Film ini mengambil ide dari cerita pendek yang berjudul sama karya Efs Chordvisa Gerrard yang termuat dalam buku Tells of The Jesey pada tahun 1921. Berkisah tentang seorang laki-laki bernama Benjamin Button yang lahir secara tidak normal, yaitu lahir dengan kondisi tua. Namun, makin bertambah usia, dia justru malah makin muda. Scene dimulai di sebuah rumah sakit yang terletak di New Orleans Amerika Serikat pada tahun 2005. Daisy yang sudah tua terbaring lemah di salah satu Bangsal Rumah Sakit—ditemani anaknya—Caroline. Awalnya Daisy bercerita tentang seseorang bernama Mr Cake yang bertugas untuk membuat sebuah jam di stasiun kereta api New Orleans. Pada tahun 1918 setelah menerima berita kematian anaknya di medan perang, Mr Cake bekerja siang dan malam membuat jam dan sengaja merancang waktunya mundur ke belakang dengan harapan bahwa waktu akan membawa kembali orang-orang yang meninggal dalam perang.Usai bercerita mengenai Mr Cake, Daisy meminta Caroline untuk membacakan buku hariannya. Sebuah diary yang berisi foto dan kartu pos yang ditulis oleh Benjamin button. Pasalnya, tulisan yang ada di diary itu merupakan wasiat terakhir yang akan dia tinggalkan. Caroline pun mulai Membaca diary tersebut sebagai titik cerita utama awal mula kelahiran Benjamin Button.
Timeline pun mundur 67 tahun sebelumnya, di mana tahun itu bertepatan dengan berakhirnya perang dunia pertama. Benjamin lahir sesaat setelah ibunya meninggal dunia. Hal itu membuat Thomas Button, sang ayah, merasa kesal dan menganggap Benjamin adalah seorang monster yang telah merenggut nyawa istrinya, Caroline. Terlebih lagi penampilan Benjamin yang tidak normal membuat Thomas merasa jijik dan memutuskan untuk membuang bayinya di depan bangunan panti jompo.
Untung saja Queeny, seorang wanita berkulit hitam pemilik panti jompo itu menemukan bayi yang Thomas letakkan. Queeny dan suaminya tentu kaget melihat rupa dari bayi itu. Namun, karena Queeny adalah orang yang taat beragama, bagaimanapun rupa dari bayi itu dia tetap layak untuk dicintai. Terlebih lagi saat itu Queeny dan suaminya belum juga dikaruniai keturunan.
Usai membawa bayi itu ke dalam rumah, Queeny memanggil dokter untuk memeriksakan keadaan sang bayi. Dokter pun terkejut menemukan fakta bahwa semua gejala penuaan terjadi pada bayi itu. Kulitnya kehilangan kelenturan, matanya hampir buta karena katarak, dan tulang-tulangnya pun bermasalah, singkatnya dokter itu berkata bahwa tubuh sang bayi gagal sebelum hidupnya dimulai dan usianya tidak akan bertahan lama. Pada akhirnya, Queeny memutuskan untuk merawat dan membesarkan bayi itu dengan memberi nama Benjamin.
Waktu berlalu. Ternyata prediksi dokter meleset. Benjamin berhasil hidup lebih lama hingga dia menginjak usia 7 tahun. Di usianya, Benjamin memang tampak seperti seorang kakek tua berumur 80 tahun, walau dalamnya tetap dengan kepribadian anak-anak. Benjamin tidak bisa berjalan karena tulangnya terlalu rapuh, sehingga dia harus memggunakan kursi roda.
Sampai pada suatu hari, Queeny dan Benjamin mendatangi gereja dan meminta doa pada pendeta, karena ternyata rahimnya bermasalah yang membuatnya tak kunjung memiliki anak. Queeny juga meminta doa agar Benjamin menjadi normal, setidaknya bisa berjalan seperti anak-anak lain seusianya. Atas izin Tuhan, Pendeta itu berhasil membuat Benjamin berjalan sesaat sebelum pendeta itu meninggal dunia.
 Lima tahun pun berlalu. Di hari thanksgiving, semua keluarga berkunjung mendatangi panti jompo dan hari itu merupakan hari yang sangat berkesan bagi Benjamin. Karena pada saat itulah dia bertemu seorang gadis bernama Daisy yang merupakan cucu dari seorang penghuni panti jompo. Perhatian Benjamin tak teralihkan dari mata biru sang gadis kecil.
Sampai pada suatu malam, Daisy mendatangi Benjamin yang tengah tertidur. Daisy mengajaknya ke bawah kasur untuk bercerita. Meski terlihat memiliki perbedaan usia, kepolosan mereka membentuk ikatan yang kuat. Mereka saling berbagi rahasia satu sama lain dan di momen itu pula Daisy menyadari jika Benjamin memang bukanlah seperti orang tua.
Sayangnya, Daisy segera dipergoki oleh neneknya. Sampai akhirnya Nenek Daisy melontarkan kalimat yang cukup menohok bagi Benjamin. Untung saja ada Queeny yang menenangkannya. Queeny meminta Benjamin untuk memahami bahwa tak banyak orang yang bisa memahami perbedaan pada dirinya.
Satu tahun pun berlalu. Sebagai seorang remaja yang terjebak di tubuh lansia, Benjamin tentu penasaran dengan pengalaman kehidupan di luar sana. Hari itu pun dia memutuskan untuk ikut bekerja sebagai awak di kapal tongkang. Layaknya seorang remaja yang baru melihat dunia luar, Benjamin tentu sangat bahagia selama di perjalanan.
Di tengah perjalanan pulang, Thomas menghampiri Benjamin untuk memberinya tumpangan. Namun, Thomas berpura-pura tidak mengenal Benjamin. Tentu itu adalah kali pertaman Benjamin bertemu sang ayah setelah sekian lama. Thomas pun mengajak Benjamin untuk singgah dan sekedar minum-minum. Di sanalah Thomas bercerita sedikit tentang kehidupannya sebagai pengusaha kancing ternama.
Beberapa waktu kemudian, Daisy kembali mengunjungi neneknya. Benjamin pun diam-diam menghampiri Daisy dan mengajak gadis itu untuk melihat sesuatu. Ternyata Benjamin membawanya naik ke kapal tongkang. Dengan bantuan kapten, mereka pun berlayar di lautan lepas sejak. Sejak saat itu segala sesuatu berubah dengan cepat.
Di tahun 1936 tepatnya di umur Benjamin yang genap 17 tahun, dia mengambil sebuah keputusan besar dengan berlayar untuk mencari garis kehidupannya sendiri. Sesaat sebelum meninggalkan rumah, Daisy menghampirinya dan meminta agar Benjamin terusmengirim surat di mana pun dia berada. Tampaknya kepergian benjamin adalah sesuatu yang berat bagi Daisy.
Pada akhirnya, Benjamin pun berlayar selama beberapa tahun mengelilingi dunia, dimulai dari Florida, Kanada, Liverpool, Norway, hingga pasisir Atlantik. Sementara itu Daisy telah tumbuh menjadi gadis cantik dan terpilih dalam kompetisi tari balet di New York.
Semakin bertambah usia, Benjamin semakin terlihat muda. Parasnya yang matang tak jarang membuat wanita terkesima. Sampai pada suatu malam, di sebuah hotel tempat Benjamin singgah dari berlayarnya, ia bertemu dengan Elizabeth, istri dari seorang duta perdagangan Inggris. Mereka saling jatuh cinta dan diam-diam menjalin hubungan gelap setiap malam. Terkadang mereka menghabiskan waktu hingga fajar tiba dan pertemuan ini terus berlangsung setiap malam. Sampai pada suatu hari surat terbaru pun sampai ke Daisy dan dalam surat itu Benjamin mengatakan bahwa dia kini bekerja di salah satu pelabuhan di Rusia dan jatuh cinta kepada wanita yang dia temui. Entah kenapa suasana hati Desi seperti tak beraturan usai membaca suratnya.
Di malam itu pertemuan antara Benjamin dan Elizabeth kembali terjadi bahkan lebih intim. Sampai pada suatu malam Benjamin tak lagi menemukan Elizabeth di hotel itu. Namun, dia menemukan selembar surat yang diselipkan di bawah pintu yang berisi kata selama tinggal untuk terakhir kalinya.
Tak lama setelah momen itu, perang antara Jepang dan Amerika terjadi. Presiden meminta semua pelaut membantu angkatan laut dalam peperangan ini. Akhirnya kapten Mike memutuskan untuk bergabung dan segera meninggalkan Rusia. Perjalanan pun berlangsung selama berhari-hari.
Sayangnya, di tengah perang yang sedang berlangsung, kapap tongkang mereka menabrak kapal selam Jepang hingga menyebabkan ledakan dan 1328 orang mati di malam itu, termasuk kaptain Mike dan beberapa crew. Untungnya Benjamin berhasil diselamatkan oleh kapal penyelamat.
Sampai di tahun 1945, tepatnya di usianya yang ke-26 tahun Benjamin berhasil kembali ke rumah panti jompo. Queeny merasa bahagia dan terkejut setelah 10 tahun anaknya dapat kembali pulang dengan selamat. Terlebih lagi, kini paras Benjamin terlihat semakin muda dan tampan.
Tak lama setelah kepulangan Benjamin, seorang wanita cantik datang untuk mencari Queeny. Ternyata dia adalah Daisy. Wanita itu terkejut saat bertemu dengan Benjamin, bahkan hampir tak mengenalinya. Mereka pun bernostalgia dan saling berpelukan. Daisy menunjukkan ketertarikan kepada Benjamin, tapi sayangnya Benjamin terlalu kaku dan membuat bonding lebih buruk di antara mereka, sehingga Daisy memilih untuk menjauh dan kembali ke New York.
Selama waktu berjalan, Benjamin terus mengalami perubahan fisik yang signifikan. Rambutnya makin berubah warna, dari yang semula putih penuh uban, kini menjadi lebih gelap. Indra penciuman dan pendengarannya pun semakin tajam. Sampai akhirnya dia kembali bertemu dengan Thomas, sang ayah. Di situlah Thomas mengaku bahwa dia adalah ayah kandung Benjamin dan meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuangnya saat bayi. Thomas bahkan memberitahu bahwa dia akan mewarisi seluruh harta kekayaan dan perusahaannya kepada Benjamin. Sampai akhirnya Thomas mengembuskan napas terakhirnya.
Tak lama setelah kematian Thomas, Benjamin mengunjungi Daisy ke New York dan menonton pertunjukan balet yang tengah berlangsung di malam itu. Sayangnya, saat itu Daisy sudah memiliki kekasih dan sudah ada janji untuk pergi ke pesta bersama teman-temannya.
Benjamin pun akhirnya memutuskan untuk kembali berlayar dan berpisah lagi dengan Daisy. Di fase kehidupan ini Benjamin telah sepenuhnya matang secara fisik ataupun finansial. Dia kerap gonta-ganti pasangan dan melakukan apapun yang belum pernah dia lakukan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya Benjamin memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dan ternyata Daisy telah menunggunya di sana. Tampak Daisy telah mengalami penuaan, tapi perubahan fisik itu tak merubah sedikit pun ikatan emosional yang mereka miliki. Sampai akhirnya Benjamin kembali mengajak Daisy untuk berlayar bersamanya. Romantisme mereka pun tergambar utuh saat mereka melintasi lautan dengan jarak dan waktu yang sangat panjang. Setiap detiknya mereka lalui penuh dengan kebahagiaan. Mungkin pertemuan itu adalah kombinasi Kompleks saat mereka berada di puncak kematangan secara fisik maupun emosional.
Selepas meninggalnya Queeny, Benjamin pun menjual rumah ayahnya dia menggantinya dengan rumah sederhana untuk mengukir kenangan baru bersama Daisy. Mereka tinggal bersama hingga Daisy mengandung buah hati Benjamin. Saat itu Benjamin berusia 49 tahun sedangkan Daisy berusia 43 tahun. Sayangnya, Benjamin tampak ragu saat mendengar kabar kehamilan Daisy. Dia berpikir bagaimana bisa menjadi seorang ayah apabila dia terus menjadi muda?
Saat bayi itu lahir, Benjamin memberi nama Caroline seperti nama ibu kandungnya. Rupanya, Caroline adalah wanita yang tengah membacakan buku diary di rumah sakit yang ada pada scene pertama di film ini.
Sampai pada suatu momen, Benjamin meminta Daisy untuk mencarikan Ayah bagi Caroline, karena menurut Benjamin bayi itu membutuhkan sosok seorang ayah dan Daisy juga tak mungkin membesarkan mereka berdua karena Benjamin yang makin lama makin muda.
Akhirnya Benjamin memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daisy setelah menjual rumah, kapal, dan pabrik kancing milik ayahnya untuk dia serahkan kepada Daisy dan Caroline. Benjamin pergi meninggalkan semuanya bahkan sebelum anaknya mengenalnya.
Sejak kepergian itu, Benjamin terus mengirim pesan untuk Caroline setiap tahunnya. Pesan dari seorang ayah yang begitu mencintai putrinya. Sampai belasan tahun kemudian, akhirnya Benjamin kembali ke New Orleans dan mengunjungi Daisy dengan fisik yang sangat muda seperti umur 18 tahun. Sementara Caroline telah tumbuh menjadi gadis cantik seperti ibunya dulu.
Sayangnya, saat itu Daisy telah menikah dengan  pria baru, sesuai permintaan Benjamin. Dia terkejut akan kedatangan Benjamin, apalagi melihat parasnya yang makin muda. Daisy berkata bahwa Benjamin benar. Sepertinya dia tidak bisa merawat Caroline dan Benjamin dalam waktu yang bersamaan. Akhirnya mereka berpisah kembali dan Benjamin memilih tinggal dan hidup sendiri asalkan Daisy dan Caroline bahagia.
Sepuluh tahun sejak pertemuan terakhir mereka, ayah tiri caroline pun meninggal dan itu bertepatan dengan datangnya sebuah panggilan telepon. Ternyata departemen kesejahteraan anak menemukan Benjamin tinggal seorang diri di sebuah gedung tak terurus. Satu-satunya petunjuk adalah buku diary itu yang di mana nama Daisy terus disebut di sana.
Saat Daisy menemukan Benjamin, dia sangat terkejut melihat Benjamin yang terlihat seperti anak umur 8 tahun. Bahkan saat itu Benjamin sudah tak mengingat Daisy dan terlihat begitu kebingungan. Akhirnya Daisy memutuskan untuk merawat Benjamin. Hal yang sangat mengharukan saat Daisy menyaksikan bagaimana Benjamin mulai kehilangan kemampuannya dalam berjalan dan berbicara. Karena di Fase itu Benjamin telah kembali menjadi balita.
Sampai pada usia Benjamin menginjak 80 tahun, tubuhnya sudah menyusut seperti bayi. Daisy memangkunya di kursi layaknya sang ibu yang sedang menimang bayi. Saat itu tatapan Benjamin seakan selalu mengatakan bahwa dia mengenal Daisy. Nahaasnya, di hangatnya pangkuan itu akhirnya Benjamin menutup mata untuk yang terakhir kali.
Kembali ke timeline di tahun 2005, persis di tahun setelah kepergian Benjamin, seekor burung yang dulu pernah menghampiri Benjamin kini juga mengunjungi Daisy di rumah sakit. Dan persis di momen itulah Daisy mengembuskan napas terakhirnya.
Film ini mengingatkan kita betapa berharganya waktu. Tanpa disadari waktu berjalan begitu cepat dan orang yang kita sayangi bisa pergi kapan pun. Hikmah yang bisa dipetik dari film ini, janganlah menyia-nyiakan waktu saat bersama teman ataupun keluarga. Buatlah setiap momen menjadi berharga karena mungkin saja itu adalah pertemuan terakhir yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H