PT Pertamina, penerima mandat negara dalam mengelola sumber energi negeri. Sejak pertama kali didirikan, ada sebuah pengharapan sederhana terhadap kehadiran perusahaan ini, menjaga kedaulatan energi negeri. Bisa jadi, dikarenakan keserakahan politik rejim, lalu kemudian PT Pertamina berada di antara swasta (private) dan negara (state). Lalu kemudian banyak jembatan penghubung diantara hilir dan hulu dalam rantai energi negeri. Satu persatu pun mulai direvisi, dan selalu tetap sama, berada dalam kendali asing dan lembaga keuangan internasional. Mandat konstitusi negeri ini sudah sangat tegas, bahwa "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara." Dalam bagian penjelasannya, yang saat ini telah ditinggalkan, telah pula disebutkan:
"Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang."
Pasal 33 (2) UUD RI telah sangat tegas dan kuat memberikan mandat kepada negara, melalui Badan Usahanya, agar kemudian menjadi penguasa, yang tak sekedar melepaskan kontrak-kontrak karya ataupun kontrak produksi kepada perusahaan (asing), yang kemudian malah menjadi penguasa atas sumber-sumber energi negeri ini. Minyak, gas alam, coal bed methane (CBM), batubara, geothermal, ethanol, dan beragam sumber energi lainnya, adalah bagian terpenting bagi warga negeri ini. Ini adalah sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Akhirnya, bila PT Pertamina gagal dalam membangun kedaulatan energi, maka kesejahteraan bagi warga negeri ini, semakin sukar tercapainya. Energi masa depan bagi negeri ini adalah energi yang berdaulat. Bukan sekedar sebuah energi yang bersih, terbaharukan, dan berkelanjutan. Bila kemudian sumber-sumber energi tetap dikuasakan pada orang-kelompok tertentu, yang kemudian membatasi akses kepada warga untuk memperoleh kesejahteraannya, maka energi masa depan tetap tak akan mampu menggerakkan sebuah perubahan bagi negeri ini. [caption id="attachment_271607" align="aligncenter" width="600" caption="Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air di Senamat Ulu"][/caption] Walaupun demikian, masih terdapat beragam inisiatif yang dibangun oleh warga secara mandiri untuk memenuhkan kebutuhan energinya. Apa yang dilakukan oleh warga di Sumatera, dengan Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air, adalah sebuah cara agar warga mampu mandiri dan berdaulat terhadap energinya. Pun telah banyak pengalaman warga negeri ini untuk melakukan fermentasi, yang bilamana didampingi, akan menghasilkan energi terbaharukan, sebagai ethanol ataupun bentukan lainnya. Potensi air yang berlimpah pun, bisa menjadi bencana bagi warga negeri, bila kemudian cara kelola pembangkit listrik berbasis air ini tidak memberikan kedaulatannya bagi warga. Ada banyak pembelajaran dari proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air, yang telah menggusur dan menghilangkan kawasan berkehidupan warga dan sumber-sumber berkehidupan warga. Akhirnya justru energi menjadi sebuah ancaman, sebagaimana yang akan dihadapi pada beberapa kampung di berbagai wilayah negeri, demi memenuhkan keinginan energi listrik industri. Sedangkan pengembangan pemanfaatan energi yang memanfaatkan tenaga surya masih sangat jauh dari sebuah impian. Anak-anak negeri yang belajar di Sekolah Menengah Kejuruan, Politeknik, maupun Perguruan Tinggi dengan bidang keilmuan kelistrikan, hanya memperoleh pembelajaran-pembelajaran klasik. Belum ada sebuah proses sistematis dalam melakukan transfer teknologi sel surya pada ranah pendidikan. Pun bila ada, hanya pada perakitan, bukan pada penciptaan. Sebuah pekerjaan rumah yang besar, bagaimana kemudian negeri ini mempersiapkan sumberdaya terlatih, terdidik, berinovasi dan kreatif, yang mampu melahirkan ciptaan-ciptaan baru dalam memenuhi kebutuhan energi, dengan biaya yang murah dan mudah dikelola. Sebuah perjalanan negeri hingga saat ini, selayaknya sudah mulai mengerucut pada pembangunan kedaulatan dan menuju pada kemerdekaan sejati. Kebijakan dan politik energi negeri ini, dan juga sektor lainnya, sudah harus kembali pada jalur konstitusi. Pencapaian cita-cita kemerdekaan ini pun harus disertai dengan sebuah sistem pendidikan yang tak melelahkan dan mengekang kreativitas. Pun dalam memahami konteks sosio-kultural lokal, menjadi penting dalam tahap awal untuk mengembangkan program dan proses pembangunan lainnya. Agar negeri ini dapat kembali cerah-ceria, bersama energi bersih, terbaharukan dan berkelanjutan. Dan yang juga penting adalah tidak akan menggunakan energi yang dapat mengancam kehidupan, Nuklir. PT Pertamina, kembalilah pada mandat konstitusimu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H