Kesalahan berpikir (logical fallacies) adalah kesalahan dalam penalaran yang membuat argumen tampak logis padahal tidak. Kesalahan ini sering muncul dalam diskusi dan debat, mengaburkan kebenaran dan memengaruhi pengambilan keputusan. Logical fallacies bisa terjadi secara sengaja, untuk mengalihkan perhatian atau memenangkan argumen tanpa basis yang kuat, maupun tidak sengaja, karena ketidaktahuan atau kekeliruan berpikir. Filosof seperti Aristotle telah mengkaji kesalahan berpikir ini sejak zaman Yunani kuno dalam upaya menciptakan aturan logika yang lebih kuat. Hingga kini, logical fallacies tetap relevan dan dipelajari dalam logika, retorika, dan filsafat untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Ad hominem adalah kesalahan berpikir yang menyerang pribadi seseorang alih-alih argumen yang disampaikan. Misalnya, dalam debat politik, alih-alih membahas kebijakan lawan, seseorang mungkin menyerang karakter atau latar belakang pribadi lawan debat. Filosof John Locke menganggap ad hominem sebagai bentuk argumen yang tidak valid karena mengalihkan fokus dari isu yang sebenarnya. Serangan ad hominem sering digunakan dalam debat publik untuk mendiskreditkan lawan, membuat audiens teralihkan dari substansi argumen yang seharusnya dibahas, sehingga mengurangi kualitas diskusi.
Strawman fallacy terjadi ketika seseorang dengan sengaja menyederhanakan atau mendistorsi argumen lawan untuk menyerang versi yang lebih lemah dari argumen tersebut. Contohnya, jika seseorang berpendapat bahwa perlu adanya regulasi lingkungan, pihak lain mungkin menuduh bahwa orang tersebut ingin menghancurkan ekonomi. Filosof J.S. Mill menganggap strawman fallacy sebagai bentuk misrepresentasi yang tidak etis dalam debat, karena tidak memberi kesempatan pada argumen asli untuk dipertimbangkan secara adil. Kesalahan ini menghambat diskusi yang konstruktif dan sering digunakan untuk memanipulasi persepsi audiens.
False dilemma, atau dikenal juga sebagai false dichotomy, adalah kesalahan berpikir yang memaksa pilihan hanya pada dua alternatif, padahal masih banyak pilihan lain yang mungkin. Misalnya, dalam kampanye politik, sering kali terdengar pernyataan bahwa seseorang harus memilih antara mendukung satu pihak atau menjadi pengkhianat negara. Filosof Ludwig Wittgenstein mencatat bahwa bahasa sering kali menyederhanakan kompleksitas dunia, yang menyebabkan munculnya false dilemma. Kesalahan berpikir ini membatasi perspektif dan mencegah solusi yang lebih baik atau jalan tengah yang mungkin lebih efektif.
Slippery slope adalah kesalahan berpikir di mana seseorang berargumen bahwa satu tindakan kecil akan menyebabkan rangkaian peristiwa yang tidak terkendali dan berakhir buruk. Misalnya, seseorang mungkin berkata bahwa jika kita melegalkan ganja medis, maka itu akan mengarah pada legalisasi semua obat terlarang. Filosof David Hume mengkritik slippery slope karena kurangnya bukti yang menunjukkan bahwa rangkaian peristiwa tersebut benar-benar akan terjadi. Slippery slope sering digunakan untuk menakut-nakuti audiens tanpa memberikan argumen yang konkret dan logis.
Circular reasoning terjadi ketika argumen menggunakan kesimpulannya sebagai salah satu premis tanpa memberikan bukti independen. Contohnya, "Koran ini terpercaya karena mereka selalu menyampaikan berita yang benar." Dalam pandangan filosof Immanuel Kant, circular reasoning adalah bentuk argumen yang tidak dapat diverifikasi atau dibantah, karena mengandaikan kesimpulan sebagai premis. Kesalahan ini menunjukkan kelemahan dalam struktur argumen, membuatnya tidak dapat diterima sebagai bukti yang valid.
Hasty generalization adalah kesalahan berpikir di mana seseorang membuat kesimpulan umum berdasarkan sampel yang terlalu kecil atau tidak representatif. Contoh sederhana adalah seseorang yang mengunjungi satu kota kecil di Indonesia dan kemudian menyimpulkan bahwa seluruh negara adalah seperti kota itu. Filosof Francis Bacon mengkritik hasty generalization sebagai bentuk penalaran yang terlalu cepat dan tidak berdasar, yang dapat menyebabkan stereotip dan prasangka. Kesalahan ini menunjukkan betapa pentingnya data yang cukup dan representatif dalam membuat kesimpulan yang valid.
Appeal to authority terjadi ketika seseorang mengklaim bahwa suatu argumen benar hanya karena dikatakan oleh seseorang yang dianggap sebagai otoritas, tanpa mempertimbangkan bukti yang relevan. Misalnya, seseorang mungkin berkata bahwa teori tertentu benar karena seorang profesor terkenal mendukungnya, tanpa memeriksa argumen dan bukti yang mendasari teori tersebut. Filosof Karl Popper memperingatkan bahwa appeal to authority dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan, karena mengabaikan proses verifikasi dan kritik yang merupakan bagian penting dari metode ilmiah.
Appeal to ignorance adalah kesalahan berpikir yang menyatakan bahwa sesuatu adalah benar hanya karena tidak ada bukti yang membantahnya, atau sebaliknya. Contohnya, "Tidak ada bukti bahwa alien tidak ada, jadi alien pasti ada." Filosof Bertrand Russell mengkritik appeal to ignorance karena tidak adanya pembuktian positif untuk mendukung klaim. Menurut Russell, beban pembuktian ada pada orang yang membuat klaim, bukan pada orang yang membantahnya. Kesalahan ini menunjukkan kelemahan dalam proses pembuktian dan sering digunakan untuk mengelabui audiens.