan sosial pemerintah, sementara kelompok masyarakat di luar pemerintah pun turut mengembangkan sistem jaminan sosial berdasarkan tujuannya masing-masing (Ditch, 1999: 32).
Community Based Health Insurance atau kita singkat menjadi CBHI sendiri memiliki kajian pustaka yang sudah lama dikembangkan. CBHI Sendiri dilatar belakangi oleh masih sulitnya negara berpenghasilan renadah didalam mencapai perlindungan keuangan secara universal, Many low-income countries experience difficulties in achieving universal financial protection (van Ginneken 1999a). Dalam mencapai tujuannya program CBHI Â menerapkan empat fungsi dasar diantaranya penyediaan pelayanan kesehatan, penciptaan investasi yang diperlukan dan pelatihan sumber daya dibidang kesehatan , keuangan kesehatan dan kepengurusan pemerintahan. (the World Health Report 2000 ).
Fungsi pembiyaan kesehatan adalah tentang memastikan bahwa sumber daya keuangan yang  tersedia memadai untuk setiap orang dapat mengakses layanan kesehatan yang efektif. Ada tiga sub fungsi yang secara spesifik dibedakan menjadi, Revenue Collection, fund pooling and purchasing (WHO 2000).Revenue collection dideskrpsikan sebagai sebuah proses dimana sistem kesehatan menentukan  dan memperoleh pendapatan yang berasal dari rumah tangga, perusahaan, dan organisasi lain termasuk pendonor. Fund poolingdideskripsikan sebagai kontribusi yang terakumulasi dan dikelola untuk biaya perawatan yang ditunjukkan kesemua anggota, bukan mengharuskan seseorang membayar secara individu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara individu juga. Purchasingdideskripsikan sebagai dana yang terkumpul digunakan untuk melakukan pembayaran ke penyedia jasa untuk memberikan seperangkan intervensi.
Adaptasi CBHI pada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Penerapan CBHI sendiri sebenarnya dapat diaplikasikan ke jenis asuransi manapun tidak hanya sebatas pada asuransi kesehatan. Hanya tinggal mensubtitusikan tujuannya menjadi tujuan komunal yang hendak dicapai. Indonesia sendiri,  sejatinya dapat diterapkan tidak secara parsial, namun dapat diintegrasi dengan program pemerintah yang bersasar disektor informal seperti yang telah berjalan di BPJS Ketenagakerjaan, dalam bentuk wadah di kategori bukan penerima upah atau BPU. Hal ini pun menjadi penanda, bahwa dengan terintegrasinya kesadaran masyarakat dengan upaya pemerintah , berarti fungsi CBHI menurut  the World Health Report 2000telah dijalankan.
Memaksimalkan peran BPJS Ketenagakerjaan dalam menerapkan nilai nilai CBHI yang berprinsip pada kebermanfaatan luas dan keterjangkauan premi dapat diwujudkan dengan mensosialisasikannya secara tepat. Â Karena prinsip tersebut secara tidak langsung memenuhi kriteria pada wadah di program BPU BPJS ketenagakerjaan. Program kaderisasi yang dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya, Â merupakan upaya potensial untuk menerapkan nilai-nilai CBHI melalui kaderisasi agent yang bersentuhan langsung oleh masyarakat. Hanya saja program tersebut masih perlu banyak evaluasi agar berjalan secara efektif.
Evaluasi pertama adalah waktu persiapan, waktu menjadi tolak ukur untuk melakukan pemetaan terhadap siapa dan dimana wilayah yang dapat menjadi wilayah potensi. Kajian sektoralpun dirasa perlu agar kecenderungan tren yang sedang naik pada saat itu dapat dijadikan momentum yang akhirnya tidak sia-sia. Misalkan pada tahun 2015, jika sektor pertanian sedang mengalami geliat kenaikan yang menjanjikan, maka pembentukan wadah dapat disasar pada sektor tersebut. Begitupun sebaliknya, jika sektor perhotelan sedang mengalami kecenderungan turun, maka ada baiknya pembentukan wadah bisa dilakukan sewajarnya pada sektor tersebut.
Evaluasi kedua adalah konsep acara, acara harus dapat memotivasi setiap agent untuk dapat melakukan proses sosialisasi yang tepat kepada masyarakt potensi. Kelebihan dari rekrutmen kader ini ialah, bahwa kaderisasi diharapkan dapat membaca situasi masyarakat potensi tersebut dan melakukan pendekatan yang sesuai. Namun kekurangan dari sistem ini ialah, tidak semua karakteristik masyarakat ataupun pemanfaatan marketing digital digunakan secara maksimal, untuk itu penulis perlu memaksimalkan sistem kaderisasi ini dengan BPJS Ketenagakerjaan Youth Insurance Care.BPJS Ketenagakerjaan Youth Insurance Care(BPJS Ketenagakerjaan YIC), bertujuan agar terbentuknya persepsi positif dikalangan intelektual muda mengenai peranan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan sebagai entitas asuransi sosial di Indonesia, yang bersentuhan  langsung dengan pekerja sektor formal maupun informal perlu untuk meningkatkan citra perusahaannya dimata masyarakat.