“Dedicated to My Big Love”
Tolak dan Lawan Kenaikan Harga BBM
“Bagi Pemoeda Indonesia, Ia lebih soeka melihat Indonesia tenggelam ke dasar laoetan daripada mempoejaija sebagai djadjahan orang kembali-Bagi Pemuda Indonesia, ia lebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali” (Mohammad Hatta)
Rezim Susilo Bambang Yudhoyono kembali akan mengeluarkan kebijakan gila yang dipastikan akan semakin menindas seluruh rakyat Indonesia. Rezim SBY antek Neo Kolonialisme-Imperialisme berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tanggal 1 April 2012.
Rencana Rezim SBY untuk menaikkan harga BBM merupakan pengkhinatan dan pendzaliman kepada seluruh bangsa Indonesia. Alasan-alasan untuk menaikkan harga BBM yang dilontarkan oleh Rezim SBY hanyalah merupakan kebohongan-kebohongan murahan yang selayaknya kita buang ke dalam toilet. Alasan-alasan palsu dan tidak logis. Mari kita bongkar kebohongan dan alasan palsu-murahan dari Rezim SBY antek Neo Kolonialisme-Imperialisme (Nekolim).
Kebohongan SBY
Rezim SBY berkeras menaikkan harga BBM. Kata Rezim Penindas Rakyat: “BBM harus naik!”. Berbagai alasan gombal murahan diungkapkan. Di antaranya, jika harga BBM tidak dinaikkan, beban pemerintah bertambah, subsidi BBM akan membengkak, dan APBN akan jebol karena bertambahnya subsidi BBM itu.
Selama ini Rezim SBY selalu berteriak-teriak dengan suaranya yang sumbang, jika harga minyak dunia naik, subsidi BBM akan membengkak. Pada Febuari 2012 harga minyak mentah dunia sudah 120 dollar AS perbarel. Sedangkan, asumsi dalam APBN hanya 90 dollar AS perbarel. Ada selisih USD 30 perbarel. Penyediaan BBM bersubsidi berpatokan pada harga minyak dunia itu. Maka pemerintah harus menanggung selisihnya itu. Oleh karenanya, subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah jadi membengkak dan APBN bisa jebol karenanya.
Akan tetapi, pemerintah tidak mengungkapkan berapa penerimaan Pemerintah setelah kenaikan harga minyak mentah dunia itu. Sederhananya, jika harga minyak naik, maka penerimaan pemerintah dari migas juga naik, sebab biasanya jika harga minyak naik, maka harga batubara juga naik.
Penerimaan Rezim SBY dari sektor migas sebenarnya cukup besar. Sebagai gambaran, di dalam APBN 2012 tercantum pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113, 68 triliun, pendapatan gas alam Rp 45,7 triliun, pendapatan minyak mentah (DMO—Domestic Market Obligation) Rp 10,72 triliun dan PPh migas sebesar Rp 60,9 triliun. Totalnya mencapai Rp 231,09 triliun. Jika harga minyak naik, maka jumlah pemasukan dari migas itu juga dipastikan naik. Gambarannya, dalam RAPBN-P 2012 pemasukan dari sektor migas itu mencapai Rp 270 triliun. Artinya ada kenaikan pemasukan migas sekitar Rp 40 triliun.
Mengenai detil perhitungannya dapat dilihat di: http://kwikkiangie.com/v1/2012/03/kontroversi-kenaikan-harga-bbm/
Kenaikan Harga BBM Merupakan Kepentingan Asing.
Kenaikan harga BBM kembali menunjukkan penindasan yang sedang berlangsung. Minyak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada seluruh rakyat Indonesia. Minyak adalah kekayaan milik rakyat dan harus dipergunakan untuk sebesar-sebesar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, minyak yang merupakan hak rakyat tiu justru diserahkan kepada pihak asing, kepada pihak kaum Kurawa Neo Koloanialisme-Imperialisme. Menurut data Dirjen Migas (2009), Pertamina sebagai perusahaan negara hanya menguasai 16 % produksi minyak.
Penting untuk dicatat, bahwasanya kini Pertamina bukanlah satu-satunya pelaku bisnis di sektor hilir minyak Indonesia. Sejak dikeluarkannya Undang-undang tentang Minyak dan Gas (UU Migas) No.22 tahun 2001, pihak swasta (termasuk asing) diberi keleluasaan untuk berkiprah dalam bisnis migas dari hulu ke hilir. Dalam pasal 9 ayat 1 lah peluang itu diberikan, yang berbunyi sebagai berikut :
Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh :
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. koperasi; usaha kecil;
d. badan usaha swasta.
Pasal inilah yang mengakhiri monopoli Pertamina dalam sektor hilir migas sekaligus juga menandai dimulainya era liberalisasi hilir migas di Indonesia.
Sebagai dampak dari dimulainya ‘era baru’ itu, tiga korporasi asing telah menjadi ‘pemain’ resmi dalam bisnis hilir migas sejak tahun 2005. Ketiga perusahaan itu adalah Shell (Belanda), Petronas (Malaysia) dan Total (Perancis). Kini, saluran pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik ketiga perusahaan asing itu telah ‘bertebaran’ di wilayah Jabodetabek, dan akan merambah ke kota-kota lainnya di Jawa dan Bali. Shell misalnya, kini telah membuka 35 SPBU di Jabodetabek dan Surabaya. Sedangkan Petronas telah memiliki 20 SPBU di Jabodetabek. Sedangkan untuk Total yang keberadaannya relatif baru dibandingkan kedua perusahaan tersebut saat ini baru memiliki 5 SPBU di Jabodetabek. (VivaNews.Com,2010).
Namun, bukan hanya ketiga perusahaan itu yang akan ‘bermain’ dalam bisnis hilir migas Indonesia. Pasca pemberlakuan UU Migas No.22/2001 telah ada sekitar 105 perusahaan migas asing yang memperoleh izin mendirikan SPBU. Masing-masing perusahaan diberi ‘jatah’ membangun sekitar 20 ribu SPBU di seluruh Indonesia! (Majalah Trust, edisi 11/2004). Kenyataannya, hingga kini baru Shell, Petronas dan Total yang membuka SPBU di Republik ini.
Jenis BBM yang dijual oleh SPBU-SPBU milik ketiga perusahaan tersebut didominasi oleh bensin oktan tinggi yang sejenis dengan Pertamax. Shell mengandalkan bensin beroktan 92 dan 95 sebagai komoditi utamanya. Begitu juga Petronas. ‘Pertamina’nya Malaysia ini menjual bensin beroktan 92 dan 95 yang dinamakan Primax 92 dan Primax 95. Sementara Total memperdagangkan BBM bermerk Performance 92 dan Performance 95. Keduanya merupakan bensin beroktan 92 dan 95.