Beberapa fenomena yang menggambarkan habit suatu sub kultur budaya di seantero bumi telah memberikan informasi awal kepada kita bahwa "merokok" tidak selalu dianggap sebagai habit yang buruk dalam perspektif semua sub kuktur budaya.Â
Pada hasil kajian sementara yang saya lakukan pada obrolan informal dan googling bahwa kebiasaan pertama merokok secara koektif dilakukan orang adalah orang Indian yang menjadikan rokok sebagai sebuah alternatif pengobatan TBC.
Sementara itu di sub kultur kita, katakanlah Sunda, sebaliknya diyakini bahwa rokoklah salah satu kebiasaan buruk yang mengakibatkan seseorang rentan terjangkit virus TBC.
Perdebatan keburukan dan manfaat rokok pun tak pernah berakhir, karena dari aspek kesehatan pun ada yang menegaskan  ahwa rokok dari bahan tembakau terbukti memberikan dampak postif relaksasi bagi pecandunya. Pada kajian yang lebih intensif, dibawah arahan WHO menegaskan tentang tingkat bahaya tertinggi pada perokok pasif yang beraktifitas disekitar para pecandu.
Pada perspektif lain, semisal ekonomi, khususnya ekonomi nasional, pemerintah pun berdiri di dua kaki. Kaki pertama berdiri di kepentingan kesehatan dengan pembatasan dan larangan merokok ditempat umum tertutup, bahkan di lingkungan Rumah sakit atau pendidikan. Kaki kedua pemerintah terjepit pada kepentingan pendapatan nasional melalui pajak/ cukai dari rokok dan kehidupan para petani tembakau.Â
Maka saya pun mulai tercenung dan mulai berpikir, apakahmerokom ini merupaka. bagian dari kearifan lokal atau setidaknya kenormalan lokal atau sebalknya merupakan kebrutalan lokal, bahkan kebiadaban lokal. Maaf, saya mengacu pada peringatan di bungkus rokok yang tertulis dengan jelas : "Merokok  Bisa Membunuhmu."
Perspektif lain. dari kajian ormas keagamaan pun  berbeda, mulai dari fatwa haram. makruh hingga mubah, bahkan mungkin "dianjurkan".
Ada seloroh juga yang mengatakan. mengapa ormas Islam tertentu mengharamkan rokok. Katanya, karena ormas Islam yang memfatwaka. haram tentang merokok adalah ormas Islam yang didknasi bukan oleh para "juragan bako" (pengusaha tembakau), melainkan oleh para juragan lainnya. semisal batik, makanan olaha. dll. Sementara ormas yang  masih memakruhkan dan memubahkannya memang mendapat donasi dari para juraga. bako.Â
Terus terang pada seloroh aline diatas saya ceenderung tidak percaya dan menganggap seloroh itu sebagai seloroh yang semi sarcastic dan kurang bisa dipertanggung-jawabkan Kea sahannya.
"Lalu bagaimana menurut para pembaca?"