Sebagian pihak berargumen bahwa karena RUU ini diajukan pemerintah, maka dengan sendirinya yang diperlukan hanyalah persetujuan DPR. Argumen semacam ini berantakan karena dalam hampir tiga tahun sejak diajukan pemerintah, RUU sudah menjalani banyak pembahasan dan perubahan. Bahkan dalam rapat Panja 6 Februari 2014, sikap pemerintah adalah mendukung pilkada langsung.
Tahap persetujuan bersama dengan Presiden ini bahkan menjadi semakin penting mengingat saat ini, Presiden SBY berulangkali menyatakan kecewa dan tidak menyetujui Pilkada lewat DPRD.
Jadi, saya tidak melihat akan ada persoalan terlalu serius untuk membatalkan pengesahan keberlakuan UU Pilkada yang dihasilkan DPR Jumat pagi lalu.
Kuncinya ada di tangan Presiden SBY. Kalau memang dia tidak setuju, dia sebaiknya menyatakan bahwa ‘persetujuan bersama antara DPR dan Presiden’ sebagaimana diamanatkan UUD tidak pernah terjadi. Kalau DPR masih ngotot, SBY sebagai kepala negara bisa tidak menandatangani UU. Dan setelah itu mengajukan permohonan uji materil ke MK atau MA.
Selesai masalah. Demokrasi terselamatkan. Smile, please!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H