Mohon tunggu...
Ade Bagus Kusuma
Ade Bagus Kusuma Mohon Tunggu... -

simpel, eazy, learner.... www.adebaguskusuma.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Humas DPR Tidak Mampu Mengontrol Isu Negatif Lembaganya

4 Juli 2012   03:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13413813581957319786

[caption id="attachment_198785" align="aligncenter" width="620" caption="Gedung DPR/Kompasiana (KOMPAS/Priyombodo)"][/caption] Selama ini marketing politik lebih di enforce kepada eksekutif, sehingga kandidat legisatif kurang bisa menerapkanstrategi komunikasi politik. Memburuknya citra DPR dengan berbagai pemberitaan korupsi, kurang ditangani dengantepat  oleh pihak-pihak yang bisa menghandle isu dengan elegant. Lihat saja ketika ada anggota DPR atau DPRD yang tertangkap tangan melakukan kejahatan, seketika tidak ada pem-back up-an informasi yang jelas dari humas atau kesekretariatan DPR. Kasus berbagai anggota DPR dibiarkan liar tidak terkendali sehingga media melakukan investigasi sendiri. Tidak jarang terdapat banyak spekulasi karena hampir tidak ada rilis resmi dari institusi terkait. Rujukan utama media adalah kepolisian dan KPK, sehingga informasi lebih bersifat satu arah. Buruknya manajemen isu ini mungkin juga menunjukkan semakin tidak kredibelnya berbagai perangkat yang terdapat di dalam dewan. Lebih membahayakan lagi ketika berbagai isu tersebut malah dibiarkan menjadi bola salju. Publik akan membaca bahwa DPR semakin tidak satu suara, antar fraksi saling wait and see untuk menunggu momentum yang tepat, “fraksi mana yang akan jadi bulan-bulanan media besok” dan fraksi lain akan ikut-ikut menggebuki. Saling gebuk isu antar fraksi, semakin akan memperburuk citra DPR yang memang dianggap buruk, biang korupsi, dan sumber utama persoalan bangsa oleh masyarakat. Berbagai program marketing politik yang digunakan oleh partai dan kandidat hanya dijalankan pada masa awal pemilu. Tidak ada pengawalan opini, manajemen isu, dan counter isu ketika kandidat sudah menjabat. Para politisi ini hanya sibuk memulihkan kondisi ekonomi yang tersedot dalam masa kampanye tetapi tidak konsisten dalam perbuatan dan ucapannya. Dari gambaran diatas, jelas bahwa DPR memerlukan tim Humas yang solid, tim humas yang cekatan dan tanggap dalam menahan isu negatif. Humas dari DPR harus dilatih kusus untuk menghandle berita negatif karena ulah para anggotanya. Saya yakin sehandal apapun tim humas yang di bentuk pasti akan mendapat tantangan berat karena ulah kriminal para anggota DPR. Situasi Tersebut diperparah dengan perpecahan antar fraksi, DPR tidak memiliki kesatuan komitmen dalam bekerja. Hancurnya reputasi sebuah fraksi dianggap menguntungkan fraksi lain, ketika fraksi lain terkena masalah yang lain juga mengambil posisi ikut menghakimi. Jika watak serakah, iri, dan pengkhianatan sudah menggejala dalam tubuh sebuah institusi,  bisa dipastikan sehebat apapun manajemen PR dia akan tumbang juga. Dari berbagai kasus kehumasan yang ada di DPR saya menarik beberapa kesimpulan sebagai sebuah hipotesa.

  • Humas DPR Takut Mengambil Tindakan Karena Ada Perbedaan Pandangan dengan Fraksi atau Parpol

Anggota DPR adalah produk partai politik yang sejak berdirinya memang sarat dengan manuver politik. Jika terjadi kesalahan fatal anggotanya, tim public relation DPR akan berfikir dua kali untuk memberikan tanggapan atau konferensi pers. Jika yang disampaikan berbeda dengan strategi partai politik maka humas akan dianggap menyalahi wewenang dan bertindak diluar prosedur. Padahal tim humas berupaya untuk mengontrol isu yang berkembang.

  • DPR Lebih Mengandalkan Kemampuan Parpol dan fraksi Untuk Mengelola Isu

Setiap anggota DPR selama ini hanya tunduk kepada keputusan fraksi, ini seakan smemberikan pembenaran bahwa setiap kasus yang menyeret anggota DPR tidak perlu diklarifikasi oleh humas DPR karena sudah menjadi domain partai. Sementara parpol dan fraksi mempunyai perhitungan politik sendiri, apakah anggotanya akan dibela atau dijadikan kambing hitam demi memulihkan citra partai. ini tentu sejalan dengan budaya kita yang selalu mengkambinghitamkan “oknum” daripada tanggungjawab kolektif.

  • Humas DPR Dilokalisir Pada Kerja Administratif  Bukan Kerja Strategis

Selama ini Humas DPR hanya dilokalisir pada tugas administratif semata, yaitu memberikan informasi sebatas aktivitas dewan, rapat-rapat, dan juga kunjungan-kunjungan. Mereka tidak dilatih untuk menangani sebuah isu selayaknya humas legislatif di negara modern. salah satu faktornya adalah masing-masing partai politik mempunyai juru bicara masing-masing. Fatalnya lagi partai seringkali tidak memiliki juru bicara yang dibekali ilmu komunikasi politik yang mumpuni. Ruhut Sitompul saya kira bukan Humas yang relevan bagi partai sebesar Demokrat. Gambaran diatas adalah kendala yang saya lihat dialami oleh humas DPR dalam menangani dan mengontrol isu yang berkembang. Friksi politik dan ambisi saling jegal masing-masing partai membuat humas dan tim PR lebih baik bersikap pasif daripada menjadi bumerang. Padahal diberbagai negara modern, isu legislatif ditangani dengan sangat profesional dan penuh pertimbangan, barulah hal yang bersifat khusus akan ditangani oleh humas partai. sistem ini mengadopsi pola kerja korporat, sebagaimana marketing politik yang juga mengadopsi pola kerja korporasi. Gresik, 4 Juli 2012

Kunjungi Rumah Saya di Sini

Ilmu Komunikasi Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun