Suasana kantorku selalu bising dengan berbagai macam suara gunjingan orang-orang. Entah mengapa, orang-orang di kantorku hoby sekali memakan "bangkai orang lain." Sebenarnya, Â fenomena gunjing menggunjing tidak hanya di kantorku, tapi juga sering ku temui di tempat-tempat lain, seperti pasar, cafe, restoran, angkringan, dan tempat-tempat umum lainnya. Pada dasarnya memang sudah menjadi kebiasaan, tapi menurutku yang biasa belum tentu benar, karena orang tuaku dulu pernah menasihatiku dengan kata-kata demikian:
"Nak, jangan pernah membenarkan kebiasaan tapi biasakanlah kebenaran."
Nasehat itu terus-menerus terhujam di dalam hatiku yang paling dalam hingga saat ini. Maka dari itu, sejak pertama kali aku ke sini, tak pernah sekalipun aku bergabung bersama teman-temanku ketika mereka duduk bersama untuk ngobrol ngalor-ngidul, gunjing sana, gunjing sini tanpa arah yang jelas. Aku banyak menghabiskan waktu duduk di meja bersama hp dan laptopku. Waktu yang ada, kugunakan sebaik-baiknya untuk bekerja, dan saat semua tugas sudah kuselesaikan, aku manfaatkan wifi di kantor untuk membaca berita-berita aktual dari berbagai media massa.
"Jon, ayo gabung disini bareng kita, jangan nyendiri disana terus." Heru menyuruhku untuk bergabung.
"Nanti Her, aku lagi ada banyak tugas dari bos."
Sebenarnya tugasku sudah selesai sejak 30 menit yang lalu. Aku terpaksa bohong kepada Heru karena tidak mungkin aku gabung ke sana untuk sekedar ngobrolin yang tidak penting. Jika benar-benar terpaksa harus gabung, aku paling hanya menjadi pendengar setia mereka. Pernah suatu ketika aku dipaksa gabung sama mereka, dengan berat hati aku mendengar aib-aib rekan kerjaku. Mulai dari tukang sapu, satpam, staf, manajer, HRD, sampai jajaran direktur semuanya pernah digunjingkan sama gerombolan si Heru. Suatu ketika,
"Eh Her, kamu tau enggak si Joko satpam yang suka ada di depan?" Tanya Riki kepada Heru.
 "Emang kenapa?" Tanya Heru dan teman-temannya.
"Denger-denger dia mau cerai sama isterinya."
"Wah beneran tuh?" Kini giliran Jay penasaran.
"Bener bro. Katanya sih gara-gara urusan ekonomi. Tahu sendiri kan si Joko kerjanya cuma jadi security, nah dia harus ngidupin satu istri dan empat orang anak ya jelas enggak cukup. Apalagi istrinya cuma ibu rumah tangga yang sehari-hari di rumah."