Malam tadi saya menghadiri pertemuan bulanan RT/RW yang diadakan rutin setiap awal bulan. Cukup lama juga saya tidak bisa menghadiri pertemuan seperti ini. Agenda acaranya biasanya rutin dan agak membosankan, membahas mengenai iuran sampah, pengumpulan jimpitan uang ronda, sosialisasi dan informasi mengenai program atau bantuan dari pemerintah daerah setempat, dan koperasi simpan pinjam, tukar pikiran mengenai pengelolaan kebersihan kampung dan sebagainya. Namun bagi saya yang lebih penting dari semua itu, adalah ajang untuk bersosialisasi dan saling menyapa antara tetangga dan warga sekeliling. Sebagai warga kampung di daerah perkotaan media pertemuan bulanan ini setidaknya dapat mengurangi kesenjangan komunikasi antar warga dan tetangga sekitar.
Dalam pertemuan tadi malam disamping agenda rutin yang sudah biasa ternyata ada yang lain. Salah seorang pengurus RW berbicara blak-blakan di depan warga yang intinya bahwa dia sebagai tim sukses dari salah seorang Caleg yang ada di kampung tersebut mengajak warga untuk mendukungnya dengan dalih bahwa Caleg tersebut sudah menjanjikan akan memberikan bantuan atau sumbangan apapun yang dibutuhkan warga. Dari nada bicaranya tersirat pernyataan bahwa sebagai warga RW yang guyub, kompak dan peduli terhadap lingkungan semestinya mendukung Caleg ini dalam Pileg nanti. Bicaranya cukup bersemangat dilandasi dengan asumsi bahwa apa yang dilakukannya semata demi kesejahteraan warga RW.
Untunglah masyarakat di kampung saya ini cukup heterogen dari segi sosial ekonomi, pendidikan, maupun wawasan politik. Salah seorang warga yang berprofesi sebagai dokter sempat memotong pembicaraan Sang Tim Sukses (sebut saja N) dengan penyampaian yang intinya bahwa sangat tidak elok dalam pertemuan warga yang seharusnya netral dari pembicaraan politik justru terang-terangan berkampanye untuk partai tertentu. Interupsi ini rupanya cukup manjur untuk menyadarkannya, sehingga dengan agak malu-malu akhirnya meminta maaf dari forum atas kesalahannya. Melihat itikadnya untuk meminta maaf dan track recordnya di kampung yang dikenal jujur, dan punya kepedulian sosial yang baik saya yakin bahwa motivasi N adalah semata-mata untuk memberikan kontribusi lebih untuk kesejahteraan warga. Bisa dibayangkan modus ini terjadi di desa-desa yang masyarakatnya lebih homogen dan tingkat ekonominya dibawah sejahtera, pasti ide ini disambut antusias dan memberikan jalan keluar bagi beban ekonomi yang makin menghimpit karena mahalnya kebutuhan pokok dan bahan bakar, meskipun hanya sementara dan semu.
Dari kejadian ini saya ingin menyoroti bahwa modus money politik seperti ini jauh lebih masif dan destruktif terhadap demokrasi. Ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran mengenai berjalannya sistem demokrasi untuk kemakmuran nyata, yang sudah digantikan dengan kepentingan pragmatis yang memberikan terapi problem masyarakat secara instan dan semu. Mungkin karena keputus asaan masyarakat karena sudah jarangnya muncul sosok pemimpin yang lebih realistis memikirkan kebutuhan pokok rakyatnya daripada sekedar berwacana tentang segala macam legislasi, sehingga mereka melakukan tindakan yang dianggap lebih instan dan pasti meskipun hanya memberikan dampak perbaikan yang temporer dan sektoral. Semangat membangun dalam kebersamaan yang tadinya berskala nasional saat ini sudah runtuh menjadi semangat bertahan hidup pada kelompok, klub, suku, ras, agama bahkan madzhab dan aliran. Sama-sama klub motor tapi berbeda merek bisa saling tawuran dan tidak jarang mengakibatkan korban jiwa. Masyarakat sudah hampir kehilangan idealisme nasional. Lalu bagaimana??
Salam
Ade Darma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H