Mohon tunggu...
Adean Triyansyah
Adean Triyansyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik UPN"Veteran"Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyekolahkan Anak di Sekolah Unggulan, Prestise atau Bukan ?

7 Januari 2013   17:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:24 6786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Umumnya, para orangtua menginginkan putra putri mereka bisa diterima di sekolah yang berkualitas. Sekolah yang berkualitas ini sering dikategorikan oleh masyarakat sebagai sekolah favorit atau sekolah unggulan. Pada masa lalu, sebagian masyarakat mengkategorikan sekolah favorit tersebut sebagai sekolah yang berstatus negeri. Itulah sebabnya para orang tua kemudian berlomba-lomba untuk mendorong anak-anaknya bisa diterima di sekolah negeri.

Dulu, sekolah swasta mempunyai stigma negatif. Banyak yang menilai bahwa sekolah swasta hanyalah sekolah yang menampung siswa buangan yang tidak diterima di sekolah-sekolah negeri, mutu sekolahnya pun ada di bawah mutu sekolah negeri. Namun seiring perkembangan jaman, bermunculan sekolah-sekolah swasta yang menjadi sekolah unggulan dengan mutu dan fasilitas yang jauh lebih baik dibandingkan sekolah negeri, seperti Al Azhar ataupun Budi Mulia. Namun, karena biaya bersekolah di sekolah swasta unggulan itu sangatlah mahal, maka kebanyakan orang yang bersekolah di sana hanya dari masyarakat golongan atas saja, dan seiring dengan hal itu munculah pandangan baru dalam masyarakat bahwa bersekolah atau menyekolahkan anak di sekolah swasta unggulan menjadi sebuah prestise bagi kalangan tersebut. Benarkah pandangan ini ?

Bagi Dian, salah satu orang tua murid di SD Budi Mulia II Yogyakarta, menyekolahkan anaknya di sekolah swasta unggulan seperti Budi Mulia ini karena beberapa alasan, seperti sistem pendidikan yang lebih personal dan membentuk pribadi yang baik sejak dini.  “Di sini bimbingan belajarnya lebih personal dibandingkan dengan sekolah lainnya. Di sekolah lainnya, guru dan muridnya seperti ada jarak, di sekolah budi mulia ini, murid dan gurunya seolah tidak ada jarak. Dan selain itu alumni dari sekolah ini memiliki pribadi yang baik dibandingkan dengan sekolah yang lain yang hanya mengutamakan mutu pendidikannya.” Istri dari konsultan gas dan minyak bumi ini tidak memandang menyekolahkan anak di sekolah swasta unggulan ini untuk sebuah prestise, ia menilai biaya mahal di sekolah anaknya sudah sesuai dengan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih baik. Walaupun begitu ia tidak menepis fakta bahwa mungkin memang ada yang memandang menyekolahkan anaknya di sini untuk sebuah prestise.

Hal senada diungkapkan Wulan, salah seorang orang tua murid SD Budi Mulia II Yogyakarta. Wulan tidak memandang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta unggulan sebagai sebuah prestise. Ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Jalan Kaliurang Km 10 yogyakarta itu menyekolahkan anaknya Budi Mulia karena cocok dengan visi misi sekolah itu. “Saya lebih memilih menyekolahkan anak di Budi Mulia karena saya merasa cocok dengan visi misi di sekolah ini, di mana visi misinya adalah bahwa setiap anak itu unik dan memiliki kelebihan, dan di sekolah ini kelebihan itu bisa tereksplore (tersalurkan)” ujarnya. Selain itu Wulan menganggap sistem pendidikan yang berbeda dengan ekstra kurikuler yang lengkap dapat membuat bakat anaknya lebih terasah dan mendidik anaknya untuk berlatih bertanggung jawab sejak dini. Dengan besarnya biaya yang dikeluarkan, mencapai Rp 5 juta/tahun, Wulan merasa fasilitas yang tersedia masih kurang, namun dibanding dengan sekolah negeri, fasilitas di Budi Mulia sudah lebih baik, seperti tersedia kolam renang, studio musik dan toilet yang selalu bersih. Selain itu snack dan makan siang juga sudah disediakan oleh sekolah.

Pendapat yang sama juga diutarakan Rama, seorang istri pegawai perpajakan yang juga menyekolahkan anaknya di SD Budi Mulia II. Ibu rumah tangga yang berdomisili di Bantul ini tidak memandang menyekolahkan anaknya di Budi Mulia sebagai sebuah prestise. Rama menyekolahkan anaknya di Budi Mulia selain karena dekat dengan kantor suaminya, juga karena melihat program pengajarannya dan juga karena faktor pemiliknya, yakni Amien Rais. “Saya dengar jika sekolah ini bagus. Kemudian faktor dari pak amien rais sebagai pemiliknya.  Kemudian sistem pembelajaran yang tidak hanya duduk dikelas sambil mendengarkan pelajaran, apalagi anak saya tidak suka dengan pelajaran yang hanya duduk dikelas. Apalagi dengan banyaknya kegiatan ekstra yang membuat tidak perlu menambah waktu untuk les” ungkapnya. Anaknya yang kini menginjak kelas tiga SD pun merasa nyaman bersekolah di Budi Mulia, dan tidak pernah komplain.

Dari sudut pandang para siswa sendiri juga mereka merasa nyaman dan senang bersekolah di sekolah swasta unggulan seperti Budi Mulia ini. Walaupun waktu bersekolah di sekolah macam ini relative lebih lama dibanding dengan sekolah negeri, yakni dari pagi hingga sore hari, namun para siswa di sekolah Budi Mulia ini tidak merasa kehilangan waktu bermain.

Seperti yang diungkapkan Asa Fathiatun Nuri (10), siswa kelas 5 SD Budi Mulia II Yogyakarta. Walaupun awalnya ia disuruh oleh ayahnya untuk bersekolah di Budi Mulia, namun akhirnya setelah memilih-milih sekolah lain, ia memutuskan untuk masuk ke sekolah ini, tanpa ada paksaan dari orang tua. Asa mengaku senang bersekolah di SD Budi Mulia ini dan tidak merasa kehilangan waktu bermainnya “Aku senang sekolah di sini soalnya sekolahnya cuma 5 hari, terus di sini ada tapak suci, aku paling suka mata pelajaran itu. Aku tidak kehilangan waktu bermain kok, di sekolah juga bisa bermain sam teman-teman” ungkapnya. Selain itu cara mengajar para guru yang mudah di pahami juga memudahkannya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dana Paramitha (6) dan Farel (8), anak kelas 1 dan kelas 3 SD budi Mulia Dua. Dana mengaku senang bersekolah di SD Budi Mulia II ini karena banyak teman dan para guru cara mengajarnya lucu dan tidak membosankan. Dana juga tidak merasa kehilangan waktu bermain karena lama di sekolah “di rumah tidak ada teman, jadi kalo sekolah senang. banyak temannya” ucapnya. Hal yang sama juga dikatakan Farel, bersekolah di Budi Mulia membuatnya memiliki banyak teman. “ Di sekolah juga bisa main sama teman-teman kok, bisa main futsal bareng juga” katanya menutup wawancara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun