Memilih sesuatu adalah sebuah sikap yang tentunya memiliki sebuah alasan. Bukan tanpa sebab, kita pasti akan dihadapkan pada sebuah pilihan yang terkadang merasa bahwa "Kok begini amat, ya?"Â
Apa pun profesinya, apa pun gender nya, pasti akan berhadapan dengan sebuah pilihan yang amat sangat menentukan jalan hidup seseorang. Pilihan yang diambil sudah melalui tahapan dari perenungan baik dan buruk, sebab dan akibat, juga tentunya meminta nasihat dari orang-orang terdekat  dan melakukan munajat di tengah malam memohon petunjuk dari Allah yang Mahakuasa.Â
Lalu bagaimana setelah memilih sebuah pilihan ternyata apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan ekspektasi dan di luar dari apa yang sudah kita rencanakan?
Memang terkadang apa yang sudah dipikirkan matang-matang tetiba membuat kita menjadi down seketika. Sebagai orang yang mempercayai bahwa apa pun yang kita lakukan tak lepas dari campur tangan Allah sebagai sebaik-baiknya perencana. Manusiawi jika kita mengalami kekecewaan sesaat, tetapi kita tidak boleh larut dalam penyesalan panjang sehingga melupakan segala kenikmatan lainnya yang tidak kita syukuri.Â
Tak selamanya awan mendung akan menurunkan rinai yang tak berkesudahan. Pasti akan ada secercah sinar yang akan membiaskan titik-titik air di langit sehingga muncul pelangi indah yang membentuk garis-garis spektrum berwarna-warni di angkasa. Semua berproses dan semua akan indah pada waktunya.Â
Menjadi seorang Ibu dan juga seorang wanita karir bukanlah hal yang tak mudah dijalani. Terlebih bagi seorang Guru yang memiliki tugas mencerdaskan anak bangsa. Tetapi dalam kenyataannya seorang Guru yang juga berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga akan merasakan sebuah dilema dan tak jarang ada komentar miring yang akan membuat hatinya menciut sejenak.Â
Jika saja anak-anak yang memiliki Ibu sebagai  Ibu Rumah Tangga luar biasa apabila anaknya berprestasi maka menjadi sebuah kebanggaan dan kebahagiaan bagi si Ibu dan juga anggota keluarga lainnya. Tetapi jika anak itu sedikit bermasalah apakah dalam pembelajaran dan sikapnya, maka akan dianggap "Ah...wajar-wajar aja..kan Ibunya bukan Guru".
Menjadi Guru yang juga merangkap jabatan dengan tugas utamanya sebagai Ibu Rumah Tangga tentunya tidak mudah menjalani dua peran sekaligus. Terlebih jika di rumah tidak ada asisten rumah tangga atau keluarga besar yang bisa diminta bantuannya untuk membantu mengawasi dan mendampingi anak-anaknya dalam belajar.Â
Guru yang sudah berkutat dengan segala administrasi kelas, mempersiapkan media pembelajaran, membimbing siswa di kelas dan lainnya berharap keadaan di rumah baik-baik saja. Namun, kenyataannya tidak semudah apa yang dibayangkan. Jika dalam membuat RPP atau ATP Â hasil ketuntasan belajar siswa tidak sesuai target pasti akan ada tindakan kelas untuk melihat apa, mengapa dan bagaimana hingga pembelajaran itu kurang maksimal dikuasai siswa.
Hal ini bisa dipelajari dan dicarikan solusi permasalahannya. Ketuntasan belajar siswa tidak melulu berkaitan dengan nilai kognitif semata. Aspek lainnya juga perlu diperhatikan terlebih pada aspek Sosial Emosional siswa. Sehingga Guru dianggap sudah melakukan tugas pembelajaran dan melakukan evaluasi diri.Â
Lalu bagaimana cara mengukur perkembangan anak-anak di rumah dari seorang Guru?Â