Mohon tunggu...
ADE SURIYANIE
ADE SURIYANIE Mohon Tunggu... Guru - Guru

Senang belajar tentang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Khitan, Kearifan Lokal, dan Kesehatan

30 Januari 2023   00:02 Diperbarui: 30 Januari 2023   00:55 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada istilah musim waktu tertentu yang dikaitkan dengan keadaan. Bulan Januari ada yang mengistilahkan dengan hujan sehari-hari. Ada lagi ungkapan bahwa bulan Januari musimnya buah-buahan tertentu. Intinya sih kearifan lokal di masyarakat sendiri yang memaknai beberapa istilah musim waktu tertentu.

Kembali pada ungkapan perihal bulan-bulan khusus yang sering diidentikkan dengan musim hajatan, kondangan, dan resepsi ada beberapa bulan yang dipercayai sebagai bulan baik dan hari baik. Terlepas dari stereotipe di masyarakat yang muncul tentang hari baik dan bulan baik tersebut itu semua berdasarkan pada keyakinan seseorang. 

Bagi seorang yang pragmatis hal-hal yang berkaitan dengan istilah hari dan bulan baik itu bukan berarti mengabaikan kearifan lokal yang sudah ada sejak nenek moyang dahulu kala. Kaum Pragmatisme ini  memiliki pandangan apakah suatu permasalahan itu berguna dengan melihat sebab-akibat berdasarkan kenyataan untuk tujuan praktis semata. 

Jadi jika ada suatu permasalahan yang berkaitan dengan kearifan lokal itu dilihat apakah itu memang ingin melestarikan budaya leluhur atau dilihat kepraktisannya. Begitu pun dengan istilah yang muncul di masyarakat tentang musim kondangan. 

Musim kondangan, hajatan atau resepsi suatu acara apakah itu pernikahan, khitanan, terkadang ada yang memaknainya dengan hari dan bulan tertentu. Sehingga mereka yang akan melangsungkan acara di hari dan bulan tertentu didasarkan pada pertimbangan tertentu pula. Banyak pertimbangan dari orang yang akan melaksanakan hajatan berharap agar acara yang akan dilaksanakan nanti penuh dengan keberkahan. 

Sebagai Guru PAUD hajatan kondangan yang dihadiri seringkali pada acara walimah khitan siswanya. Siswa PAUD yang berumur 3-6 tahun ini apabila sudah meminta sendiri untuk dikhitan itu tandanya siswa tersebut termasuk pemberani. 

Saya pun sempat menonton sebuah berita viral di televisi ada seorang anak yang kabur melarikan diri bertahun-tahun dan sempat dinyatakan hilang oleh orang tuanya juga penduduk kampung karena ketakutan dikhitan. Apakah khitan itu begitu menakutkan bagi anak yang akhirnya kabur meninggalkan kampung halamannya bertahun-tahun lamanya gegara mau dikhitan? Cukup menarik beritanya dan jika ditelusuri pasti ada sebab-akibat yang melatarbelakangi sehingga anak itu melarikan diri saat hendak dikhitan kala itu.

Ya, permasalahan khitan ini memang menjadi perbincangan di masyarakat apalagi jika dikaitkan dengan kearifan lokal. Di beberapa wilayah ada yang beranggapan bahwa usia anak yang dikhitan sebaiknya diantara usia 10-12 tahun atau usia sebelum tamat Sekolah Dasar atau menjelang usia pra remaja. 

Ada juga stereotipe di masyarakat yang meyakini bahwa anak lelaki yang dikhitan sebaiknya masih kecil sebelum usia sekolah PAUD. Beberapa pendapat terkait khitan anak lelaki ini kembali pada keyakinan orang tua atau keluarga besar apakah mengambil keputusan kapan waktu yang tepat untuk mengkhitankan anak tercintanya. 

Tujaun dari berkhitan yang utama adalah faktor kesehatan. Ada bebrapa kasus seorang anak harus sedini mungkin dikhitan masih usia batita alias usia bawah tiga tahun bahkan ada juga yang masih hitungan bulan dari kelahirannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun