Patah hati terhebat bukanlah saat ditinggal kekasih ketika sedang sayang-sayangnya, melainkan kala diri ini merasa ditinggalkan oleh Tuhan akibat memperturutkan hawa nafsu duniawi. Meski begitu, aku yakin bahwa seburuk apapun diri ini dihadapan-Nya, Ia tetap menerimaku sebagai hamba-Nya. Ia akan menerima taubatku secara sungguh-sungguh.
      Celakanya, aku tak segera bertaubat dan menunda-nunda. Alhasil, noda hitam dalam hatiku terus bertambah, sehingga yang terpikirkan dalam benakku ialah Tuhan tak akan sudi menerima taubatku. Aku merasa patah hati dan ditinggalkan oleh-Nya. Tak ayal hari-hariku selalu di isi dengan keburukan. Aku suka berfoya-foya menghabiskan harta dan berbagai macam keburukan lain.
      Suatu malam, aku duduk sendiri ditemani malam gelap. Tiba-tiba hati ini dilanda risau dan menuntunku untuk bersimpuh kepada-Nya. Dalam doa, aku memohon agar Tuhan jangan pernah menelantarkanku dalam kesendirian akibat kubangan dosa.
      Linangan air mata mengalir pada pipiku, tak sadar hari telah pagi. Kubuka lembaran hari dengan langkah baru. Langkah demi langkah kutapaki dan aku bisa kembali di jalan-Nya.
"Aku tak lagi patah hati, sebab Tuhan selalu dekat dan mengiringi setiap derap langkahku. Ia tak pernah menjauh selama diriku mendekati-Nya. Tuhan akan selalu bersama dalam suka dan duka selama aku mengingat-Nya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H