Suasana di kelas itu tampak gaduh, beberapa anak mentertawakan Arif yang tak mahir membaca puisi di depan kelas. Bu Wati selaku wali kelas 4B langsung menenangkan murid-murid yang ramai. Sontak, semua murid di ruangan langsung diam mendengarkan perintahnya.
Adalah Arif seorang murid pidahan dari Bandung yang baru beberapa hari lalu bergabung di kelas ini. Belum banyak teman-teman yang mengenalnya, sehingga ia sering diremehkan oleh teman-teman. Beberapa hari sekolah, ia masih belum memiliki banyak teman. Maka wajar, jika banyak teman-teman yang belum mengenal sifatnya secara mendalam.
Setiap jam istirahat, Arif tak pernah bermain di luar kelas, ia asyik membaca buku di perpustakaan. Hanya hitungan hari, sepuluh buku bacaan telah habis dibacanya. Meski rajin membaca, ia agak sedikit pendiam, terutama untuk mengenal lingkungan yang baru. Selain itu, ia tak pandai membaca puisi, sehingga hasilnya tampak begitu buruk.
Tak lama membaca puisi, bu Wati menyuruh Arif kembali ke tempat duduk. Dengan wajah tertunduk, ia kembali ke tempat duduk. Teman-temjannya masih menyoraki dengan kalimat panjang:
      "Huuuuuuu!"
      Lagi-lagi bu Wati menenangkan murid-muridnya yang masih suka meremehkan orang lain karena tak mahir akan pelajaran tertentu.
*****
Keesokan hari suasana kelas 4B tak begitu riuh seperti kemarin, sebab kali ini pelajaran matematika yang membuat kening murid-murid berkerut. Bukan seperti pelajaran bahasa Indonesia yang banyak merangkai kata-kata sehingga membuat para siswa berbahagia.
      Bu Wati menjelaskan cara menghitung luas jajar genjang, lalu memberikan dua contoh soal yang harus dikerjakan oleh para siswa.
      "Silahkan kalian kerjakan semua  soal yang ibu tulis di papan tulis. Bagi yang telah selesai silahkan acungkan jari ya?"
      Dua menit berlalu, tanpa disangka Arif mengacungkan jarinya. Bu Wati kaget, lantas memberi kejutan kepadanya.
      "Silahkan tulis jawabanmu di papan tulis!"
Tanpa menolak, Arif langsung menuliskan cara menghitung beserta jawabannya. Siswa-siswa di ruangan memperhatikan dengan serius setiap angka yang ditulis hingga jawaban terakhir. Setelah selesai menuliskan jawaban, bu Wati meneliti jawaban yang ditulis Arif di papan tulis.
Satu menit berlalu, bu Wati tersenyum puas dan menyuruh siswa-siswa di kelas memberikan tepuk tangan yang meriah untuk arif. Seketika ruangan menjadi riuh dengan pujian, bukan canda tawa cemoohan seperti kemarin.
      "Anak-anak, silahkan jawaban di papan tulis disalin ya?"
Tanpa banyak bertanya, semua murid di kelas langsung mematuhi perintah bu Wati. Setelah mereka selesai menyalin, bu Wati menjelaskan proses berhitung mengenai luas jajar genjang. Mereka memperhatikan dengan seksama, ruangan hening dalam balutan ucapan bu Wati. Tanpa diduga beliau menyinggung kejadian kemarin.
      "Anak-anak, kemarin bu guru melihat kalian mengejek Arif karena tak mahir membaca puisi..."
      Semua murid menunduk, menyesal telah melakukan hal yang tak baik.
"...Hari ini kalian telah melihat, meski Arif tak mahir membaca puisi, namun dia pintar dalam hal lain, salah satunya pelajaran matematika. Beberapa hari sekolah di sini, ia tidak pernah pamer kepada kita semua jika ia adalah anak pandai yang rendah hati. Baru hari ini kita tahu bahwa ia adalah anak dengan tingkat kecerdasan luar biasa..."
 "Anak-anak, hari ini kita mendapatkan pelajaran bahwa setiap anak mempunyai keahlian dan juga memiliki kelemahan masing-masing. Tidak sepatutnya kita menghina orang karena tak ahli dalam bidang tertentu. Ingat, tak ada gading yang tak retak. Tidak ada yang sempurna di bumi ini, termasuk kalian dan bu guru, karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semesta alam..."
"Tak patut bagi kita untuk menghina orang lain karena keterbatasan ilmu. Bisa jadi ada orang memiliki kelebihan pada suatu bidang, namun memiliki kelemahan pada bidang lain. Tugas kita adalah saling melengkapi agar bisa bersatu dalam kebaikan dan berguna bagi sekitar."
Bu Wati mengakhiri nasihatnya, semua murid merasa menyesal, lalu meminta maaf kepada Arif. Semenjak itu, tak ada lagi yang suka mengejek di kelas 4B. Semua murid hidup rukun dan saling menghormati perbedaan masing-masing. Mereka patuh akan nasihat bu Wati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H