Baru-baru ini, beredar sebuah vidio yang cukup menggemparkan jagat media sosial. Rekaman video Elianu Hia, orang tua salah satu siswi SMK Negeri 2 Padang.Â
Elianu Hia, dipanggil pihak disekolah karena anaknya tidak memakai jilbab sebagaimana yang diwajibkan dalam peraturan sekolah.
Mungkin sebagian dari pembaca akan berkata, lha, kenapa tidak ikuti saja aturan sekolah, kenapa pula menolak aturan yang sudah di wajibkan pihak sekolah?
Begini kawan, alasan Elianu Hia menolak aturan diwajibkan sekolah karena ia bukan muslim, jadi kenapa mesti anaknya harus/wajib memakai jilbab?
Pada intinya, dalam vidio itu, Eliana Hia berusaha menjelaskan bahwa anaknya adalah nonmuslim, sehingga cukup terganggu oleh keharusan untuk mengenakan jilbab.
***
Dengan beredarnya vidio yang diunggah  Elianu,  beragam tanggapan/komentar pun ikut melengkapi dan membuat makin viral vidio itu.
Beberapa komentar dari natizen yang budiman, bisa Anda lihat pada gambar tangkap layar pada video unggahan Elianu yang saya sajikan di bawah ini.
Silakan Anda nilai sendiri menggunakan akal pikiran yang sehat, tanpa mengait SARA.
Saya sangat tidak setuju, bila ada upaya/tindakan apapun yang memaksa orang lain utuk mengikuti apapun itu, yang berkaitan dengan keyakinan.Â
Pun saya tidak setuju, kalau setiap persoalan ditanggapi dengan mengunakan kata-kata yang tidak beradab.
Apalagi membawa-bawa nama agama untuk agenda tertentu, dan juga berpikir bahwa di negara ini hanya diatur oleh agama mayoritas, sehingga segala seluk beluk aturan harus sesuai dengan keinginan mayoritas.
Pendeknya. Cara dan tindakan demikian bertentangan dengan akal sehat dan UUD (undangan-undang dasar)
Misal, Pada komentar akun yang bernama Ita Zuyinalinissi : Tegakkan peraturan islam. Jika kamu berada di antara umat islam.
Komentar tersebut terkesan membawa-bawa agama. Orang yang membaca komentar tersebut bisa saja beranggapan bahwa, ia mendukung apa yang diwajibkan sekolah itu dengan berkata tegakkan aturan islam, jika kamu berada di antara umat islam.
Atau bisa jadi, komentar itu hanya sebuah pernyataan, bahwa tegakkan aturan islam, jika berada di  antara umat islam.
Akan tetapi dari kalau dilihat dari konteks dimana ia berkomentar, sepertinya ia lagi berhalusinasi tentang Indonesia yang bernegara islam.
Mudah berkomentar, Kurang tabayyun (mencari kejelasan)
Minimnya literasi dan kurang budaya tabayyun (mencari tahu kejelasan) berdampak pada mudahnya sebagian masyarakat kita dalam menilai sesuatu.
Sehingga kata-kata yang dikeluarkan seenak dan sesuka hati, tanpa berpikir dampak hukum ataupun ketersinggungan orang lain.
Takada larangan dalam mengeluarkan pendapat atupun berkomentar. Namun  sebaiknya  berpikir terlebih dahulu dampak apabila pendapat/komentar tesebut keluar dari lisan maupun tulisan.
Apakah itu menyakiti orang lain, menyinggung orang lain, pun apakah komentar yang kita keluarkan bisa mengakibatkan terkena delik.
Seandainya, para natizen yang budiman, bisa sedikit menahan diri, mecari tahu kejelasan lebih dahulu, sebelum menggerakkan jari untuk berkomentar, saya pikir akan adem-adem saja dalam berkomentar, tanpa harus mengeluarkan kalimat caci maki dan kata kasar lainnya.
Pun, apabila segala sesuatu didudukan dan dibicarakan baik-baik pasti ada jalan keluar.
Misal, seperti yang diungkapkan akun yang bernama Intan Marbun: saya juga pernah seperti ini, anak saya disuruh pakai hijab lengkap dengan bajunya. Dan sudah dibagikan, tapi saya langsung kembalikanlah ke sekolahnya tapi gurunya menolak. Dan saya menghadap ke kepala sekolahnya, dan kita berbincang2 dengan baik, dan akhirnya kepala sekolah mengerti dan akhirnya anak saya disuruh pakai pakaian putih lengan panjang, puji Tuhan anak saya lulus dengan baik.
Sekiranya, Â Elianu sejenak menahan diri untuk tak keburu mengunggah rekaman tersebut, kemudian mencari solusi dengan bertemu kepala sekolah atau dinas pendidikan terkait.
Pasti ada jalan keluar, tanpa adanya  kehebohan seperti pada komentar, gambar tangkap layar di atas.
Menurut Rusmadi (kepala SMKN 2 Padang), peristiwa itu terjadi karena adanya kesalahan dari jajaran serta Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling dalam penetapan aturan dan tata cara berpakaian siswi
Dilansir dari CNN Indonesia,
"Dalam menangani dan memfasilitasi keinginan dari ananda Jeni Cahyani kelas X untuk berseragam sekolah yang disebutkan dalam surat pernyataan, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran serta Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling dalam penetapan aturan dan tata cara berpakaian siswi," kata Rusmadi dalam jumpa pers di Padang, Jumat (22/1).
Lebih lanjut, Rusmadi mengatakan siswi tersebut tetap bersekolah seperti biasa hingga kini.
"Tadi Jeni sekolah seperti biasa di sekolah. Kami berharap kesalahan, kekhilafan, kesimpangsiuran informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kebersamaan dan keberagaman," tutur Rusmadi.
Kendati sudah adanya permintaan maaf dari pihak sekolah. Namun, yang mengherankan buat saya adalah kok bisa ya, terjadi kesalahan demikian? Padahal, dalam membuat sebuah aturan  tentu melibatkan seluruh perangkat sekolah.Â
Kita pun tahu bersama bahwa dalam sekolah negeri, guru/pengajar tidak hanya diisi  oleh satu kelompok, suku, atupun agama saja, tetapi di dalam sekolah negeri itu terdapat berbagi macam latar belakang, sehingga menjadi aneh jika adanya pembiaran  peraturan mengenai pemakaian jilbab di sekolah negeri tersebut.
Misal, ada guru bergama hindu dan Kristen di sekolah tersebut, ketika pembahasan mengenai jilbab, apakah mereka hanya diam saja dan ikut menyetujui keputusan wajib memakai jilbab bagi siswi yang non muslim?
Dan yang anehnya lagi, kelalaian ini, seakan menunjukan bahwa sekolah dan dinas terkait, tak tahu mengenai
Permendikbud 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Dalam pasal 3 bagian (4) huruf d, Â jelas berbunyi:
Pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.
Intinya, pada pasal tersebut ada kata-kata, tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.
Sehingga, walaupun adanya aturan mengenai pakaian seragam terhadap peserta didik. Akan tetapi, pihak sekolah pun harus menghargai keyakinan agama seseorang, baik itu sekolah negeri atau sekolah yang bukan negeri.
Dengan demikian, Saya pikir, kejadian tersebut, menjadi pelajaran dan perhatian kita bersama.
Untuk pihak sekolah dan dinas terkait, Â semoga bisa menjelaskan duduk persoalan sebenarnya tentang kewajiban berhijab tersebut.
Sebab, seperti yang dikatakan  Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling dalam vidio itu bahwa aturan mewajibkan jilbab sudah disepakati bersama, kemudian diberi tembusan kepada Dinas Pendidikan.
Benarkah demikian? Kalaupun benar demikian, ada apa dengan Dinas Pendidikan Sumbar?
Dan untuk saya sendiri, dan juga para natizen yang budiman.
Pertama, budayakan mencari tahu kejelasan, sebelum berkomentar.
Kedua, biasakan segala sesuatu diselesaikan dengan kepala dingin dan dengan cara baik-baik.
Ketiga, tetap gunakan akal sehat, Â ini penting. Sebab tanpa akal sehat, ucapan dan perbuatan kita layaknya hewan.
Persatuan dan kesatuan sebuah negara tidak akan terwujud, jika di dalamnya takada cinta kasih dan  pengertian antar sesama manusia
Kata Albert Einstein : Perdamaian tidak bisa dipelihara dengan paksa. Itu hanya bisa dicapai dengan pengertian.
Akhir kata, di negara tercinta kita ini, apapun yang bertentangan dengan Pancasila, UUD dan kebhinekaan harus dilawan dengan tegas, bukan dengan memaki-maki.Â
Bacaan:
detik.com
cnnindonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H